32.5 C
Jakarta

Islam dan Toleransi Agama

Artikel Trending

Milenial IslamIslam dan Toleransi Agama
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Setiap kekerasan atas nama agama, awal mulanya berangkat dari ketidaksadaran moralitas sosial terhadap nilai-nilai keagamaan. Sumber yang muncul dari semua agama substansinya untuk menjaga moral sebagai pedoman hidup kita untuk berprilaku baik, beradab, dan toleransi terhadap sesama umat beragama.

Umat di tengah keberagaman agama, esensinya menebar keramahan publik untuk menciptakan situasi dan kondisi sosial yang tidak mendorong masyarakat terhadap intoleransi, ekstremisme, dan radikalisme. Persoalan ini mudah membuat masyarakat kita terjebak melakukan aksi-aksi kekerasan bersifat simbolik.

Kekerasan tentu dilatarbelakangi konflik sosial dan konflik agama yang tidak selalu berjalan mulus. Bahkan berbagai macam tantangan harus kita hadapi dalam kehidupan keberagamaan kita. Seperti halnya, tragedi kekerasan di India yang mengurai banyak problem karena disebabkan konflik agama yang membuat mereka semakin intoleran.

Intoleransi adalah ketidaksukaan kita sebagai umat beragama terhadap perbedaan. Entah itu, berbeda dalam keyakinan maupun pandangan. Keberpihakan individu ini menunjukkan kita intoleran. Oleh karena itu, sikap toleransi memiliki satu pilihan maksud dan tujuan untuk menebar kerukunan, dan perdamaian.

Agama tanpa perdamaian dan kerukunan dapat menimbulkan tindakan kemarahan sosial dan kekerasan. Sedangkan perdamaian tanpa agama dapat menimbulkan perpecahan dan permusuhan. Toleransi agama merupakan sikap penting yang harus dipraktikkan oleh seluruh umat beragama tidak hanya di Indonesia, tetapi di dunia.

Substansi toleransi kerapkali kita dengar oleh pejuang-pejuang kemanusiaan seperti Presiden ke-4 kiai Abdurrahman Wahid alias Gusdur. Sehingga titisan itu lahirlah The Wahid Fondation sebagai lembaga konsultasi bergerak di bidang keberagamaan, toleransi, Islam rahmah, rekstremisme, dan radikalisme.

Toleransi dan Musim Kekerasan

Sullivan, Pierson dan Marcus sebagaimana dikutip Saiful Mujani, menjelaskan toleransi didefinisikan sebagai a willingness to put up with those things one rejects or opposes. Yaitu, “Kesediaan untuk menghargai, menerima atau menghormati segala sesuatu yang ditolak atau ditentang oleh seseorang.” (Saiful Mujani, 2007: 162).

Dalam konteks ini, toleransi dalam pandangan keagamaan dapat diterjemahkan kepada persoalan mendasar. Misalkan, kita dituntut untuk hidup saling menghormati dan menghargai di tengah perbedaan atau pluralitas agama. Tingkah laku keagamaan seperti demikian harus mencerminkan urgensi persatuan dan persaudaraan.

Toleransi merupakan sikap yang mampu menguatkan persaudaraan dan persatuan dalam kehidupan umat beragama, kekerasan demi kekerasan terjadi dominan motifnya karena hubungan keberagamaan masyarakat tidak harmonis. Di Indonesia, kekerasan atas nama agama masif bermunculan di berbagai daerah yang rawan konflik.

BACA JUGA  Kemajuan Bangsa-Negara Tidak Lahir dari Sistem Khilafah

Tidak hanya itu, persoalan pembakaran rumah ibadah (Masjid dan Gereja), dan bom di berbagai Gereja masif tejadi. Aksi kekerasan atau teroristik ini sebenarnya bukan karena motif agama. Akan tetapi, disebabkan konflik yang berkepanjangan hingga berujung kepada sikap intoleran. Kemungkinan berakhir bertindak kekerasan.

Musim kekerasan kini tidak dapat dinafikan oleh kita semua, bahwa persoalan ekstremisme kekerasan memang faktor awalnya dari ketidaksukaan masyarakat antar sama umat beragama (intoleransi). Sikap intoleransi terhadap perbedaan pandangan atau keyakinan ternyata hanya menyisakan ketidakharmonisan kita dalam beragama.

Menurut Yenny Wahid mengungkapkan, terdapat sejumlah faktor yang menjadi kunci terjadinya persoalan intoleransi, radikalisme, ujaran kebencian dan ekstrimisme kekerasan. Dikatakan, keterkaitan sosial, lemah atas akses ekonomi serta lemah literasi menjadi faktor kunci persoalan-persoalan tersebut. (sumber: wahidfondation.org 10/05/19)

Pandangan Yenny Wahid tentu menjadi rujukan bagin pemerintah dan semua ormas Islam untuk meningkatkan tingkat kesadaran kita terhadap paham keagamaan yang rahmatan lil ‘alamin. Keramahan publik itu tentu parameternya bagaimana kita dalam praktik keberagamaan dapat menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi agama itu sendiri.

Sosialisasi Toleransi

Semua agama mengajarkan kita untuk mengamalkan toleransi. Dimana toleransi itu merupakan praktik dari akhlak kita semua untuk saling menghargai dan menghormati kehidupan umat tanpa harus saling mempersoalkan dan menebar kebencian. Islam sebagai agama memilih momentum tersebut untuk menebarkan perdamaian.

Islam damai memang dipraktikkan sejak Nabi Muhammad SAW berdakwah di kota Mekah hingga hijrah ke Madinah, perdamaian itu muncul sebagai misi kenabian Rasul selama mendakwahkan Islam. Sehingga Islam menghendaki kita semua untuk hidup penuh toleran, tetapi bukan hidup saling menebar kebencian dan kekerasan.

Opsi lain, keberadaan Bhineka Tunggal Ika tidak secara lagsung mendorong terciptanya perdamaian dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Indonesia sebagai negara yang terkenal negara kebangsaan terdiri dari banyak agama perlu mengajarkan masyarakat untuk berpegang teguh kepada nilai-nilai toleransi.

Paling tidak, kita semua harus telibat ketika lembaga pemerintah seperti Kementerian Agama – RI untuk melakukan sosialisasi toleransi ke berbagai ormas keagamaan, terutama ke lembaga pendidikan yang memiliki generasi agar dapat terus menjaga nilai-nilai toleransi kedepannya.

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru