29.2 C
Jakarta

Ketertarikan Mahasiswa Pascasarjana UIN Jakarta terhadap Konsep Jihad Teroris Abdullah Azzam

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanKetertarikan Mahasiswa Pascasarjana UIN Jakarta terhadap Konsep Jihad Teroris Abdullah Azzam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Pada bulan yang lalu saya menghadiri sidang tesis mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebut saja nama mahasiswanya, Ahmad Khoiri. Tesis yang sedang dia presentasikan berjudul Tafsir Kemartiran: Studi Kitab Fi Zhilal Surah al-Taubah Karya Abdullah Azzam. Tapi, sebelum bahas temuan dalam tesis itu, penting saya singgung mahasiswa yang bersangkutan. Siapa Ahmad Khoiri itu? Kenapa dia tertarik meneliti pemikiran Abdullah Azzam? Mengapa dia tidak meneliti pemikiran pakar lain? Punya kedekatan apa dengan Azzam sehingga mendorong Khoiri menghabiskan waktunya untuk menelusuri pemikirannya?

Khoiri atau yang biasa saya panggil ”Cak Khoiri” (sebutan ”cak” mengindikasikan tanah kelahirannya) terlahir di Madura, tepatnya kabupaten Pamekasan. Dia pernah belajar di pesantren besar di Madura dan menyelesaikan studi sarjananya di Madura juga. Pemikirannya tentang Islam sedikit banyak telah terbentuk dari guru-gurunya di Madura, mulai ngaji di surau hingga perguruan tinggi. Pemikiran gurunya di Madura jelas sudah bisa dibaca dari ideologi masyarakat Madura yang religius-moderat. Karena, Madura berislam dengan landasan Ahlussunnah Wal Jamaah ala Nahdlatul Ulama.

Namun, ketika menyelesaikan studi sarjananya Khoiri meneruskan studi magisternya di sebuah perguruan tinggi Islam di Jakarta, namanya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dia aktif menulis beberapa artikel di beberapa media, terlebih media online. Sekarang aktif menulis di media online Harakatuna.com. Perjalanan intekektualnya dan ketertarikannya tentang isu keislaman telah mengantarkan dia mengkaji pemikiran-pemikiran aktivis radikal di Indonesia. Dia cukup keras mengkritik pemikiran Felix Siauw, Ustaz Abdus Somad, dan masih banyak yang lainnya.

Sebagai sebuah perjalanan, tentu di situ dihadapkan dengan rasa jenuh. Keinginan untuk mencari suasana yang baru seringkali terbersit. Mungkin situasi semacam ini yang mengantarkan Khoiri memiliki ketertarikan untuk menelusuri pemikiran Abdullah Azzam, seorang pengarang produktif dan pada akhir perjalanannya tersandung pada pemahaman Islam fundamentalis. Khoiri menikmati betul melakukan penelitiannya dan itu terbukti dari hasil temuannya yang cukup membanggakan dengan apresiasi nilai Cumma Cumlaude (Sangat Memuaskan).

Lalu, Khoiri, setelah saya temui, mengakui bahwa pemikiran Azzam sedikit banyak menghipnotis alam bawah sadarnya. Khoiri sedikit membenarkan konsep pemikiran Azzam. Mendengar pengakuannya, saya cukup kaget, sehingga benak saya bergumam, ”Apakah Khoiri sudah mulai terpapar pemikiran radikal Azzam? Apakah pengakuan Khoiri tentang Azzam merupakan langkah perjalanannya yang baru dalam pengembaraan intelektualnya? Sudah jenuhkah Khoiri dengan pemikiran moderat yang telah dia bawa dari tanah kelahirannya?”

BACA JUGA  Satu Hal yang Sering Terlupakan Saat Memasuki Bulan Ramadhan

Azzam, sebagaimana yang Khoiri jelaskan dalam tesisnya, merupakan praktisi jihad yang banyak terpengaruh dari pemikiran jihad Sayyid Quthub, ulama asal Timur Tengah yang pernah menulis magnum opus tafsir Fi Zhilal al-Quran (Dalam Naungan Al-Qur’an). Tak heran, keterpengaruhan Azzam terhadap Quthub mengantarkannya menulis tafsir yang fokus pada surah at-Taubah dengan judul yang cukup mirip, yaitu tafsir Fi Zhilal Surah at-Taubah (Dalam Naungan Surah at-Taubah). Azzam termasuk satu-satunya mujahid cukup vokal asal Palestina dan bahkan dia pernah berjihad di tanah kelahirannya sendiri yang sampai detik ini masih diperjuangkan kemerdekaannya.

Yang unik dari pemikiran Azzam adalah konsepnya tentang jihad yang dipahami sebagai bagian dari perintah wajib ”fardhu ain”, bukan ”fardhu kifayah”. Jadi, semua orang Islam diwajibkan berjihad tanpa terkecuali. Bahkan, saking wajibnya pejihad tidak perlu meminta restu dari orangtua atau istri. Lebih dari itu, Azzam menegaskan bahwa perintah wajib jihad menempati urutan paling awal sebelum shalat. Artinya, masih lebih wajib berjihad dibandingkan melakukan shalat. Karena, konsep beragama yang benar, bagi Azzam, hendaknya memenuhi dua prinsip penting dalam Islam, yaitu akidah dan syariat. Shalat itu adalah bagian dari akidah, sedangkan jihad bagian dari syariat. Keduanya bagaikan mata uang yang tak terpisahkan.

Jihad yang diusung oleh Azzam bukan hanya terbatas pada tataran lokal, tetapi juga global. Selama dunia masih dinominasikan oleh non-muslim, selama itu pula tiap-tiap individu muslim wajib melakukan jihad. Azzam juga menolak hukum di luar ketetapan Tuhan. Model pikirannya tak jauh berbeda dengan pemikiran kelompok Khawarij. Jika menggunakan pemikiran Azzam, hukum yang digunakan di Indonesia termasuk dari hukum kafir. Ini cukup berbahaya. Maka, melihat pemikiran Azzam yang cukup berbahaya ini, penguji tesis Khoiri yang bernama Dr. Abdul Moqsith Ghazali mengkritik dengan mengajukan pertanyaan sarat ontologis, ”Mengapa saudara melakukan penelitian seputar pentingnya jihad di saat dunia sedang mulai damai?”

Sebagai penutup, saya merasa bangga dengan temuan Khoiri dalam penelitiannya. Apalagi temuannya mendapatkan penilaian yang cukup baik dari para penguji. Ini membuktikan keseriusan Khoiri dalam belajar. Tapi, yang penting diperhatikan adalah ”rasa” ketertarikan dan ”sedikit” pembenaran Khoiri terhadap konsep jihad Azzam. Hati-hati, Azzam itu juga akademisi, tapi masih terpapar paham radikal. Makanya, Khoiri harus lebih berhati-hati terhadap bujuk rayu Azzam yang cukup halus itu.[] Shallallahu ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru