27.6 C
Jakarta

Janji Taliban, Apa Lagi Kalau Bukan Gimmick?

Artikel Trending

KhazanahOpiniJanji Taliban, Apa Lagi Kalau Bukan Gimmick?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Kita tentu tahu bagaimana sejarah kelam negara Afghanistan, dimana Taliban mengambil paksa negara itu 20 tahun lalu. Benar-benar ngeri, kaum perempuan di sana kala itu sungguh dalam keadaan tertindas, tidak mendapat kebebasan. Saya kira, Anda akan bersujud sebagai tanda syukur karena tidak ditempatkan di negara tersebut.

Bayangkan saja, perempuan yang jelas sama-sama makhluk Tuhan, yang tentu tidak ada bedanya dengan laki-laki, dianggap sebagai manusia ‘setengah manusia’. Mereka bak manusia kelas dua yang hidup di muka bumi yang segala tindak lakunya harus berdasarkan persetujuan manusia lainnya, bahkan untuk sekadar menggunakan celana jeans saja, taruhannya dipecut, lho.

Kekejaman Taliban senantiasa membekas, terutama di hati warga Afghanistan, juga fisiknya. Lagi, harus disampaikan, terutama bagi kaum perempuan, bagaimana sejarah membeberkan bahwa betapa mustahilnya akses pendidikan bagi mereka saat itu. Entah apa yang merasuki pikiran Taliban ini, sehingga entitas yang cacat logika pun mereka jadikan acuan dalam menerapkan kebijakan.

Kita tentu masih ingat, pertama sekali saat Taliban menguasai kembali Afghanistan, mereka berjanji untuk tidak bersikap ‘keras dan menindas’ (lagi) terutama terhadap kaum perempuan. Hari ini, semuanya sudah terbukti, janjinya adalah busuk, ucapannya adalah palsu. Saya ulangi, busuk dan palsu. Berita terverifikasi bermunculan mengabarkan kelicikan mereka, ya, Taliban itu.

Jujur harus saya sampaikan, bukan berprasangka buruk, tapi ini seperti mustahil. Sejak awal munculnya wacana Taliban akan berubah hingga janji hak perempuan akan dipenuhi, saya sama sekali tidak menaruh kepercayaan sedikit pun terkait hal itu. Meski beberapa tokoh nasional ada yang mempercayai janjinya tersebut, saya tetap dengan pendirian saya.

Anda bisa menganalisis semua ini dari sejarah. Anda bisa menelisik betapa kakunya cara beragama yang diperlihatkan mereka. Lalu setelah mereka berhasil merebut pemerintahan yang sah dengan cara yang tidak sah, mereka tampil dan mengatakan “kami akan menjadi pemerintahan yang moderat dan memenuhi hak perempuan dengan sebaik-baiknya”. Apa lagi jika ini bukan disebut sebagai gimmick?

Saya utarakan, bukan mengerdilkan kehendak dan kuasa Tuhan, tapi bagai pungguk merindukan bulan jika Anda berpikir bahwa Taliban akan menjadi moderat seketika dalam keadaan sadar sesadar-sadarnya. Cara beragama seseorang, menurut hemat saya, hanya sepersekiannya dapat berubah 360 derajat dalam hitungan waktu kilat. Susah. Kecuali mereka mengikuti program deradikalisasi secara eksklusif di Indonesia, setidaknya ada secercah harapan.

BACA JUGA  Memahami Toleransi Beragama dalam Kerangka Filsafat Politik Abad Pertengahan

Saya justru mengkhawatirkan sesuatu, jika tokoh dunia masih setia menaruh kepercayaan bahwa Taliban akan moderat, tidak bertindak represif dan menghormati hak-hak perempuan –padahal semuanya telah terbukti palsu-, mereka akan dengan leluasa bertindak sesukanya, menzalimi masyarakat dan menghancurkan kebebasan serta masa depan kaum perempuan. Na’uzubillah.

Hemat saya, jajaran tokoh dunia tidak boleh lengah. Saatnya kita tidak melihat ini sebagai persoalan internal negara semata, tetapi bagaimana penduduk dunia dikekang oleh lainnya dengan dalih agama. Agama yang mana? Islam? Islam yang mana? Yang mana lagi kalau bukan Islam Taliban. Karena Islam Indonesia sama sekali tidak demikian, jauh, sangat jauh sekali.

Terakhir, saya ingin menyampaikan bahwa pakaian tradisional kaum perempuan Afghanistan sangat indah, penuh warna, cerah dan ceria. Demikian juga lah cara beragama yang seharusnya diterapkan di sana, ceria dan penuh dengan kebahagiaan, bukan kekangan. Tetap kenakanlah pakaian tradisional itu, bahkan jika pakaian hitam membuat kalian murung, abaikan ia, sejatinya kalian memiliki kuasa atas busana kalian seutuhnya.

Azis Arifin, M.A
Azis Arifin, M.A
Alumni SPs UIN Jakarta. Alumni Ponpes Asy-Syafe'iyah Purwakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru