28.4 C
Jakarta

Jihad Melawan Neo-Terorisme Hacker Bjorka

Artikel Trending

EditorialJihad Melawan Neo-Terorisme Hacker Bjorka
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Hacker Bjorka membuat Indonesia heboh. Bagaimana tidak, ia meretas beberapa data di lingkungan pemerintah dan perusahaan plat merah. Sejumlah menteri di-hack data pribadinya, disebarkan, bahkan diperjualbelikan di darkweb. Sejumlah pihak pun geram. Masyarakat pun ikut dibobol identitas pribadinya, meskipun tidak banyak. Siapa sebenarnya Bjorka? Apakah ia pantas disebut sebagai terorisme gaya baru alias neo-terorisme?

Gonjang-ganjing Bjorka sebenarnya semakin mendekati titik terang. Pemerintah memastikan data negara yang bersifat rahasia tidak bocor. Terkait kebocoran beberapa data, pemerintah mengatakan sudah mengetahui gambaran sosok Bjorka. Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan, tim khusus perlindungan data dari kepolisian sudah mengetahui sosoknya. Mahfud menyebut, pemerintah mengetahuinya lewat alat pelacak, tetapi belum diumumkan.

Teridentifikasinya Bjorka oleh Badan Intelijen Negara (BIN) dan Polri merupakan pencapaian yang mesti diapresiasi. Sebab, seiring dengan data-data bocor oleh Bjorka, propaganda anti-pemerintah dan anti-NKRI juga ikut menggema dan tentu saja itu sinyal buruk bagi kedaulatan negara. Masyarakat yang awalnya cinta persatuan dibuat berpandangan negatif terhadap pemerintah. Diakui atau tidak, Bjorka memantik kebencian dan radikalisme di tengah masyarakat.

Lalu bagaimana Bjorka bisa disebut sebagai fenomena neo-terorisme?

Ini berkaitan dengan efek kejut yang datang setelah bocor-bocorin data terjadi. Pemerintah jadi bulan-bulanan masyarakat; suatu fenomena mengkhawatirkan yang mesti segera diatasi. Apakah pemerintah tidak boleh dikritik? Jelas boleh, bahkan wajib, jika memang ada kebijakan yang membutuhkan evaluasi. Namun menghina otoritas negara dan membela hacker bukan ide bagus. Yang demikian tidak ada bedanya dengan membela musuh, padahal musuh tersebut menebarkan teror.

Memang, adalah fakta bahwa kinerja Kemenkominfo harus dievaluasi. Ketahanan negara hari ini tidak sebatas dari militer belaka, karena perang siber jauh lebih berbahaya. Pada posisi itu, Kemenkominfo seharusnya jadi pilar terkuat dengan sistem keamanan tercanggih yang mustahil diretas. Itulah fungsi eksistensi mereka, dan karena kinerjalah mereka digaji negara. Melindungi data pribadi masyarakat adalah wajib, dan peran lamban mereka harus segera dibenahi. Wajib.

Akan tetapi, jangan sampai propaganda neo-terorisme mematikan simpati kita terhadap negara. Hacker itu bukan teman, maka memuji mereka sangatlah buruk. Ia yang bisa meretas data pemerintah akan bisa juga meretas data seluruh masyarakat dengan sangat mudah. Jika para hacker mengaku tengah membela rakyat dan mencari keadilan, menempuhnya dengan cara meretas dan memperdagangkan data pribadi sama sekali bukan cara yang dibenarkan. Itu jelas inkonstitusional.

BACA JUGA  Mitigasi Radikalisme Setelah Perang Iran-Israel

Jadi apa yang kita semua perlu lakukan?

Satu-satunya hal yang wajib kita lakukan adalah jihad melawan neo-terorisme tersebut. Neo-terorisme memang tidak secara langsung melakukan makar terhadap negara, namun bertolak dari menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap otoritas negara. Pada akhirnya, ia akan melahirkan pemberontakan massal karena satu anggapan: pemerintah tidak lagi layak memerintah dan sistem kenegaraan perlu dirombak. Pada saat itu terjadi, apa yang masih bisa kita lakukan? Sudah terlambat.

Bjorka jelas bukan teroris yang ingin mendirikan negara Islam. Tetapi, yang jelas, ia punya agenda terselubung untuk melemahkan sistem pemerintahan. Karena itu, mereka wajib dianggap sebagai musuh bersama. Alih-alih mengapresiasi mereka, masyarakat harus bersatu untuk melawannya. Jika masyarakat tidak punya logistik yang cukup untuk memberantas Bjorka, maka yang bisa masyarakat lakukan adalah mendorong pemerintah segera menuntaskan propaganda hacker tersebut.

Melawan neo-terorisme adalah tanggung jawab bersama sebagai warga negara. Jihad memberantas Bjorka, dengan demikian, merupakan bagian dari kerja-kerja untuk merawat nasionalisme. Jangan sampai masyarakat merasa berteman dengan hacker seperti Bjorka, yang suatu saat dengan kepentingannya sendiri, data-data pribadi mereka akan ikut diretas. Masyarakat harus cerdas dan membela pemerintah, karena pemerintah tidak mungkin menjerumuskan warganya.

Bagaimana misalnya kita tidak mampu melawan hacker? Caranya adalah dengan tidak memberikan ruang kreasi terhadap mereka. Jika Bjorka terus-menerus dipuji, maka ia akan semakin menjadi-jadi karena merasa jadi pahlawan bagi masyarakat di satu sisi, dan merasa mampu untuk memberontak pada pemerintah melalui siber di sisi lainnya. Tetapi jika kita tidak berpihak pada Bjorka, maka hacker tersebut akan merasa gagal dan tidak akan melanjutkan aksinya.

Terakhir, penting untuk disadari bersama bahwa Bjorka punya kepentingan pragmatis. Setiap kebocoran data itu bisa dijual. Nanti, data-data yang bocor tersebut disalahgunakan, misalnya untuk membuat voting dalam suatu Pilkada bahkan Pemilu. Bagaimana misalnya data tersebut ada di tangan teroris? Tamatlah nasib seluruh warga Indonesia.

Karena itu, jihad kita bersama adalah melawan neo-teroris seperti Bjorka!

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru