30 C
Jakarta

Jangankan Film The Santri, Al-Qur’an Saja Dihujat

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanJangankan Film The Santri, Al-Qur'an Saja Dihujat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Setelah heboh disertasi Abdul Aziz yang membahas hubungan seksual non-marital yang diadopsi dari pemikiran Muhammad Syahrur, kini berpindah pada film The Santri yang baru-baru ini trailernya sudah tayang. Secara mendasar film ini menceritakan tentang budaya santri di pesantren. Sedang, sesuatu yang kontroversial dari film ini meliputi beberapa adegan yang ditampilkan dalam trailernya: interaksi santri putra dan santri putri yang berbarengan dan tercium aroma percintaan–jika enggan berkata “pacaran”.

Film yang rencananya akan tayang di bioskop pada Hari Santri Nasional (HSN) tanggal 20 Oktober tersebut mendapat dukungan dari Ketua Umum PBNU Prof. Said Aqil Siradj, MA. Selain itu, film ini disutradarai oleh produser film Hollywood Livi Zheng yang notabeni belum mengenyam pendidikan di pesantren. Livi Zheng menyelesaikan study S 1 di Universitas Washington, kemudian melanjutkan S 2 di Universitas California Selatan Jurusan Cinematic Arts untuk mempelajari dan memperdalam ilmu perfilman.

Di tengah dukungan kubu NU, netizen tergiring opini kubu sebelah yang tidak suka dengan NU. Sebut saja, FPI dan beberapa kubu lain yang sefirqah. Kubu yang mencemooh kehadiran film The Santri ini tentu belum nonton film ini dari awal sampai the end. Dikecamlah, film ini tidak layak ditonton santri, merusak nilai pesantren, dan seterusnya.

Saya tidak berani mengomentari film The Santri. Alasannya sederhana; saya belum nonton filmnya secara utuh. Trailer film yang tayang hanya beberapa menit tidak dapat mengambarkan isi sebuah film. Karena, saya pernah nebak film di trailernya saja, sayangnya begitu nonton di bioskop tebakan saya meleset. Anologinya, trailler film itu kulit, sedang isi di balik kulit adalah film yang seutuhnya.

BACA JUGA  Jangan Lupa Menghias Diri dengan Pakaian Takwa di Hari Lebaran Nanti

Pada tulisan ini saya hanya ingin menyarankan terhadap orang yang “sok” tahu dan sudah menggantikan posisi Tuhan yang Maha Benar. Pertama, memilih diam karena belum tahu pesan yang sebenarnya. Para provokator, entah ia ustaz atau siapapun, sebaiknya belajar bermedia sosial yang baik. Berkata kotor hanya untuk mengikuti nafsu adalah sikap yang tidak baik. Berbagi yang positif saja, apalagi statusnya ustaz.

Kedua, bersikap moderatlah dalam melihat karya orang lain. FPI memang mulai dulu tidak akur dengan NU bagaikan Tom dan Jerry. Saya lihat NU selalu adem dan menyejukkan. FPI selalu gaduh dan menyeramkan. Seharusnya, FPI mulai belajar menerima perbedaan dan menghindari sikap fanatik yang berlebihan. Jadi, sikapi film The Santri dengan arif. Yuk, nonton nanti di bioskop biar pikirannya tidak sering diletain di dengkul.

Ketiga, belajar menghargai karya. Membuat film bukan sesuatu yang mudah. Tak semudah para netizen mengshare komentar negatif di media sosial. Apalagi sutradaranya bukan sembarangan. Sekelas Livi Zheng sudah memikirkan secara matang terkait produksi film itu. Saya hanya melihat kalo netizen yang maha benar berkomentar hanya pakai nafsu, sedang Livi Zheng berkarya pakai ilmu. Pilih mana, nafsu atau ilmu?

Nah, saya mengapresiasi kehadiran karya film The Santri. Sebagai karya manusia, tentu tidak lepas dari kekurangan. Terus maju. Sebuah karya manusia dihujat itu wajar. Jangankan karya manusia, Henri Shalahuddin saja menulis buku berjudul “Al-Qur’an Dihujat”.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru