28.3 C
Jakarta

Katakan ”Yes” atau ”No” pada Politik Dinasti?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanKatakan ”Yes” atau ”No” pada Politik Dinasti?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Di tengah isu politik dinasti, ada sebuah pertanyaan yang penting saya kemukakan, ”Mengapa itu terjadi?” Jawaban dari pertanyaan ini saya coba uraikan berikut.

Saya masih ingat sebuah adagium berbahasa Arab yang cukup familiar. Bunyinya begini, ”Laysa al-fata man yaqulu hadza aby, lakinna al-fata man yaqulu ha ana dza”. Pemuda itu bukanlah dia yang merasa bangga dengan kehebatan bapaknya, tetapi merasa puas dengan kehebatan sendiri.

Adagium ini mengkritik siapa pun yang masih menggunakan privilese orang tuanya untuk masa depannya. Dia menjadi sukses karena mem-framing bahwa dia mengaku anaknya si bapak yang hebat itu. Sehingga, publik dibuat terpana akan kehebatan bapaknya.

Padahal, seandainya si anak bukan terlahir dari orang tua yang sukses belum tentu dia dikenal seperti sekarang dan menjadi sukses seperti yang dilihat banyak orang sekarang. Model kesuksesan semacam ini termasuk kesuksesan dinasti. Sukses karena ”nempel” terhadap kebesaran nama orang tuanya.

Maka, tidak heran jika Imam Al-Ghazali menekankan, ”Jika kamu bukan anak seorang raja, maka menulislah agar kamu dikenal”. Maksudnya, privilese itu juga banyak berperan dalam mengantarkan seseorang menuju kesuksesan. Maka, jika tidak terlahir dari privilese yang sukses, maka si anak harus banyak berjuang untuk memperbaiki masa depannya.

BACA JUGA  Ketika Negara Tidak Mau Ikut Campur Soal Agama

Namun, yang penting diperhatikan di tengah zona nyaman privilese orang tua yang sukses adalah imunitas atau ketangguhan seseorang dalam menghadapi terjangan badai jika tidak diimbangi dengan potensi diri. Orang semacam ini akan mudah ”down” dan patah semangat saat dihadapkan dengan masalah. Sebab, dia belum pernah belajar di situ.

Sebaliknya, jika si anak dibekali dengan potensi diri yang mapan, maka semakin bertambah baik masa depannya dan imunitasnya lebih kuat. Jadi, penting potensi anak diasah di situ agar dia belajar dari kesalahan yang dia lakukan.

Sebagai penutup, politik dinasti atau apa istilahnya tidak jadi soal. Yang terpenting si anak dibekali dengan potensi yang baik. Yang bahaya jika si anak bawa otak kosong sehingga dia mudah digiring ke sana-ke mari.[] Shallallahu ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru