30.8 C
Jakarta

Masa Depan Indonesia Ditangan NU dan Fenomena Kelakar Ustaz-Ustaz Seleb

Artikel Trending

KhazanahTelaahMasa Depan Indonesia Ditangan NU dan Fenomena Kelakar Ustaz-Ustaz Seleb
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Sebuah cuitan melalui akun twitter @husain_fahasbu yang bercerita bagaimana kontribusi NU dalam materi Bahtsul Masail Munas dan Konbes NU yang digelar beberapa hari lalu menunjukkan bahwa betapa hati-hatinya para ulama dalam menetapkan suatu hukum untuk satu topik.

Setidaknya, menurut penjelasan tersebut NU sangat survive dengan berbagai isu yang ada dan menjawab kebutuhan masyarakat, seperti moderatisme NU dalam bidang politik, Hukum Gelatin, daging berbasis sel, hingga hukum cryptocurrency.

Yang harusnya kita pahami adalah bagaimana peran para ulama dalam mencari referensi yang begitu kuat untuk membandingkan berbagai referensi kitab, menyusun draft dan logika berfikir untuk menetapkan suatu hukum. Kiai Afifudin Muhajir misalnya dalam cerita tersebut, @husain_fahasbu menjelaskan secara detail bagaimana sosok kiai panutan tersebut mencari referensi kitab untuk mendapatkan jawaban atas masalah yang selalu menjadi perdebatan, seperti Islam Nusantara, khazanah ahlus sunnah wal jama’ah, dll.

Masalahnya adalah ketika sebuah hukum ditetapkan, ada saja orang yang memaknai bahwa penetapan hukum tersebut liberal, menyimpang dari ajaran Islam, tidak islami, dan segala macam label tidak syar’i lainnya, dan kenapa bisa-bisanya kita ikut arus dalam kalimat demikian lalu mudah percaya kepada para ustaz yang memberikan fatwa dengan sangat mudah itu?

NU untuk Indonesia

Keberadaan NU sebagai salah satu ormas terbesar di Indonesia memiliki power yang cukup kuat untuk mengahadapi perlbagai  problematika yang terjadi di Indonesia.  Mulai dari masyarakat sarungan, para petani, masyarakat kelas menengah rendah hingga kelas atas, NU dikenal secara luas diberbagai nusantara bahkan dunia.

Kontribusi pemikiran, perjuangan menjaga keutuhan NKRI dengan tetap konsisten dengan ajaran-ajaran Islamnya, serta ditunjang dengan kuantitas yang dimiliki, menjadikan kita optimis bahwa Indonesia akan terus baik-baik saja selama NU ada.

Meskipun demikian, NU jangan sampai lengah dan terlena dengan power yang demikian. Sebab organisasi-organisasi yang bertujuan untuk memecah belah NKRI, meruntuhkan NKRI atas nama Islam semakin bergerilya. Radikalisme, terorisme, serta ideologi-ideologi jahat yang menjadi ancaman Indonesia harus terus dibasmi dengan berbagai strategi.

BACA JUGA  Memburuknya Demokrasi dalam Pemilu: Potensi Khilafahisasi Semakin Besar

Jika sebuah urusan diberikan kepada bukan ahlinya

Sebagaimana sabda Nabi Muhammad  shallallahu ‘alaihi wasallam (SAW): “Jika amanah telah disia-siakan, tunggu saja kehancuran terjadi.” Ada seorang sahabat bertanya: ‘Bagaimana maksud amanah disia-siakan?’ Nabi menjawab: “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancuran itu.” (HR Al-Bukhari)

Hadis ini menjadi pengingat kepada bahwa, haruslah kita menyadari untuk tidak merasa paling tahu dalam segala hal. Artinya, otoritas kemampuan yang dimiliki oleh seseorang sangatlah terbatas. Sehingga pada sesuatu urusan yang tidak memiliki kemampuan di dalamnya, tidak perlu untuk menghukumi, pun terburu-buru menetapkan hukumnya.

Ini penting untuk dipahami oleh kita sebagai orang awam sering kita jumpai pada akun-akun media sosial. Hendaknya menjadikan fenomena diatas sebagai pelajaran, bahwa para ulama kita, melalui Bahtsul Masail yang dihasilkan, adalah ikhtiar panjang disertai ketaatan kepada Allah untuk memberikan kemashlahatan kepada umat.

Seyogyanya kita menjadikan hasilnya sebagai referensi yang utuh, dan pandangan kita sebagai generasi Islam agar tidak bergejolak dengan fatwa haram , dosa, dan neraka yang menjadi pedoman kita. Akhirnya, Islam tampil sebagai agama yang menjawab segala kebutuhan dan persoalan-persoalan populer yang tidak terjadi pada masa Rosulullah SAW.

Para Ustaz yang tampil dengan begitu ciamik untuk memberikan tausyiah dan dakwahnya kepada masyarakat untuk tidak secara gampangan memberikan fatwa haram dalam menanggapi berbagai fenomena populer yang terjadi di masyarakat.

Para ustaz seleb yang sering kita lihat, kita dengar di media sosial sering berkomentar perihal fenomena sosial apapun, tampaknya menjadi pakar segala ilmu tersebut harus kita cut dalam dunia sosial media, agar tidak terus tumbuh ustaz-ustaz demikian.

Ustaz-ustaz yang tidak memiliki otoritas keilmuan suatu bidang agama tertentu, tapi senantiasa memberikan fatwa untuk segala bidang ilmu agama, harus kita curigai, bahkan harus mem-blacklist agar tidak menjadi refrensi pemahaman kita dalam kehidupan sosial keberagamaan. Semoga kita semua bijak dalam memilih guru, memilih referensi untuk pedoman hidup dalam melakukan berbagai kegiatan agar tidak menyimpang dari ajaran Islam. Wallahu a’lam

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru