32 C
Jakarta

Kontestasi Teroris Internasional dan Lokal: Upaya Menghancurkan Indonesia

Artikel Trending

Milenial IslamKontestasi Teroris Internasional dan Lokal: Upaya Menghancurkan Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Ketika teroris internasional mencoba masuk dengan mudah ke Indonesia, banyak orang beranggapan bahwa Indonesia sudah benar-benar negara yang mudah dimasuki oleh berbagai macam kejahatan, utamanya teroris. WNA teroris telah menjejaki sekian rupa bahkan telah melakukan perekrutan.

Masuknya teroris internasional terindikasi bisa membangkitkan teroris lokal di Indonesia. Selama ini, teroris lokal, seperti Negara Islam Indonesia (NII/TII), Indonesia Jamaah Islamiyah (JI), Majelis Mujahidin Indonesia (MMI), Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), Jamaah Ansharut Syariah (JAS), Jamaah Ansharut Daulah (JAD), dan Jamaah Ansharut Khilafah (JAK), seperti tidur dan pasif. Namun dengan masuknya teroris internasional bisa jadi mereka kembali bangkit pada asalnya.

Kontestasi Sesama Teroris

Dalam basis teroris, hadirnya teroris internasional seperti telah menginjak harga diri teroris lokal. Apalagi yang berlainan organisasi dan amir. Seakan-akan, basis teritorial telah teroris internasional rebut. Maka dari itu, teroris lokal seperti telah kehilangan kedigdayaan dalam negaranya sendiri, karena direbut oleh teroris internasional.

Di sisi lain, teroris internasional juga bisa bekerjasama dengan teroris lokal. Ini cukup dipahami atas dasar kepentingan dan ideologi yang sama. Sudah puluhan tahun teroris seperti yang disebut di atas saling bantu dan melengkapi satu sama lain. Ini berarti, jaringan teroris, selain saling berkontestasi, tapi juga saling bekerjasama demi tujuan yang sama: berdirinya negara Islam.

Pola jaringan mereka sudah berbeda dengan strategi teroris yang dulu. Mereka kini lebih lentur dan berkembang menjadikan pola tradisionalisme dan modern dicampur aduk dan menjadi jurus utama menyusaikan kondisi.

Pergeseran Strategi

Dalam strategi pola tradisionalisme ini, mereka memainkan atau beraktivitas beradasarkan sistem piramid-hirarkis. Jadi, aktor terlibat secara penuh, mulai dari perencanaan hingga ploting target. Melakukan pemilihan target secara selektif. Operasi serangan dilakukan secara konservatif dan pilihan yang tepat presisi.

Dalam sistem ini, bila teroris ketahuan melakukan serangan hingga sampai ditahan, maka aktor utama secara jantan langsung mengakui dan bertanggung jawab atas perbuatannya. Pada peristiwa bom Bali I dan II, serta bom J.W. Marriot I dan II adalah produk dari terorisme pola tradisional ini.

BACA JUGA  Metamorfoshow: Propaganda Kebangkitan Khilafah HTI yang Wajib Diboikot

Perlu diingat, pada serangan bom-bom yang meletus dulu itu, serangan yang direncanakan sangat rapi. Bahkan mulai dari perencanaan, pendanaan, dan eksekusipun dilakukan dengan sangat matang. Walhasil, seperti contoh bom Bali  I dan II, serta bom J.W. Marriot I dan II, menghasilkan dampak yang sangat mengerikan.

Sementara pola campuraduk ini, mereka tidak melakukan berdasarkan sistem piramid-hirarkis. Mereka bahkan tidak melalukan teror tanpa kordinasi dan izin dari amirnya. Mereka merelakukan aksi-aksi terorisme secara mandiri. Maka yang terlihat dari pola ini, struktur organisasinya tidak jelas. Pemain kelompok ini kini terpecah-pecah ke dalam kelompok-kelompok kecil yang melakukan aksi teroris secara terpisah.

Kendali mereka hancur dan berantakan. Yang sangat gamlang terlihat, pendanaan kelompok ini tidak solid. Bahkan target tidak lagi harus ditentukan oleh pemimpin besar, mereka juga tidak lagi melakukan pengakuan publik atas aksi-aksi terorisme yang dilakukan. Pola ini terlihat pada kasus Bom Cirebon, Bom Serpong, dan Bom Solo.

Jadi hari ini, lanskap dunia terorisme mulai kacau. Merak saling bersaing memperebutkan (kontestasi) kuasa dan kebenaran atas teroris yang lain. Misalnya ISIS yang selalu kontra dengan Al-Qaeda. Dan di bawah ISIS dan Al-Qaeda satu sama lain juga tidak setuju dengan praktik teror atasannya. Sehingga yang terjadi, mereka meneror orang dengan caranya sendiri, atau disebut Leaderless resistance (perlawanan tanpa pimpinan), dan lone wolver (serigala tunggal). Yang menyatukan mereka hanyalah kesamaan ideologi.

Kembali kepada teroris internasional (bisa disebut kelompok mamsing-masing baik binaan ISIS dan Al-Qaeda), yang terpenting bagi mereka adalah aksi terorisme dapat terus berjalan; semakin banyak mendapat orang untuk bergabung dan melakukan martir, semakin bagus. Semakin banyak orang terprovokasi dengan serangan teror mereka, maka semakin berhasil mereka menakut-nakuti banyak orang. Yang terpenting bagi mereka adalah meninggalkan jejak psikologis bahwa teroris adalah ajaran yang baik dalam versi Islam. Tapi Islamnya para teroris.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru