27.3 C
Jakarta

Langkah Politik Jokowi dalam Membangun Negeri

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanLangkah Politik Jokowi dalam Membangun Negeri
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Beberapa hari yang lalu Presiden Jokowi mengundang tiga calon presiden yang bakal berlaga pada kontestasi Pemilihan Umum 2024 untung menghadiri makan siang di istana negara. Mereka antara lain Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Peristiwa yang cukup langka ini menjadi isu yang cukup menarik dibahas, sebab baru kali ini dalam catatan sejarah presiden mempertemukan calon-calon presiden di satu meja.

Publik bersilang pendapat melihat pertemuan Jokowi dengan tiga capres tersebut. Ada yang bersikap positif dan berkata, bahwa pertemuan itu adalah sikap netral presiden dalam menghadapi Pilpres 2024, meski anak presiden Gibran Rakabuming juga ikut berlaga dalam kontestasi ini sebagai calon wakil presiden dari Prabowo. Netralitas ini penting ditegakkan oleh seorang pemegang jabatan (presiden) guna menghindari perpecahan yang bakal terjadi.

Melihat pentingnya netralitas bagi seorang pemimpin, saya teringat dengan sikap Nabi Muhammad SAW ketika memutuskan hukuman bagi umatnya yang melanggar. Beliau menegaskan bahwa aturan ini bukan hanya buat umat beliau saja, melainkan juga buat semuanya, termasuk keluarga beliau sendiri. Nabi akan bertindak tegas mengikuti hukum yang ada, meskipun yang melanggar adalah keluarganya sendiri. Sikap Nabi ini penting dijadikan teladan bagi para pemimpin, termasuk presiden di Indonesia. Pemimpin tidak boleh berat sebelah.

Lebih dari itu, ada yang memahami pertemuan Presiden Jokowi dengan tiga capres sebagai langkah politik Jokowi ke depan. Masa berkuasa Jokowi di negeri ini tinggal menghitung bulan. Biasanya pemimpin akan berpikir siapa yang bakal meneruskan ide-idenya yang belum tuntas? Apa yang bakal dia lakukan jika jabatan itu sudah berakhir? Apalagi Jokowi sendiri tidak punya kendaraan partai politik yang dapat menjembatani, meski dia tidak berkuasa lagi nanti.

Maka, tidak heran langkah politik Jokowi selalu dipusatkan kepada keluarganya sendiri. Lihat saja, bagaimana anak pertama Jokowi, Gibran menjadi wali kota Solo dan sekarang dideklarasikan sebagai cawapres Prabowo. Perhatikan juga mantunya Bobby Nasution dijadikan wali kota Medan. Bahkan, publik dikagetkan dengan diangkatnya anak bungsu Jokowi, Kaesang sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), padahal Kaesang karirnya baru saja di politik dan dia dari dulu fokus di bisnis.

BACA JUGA  Membaca sebagai Jalan Dakwah: Pelajaran dari Nabi hingga Walisongo

Langkah politik Jokowi hendaknya tidak dilihat secara kasat mata. Pengamat hendaknya membaca kepentingan yang melatarbelakangi semua itu. Memang sulit membaca kepentingan seseorang. Karena, kepentingan itu erat kaitannya dengan kejujuran dan ketulusan. Sedang, ketulusan itu merupakan substansi yang metafisik. Bagaimana bisa kita membaca sesuatu yang berwujud tapi tidak terlihat. Hanya jejak sejarah saja yang dapat dijadikan bukti bahwa dia benar-benar tulus hatinya atau sebatas kepentingan kelompok semata. Maka, tidak heran jika Soekarno bilang, ”Jangan lupakan sejarah”.

Melihat jejak sejarah di masa lalu, sama dengan melihat karya apa yang telah ditorehkan selama pemimpin itu berkuasa. Pertanyaan ontologis perlu dijawab untuk menilai kepentingan politik Jokowi. Apa yang telah dilakukan oleh Jokowi selama sepuluh tahun berkuasa (dua periode) di negeri ini? Apakah Presiden telah mengurangi angka kemiskinan sebagai jihadnya? Ataukah Presiden telah mengurangi beban hutang negara yang belum lunas? Sudah puaskah rakyat dengan kepemerintahan Presiden? Sejauh mana keadilan ditegakkan selama kepentingan Presiden? Dan seterusnya.

Beberapa pertanyaan itu penting dijawab guna melihat nilai-nilai politik Jokowi dapat menghadirkan manfaat atau tidak bagi bangsa dan negeri. Bila rakyat belum mendapatkan nilai positif dari kepemerintahan Jokowi maka langkah paling efektif untuk dilakukan pada Pilpres 2024 adalah perubahan ke arah yang lebih baik. Perubahan ini bukan menghapus masa lalu tapi memperbaiki masa lalu untuk masa depan. Tidak penting menyesali masa lalu yang kurang baik, tapi yang paling penting adalah membangun masa depan jauh lebih baik.[] Shallallahu ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru