27.8 C
Jakarta

Hukum Mewarnai Rambut dalam Islam Haram atau Sunnah, Simak Penjelasannya!

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamHukum Mewarnai Rambut dalam Islam Haram atau Sunnah, Simak Penjelasannya!
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. – Hukum mewarnai rambut dalam Islam menjadi hal yang cukup sering dipertanyakan, apakah haram atau sunnah. Seperti diketahui, mewarnai rambut menjadi tren yang cukup populer di masyarakat.

Umat Islam perlu mengetahui hukum suatu perbuatan yang akan dilakukan. Hukum tersebut telah diatur dalam Alquran dan hadits sebagai rujukan umat muslim untuk melihat boleh atau tidaknya suatu perbuatan dikerjakan. Lantas, bagaimana hukum mewarnai rambut dalam Islam?

Sebelum membahas hukum mewarnai rambut, perlu diketahui terlebih dahulu, bahwa mewarnai rambut secara umum ada dua jenis. Mewarnai rambut ada yang dilakukan dengan merubah warna dasar rambut menjadi warna lainnya, ada juga mewarnai rambut yang dilakukan dengan tujuan mengembalikan warna asli rambut.

Meskipun sama-sama mewarnai rambut, rupanya dua hal ini memiliki hukum yang berbeda. Berikut ini penjelasannya.

Hukum Mewarnai Rambut dalam Islam

Dilansir dari laman NU Online, persoalan mewarnai rambut telah dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdillah sebagai berikut:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ أُتِيَ بِأَبِي قُحَافَةَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ كَالثَّغَامَةِ بَيَاضًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَيِّرُوا هَذَا بِشَيْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ

Artinya: Diriwayatkan Jabir bin Abdullah, ia berkata: Pada hari penaklukan Makkah, Abu Quhafah datang dalam keadaan kepala dan jenggotnya telah memutih (seperti kapas, artinya beliau telah beruban). Lalu Rasulullah saw bersabda: Ubahlah uban ini dengan sesuatu, tetapi hindarilah warna hitam.

Penjelasan mengenai hukum mewarnai rambut dari hadits tersebut kemudian diterangkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Syarah Muslim. Berikut ini penjelasannya:

وَمَذْهَبنَا اِسْتِحْبَاب خِضَاب الشَّيْب لِلرَّجُلِ وَالْمَرْأَة بِصُفْرَةٍ أَوْ حُمْرَة ، وَيَحْرُم خِضَابه بِالسَّوَادِ عَلَى الْأَصَحّ ، وَقِيلَ : يُكْرَه كَرَاهَة تَنْزِيه ، وَالْمُخْتَار التَّحْرِيم لِقَوْلِهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( وَاجْتَنِبُوا السَّوَاد ) هَذَا مَذْهَبنَا

Artinya: Madzhab kita (Syafi’iyah) menganjurkan laki-laki dan perempuan untuk mewarnai rambut dengan warna kuning atau merah. Haram menggunakan warna hitam, dan ini merupakan pendapat paling sahih dalam mazhab Syafi’i. Namun menurut pendapat lain, mewarnai rambut dengan warna hitam hukumnya makruh tanzih (tidak berdosa jika dilakukan).

Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa hukum mewarnai rambut dalam Islam dibolehkan jika dilakukan menggunakan warna lain selain warna hitam atau warna dasar rambut.

Sementara itu, jika mewarnai rambut menggunakan warna hitam untuk mengembalikan warna asli, hukumnya adalah haram menurut Mazhab Syafi’i. Namun, pendapat lain mengatakan bahwa hukum mewarnai rambut dengan warna hitam adalah makruh tanzih (tidak berdosa jika dilakukan).

Pendapat yang Menyatakan Mewarnai Rambut adalah Sunnah

Semenatara itu, Syekh Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha, dan Ali asy-Syarbaji dalam kitabnya mengatakan hukum mewarnai rambut dengan warna hitam haram bagi perempuan dan wanita. Namun, mewarnai rambut dengan warna lainnya seperti merah atau kuning justru dihukumi sunnah.

Hal tersebut sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fiqhu al-Manhaji ‘ala Mazhabil Imam asy-Syafi’i berikut ini:

يَحْرُمُ صَبْغُ شَعْرِ الرَّأْسِ والِّلحْيَةِ بِالسَّوَادِ لِلرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ. وَيُسْتَحَبُّ صَبْغُ الشَّعْرِ بِغَيْرِ السَّوَادِ لِلرِّجَالِ وَالنِّسَاءِ، بِصُفْرَةٍ، أَوْ حَمْرَةٍ

Artinya: Diharamkan menyemir rambut dan jenggot dengan (semir) hitam bagi laki-laki dan perempuan. Dan, sunnah menyemir rambut dengan selain warna hitam bagi laki-laki dan perempuan, seperti warna kuning, atau warna merekah. (Musthafa al-Khin, dkk. dalam Fiqhu al-Manhaji ‘ala Mazhabil Imam asy-Syafi’i, [Damaskus, Darul Qalam: 1992], juz III, halaman 99).

BACA JUGA  Bolehkah Driver Ojol Pria Membonceng Perempuan Bukan Mahram?

Larangan mewarnai rambut dengan warna hitam, dan disunnahkan dengan warna lainnya tersebut didasarkan pada salah satu hadits Rasulullah setelah peristiwa Fathu Makkah. Kala itu, Rasulullah menyuruh sahabat Abu Quhafah untuk merubah warna rambutnya dengan selain warna hitam, sebagaimana dalam hadits berikut ini:

أُتِىَ بِأَبِى قُحَافَةَ رَضِىَ اللَّهُ عَنْهُ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ كَالثَّغَامَةِ بَيَاضًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّه: غَيِّرُوا هَذَا بِشَىْءٍ وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ

Artinya: Suatu hari ketika Fathu Makkah, Abu Quhafah dipanggil oleh Rasulullah. Saat itu, rambut kepala dan jenggotnya berwarna putih seperti merpati. Kemudian Rasulullah bersabda: ‘Ubahlah warna ubanmu ini, namun jangan gunakan warna hitam’. (HR Jabir).

Pendapat dari Kalangan Sahabat dan Tabi’in tentang Hukum Mewarnai Rambut dalam Islam

Dari beberapa rujukan sebelumnya, bisa disimpulkan bahwa sebagian besar ulama sepakat hukum mewarnai rambut menjadi hitam adalah haram, meskipun ada juga yang menyebut hukumnya makruh tanzih. Sementara itu, mewarnai dengan warna selain hitam hukumnya boleh bahkan ada yang menganjurkan.

Pendapat lainnya mengenai hukum mewarnai rambut dalam Islam juga datang dari kalangan beberapa sahabat dan tabi’in. Mereka menilai bahwa sekalipun boleh, lebih baik jika tidak mewarnai rambut.

Pendapat tersebut diprakarsai oleh Imam al-Qadhi. Menurutnya, sekalipun terdapat hadits yang menganjurkan kepada Abu Quhafah untuk mewarnai rambut, Rasulullah sendiri tidak mewarnai rambutnya.

تَرْكُ الخّضَابِ أَفْضَلُ

Artinya: Tidak mewarnai rambut lebih baik.

Sementara itu, ada juga beberapa kalangan tabi’in lainnya yang menilai bahwa mewarnai rambut lebih baik. Beberapa sahabat dan tabi’in yang diketahui mewarnai rambut yaitu Umar bin Khattab, Abu Hurairah, Uqbah bin Amir, Ibnu Sirin, Abu Bardah, dan beberapa tokoh lainnya. (Imam Nawawi, Syarhun Nawawi ‘alal Muslim, [Beirut, Darul Ihya’: 1392], juz 14, halaman 80).

Memaknai Hukum Mewarnai Rambut dalam Konteks Kehidupan Saat Ini

Dengan adanya berbagai pendapat ulama tentang hukum mewarnai rambut, tentunya akan timbul pertanyaan baru, lebih baik ikut yang mana?

Hal tersebut kemudian dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya. Dia menyebutkan bahwa dalam konteks mewarnai rambut, para ulama mempertimbangkan keadaan dan posisinya masing-masing.

وَاخْتِلَافُ السَّلَفِ فِى فِعْلِ الْأَمْرَيْنِ بِحَسَبِ اخْتِلَافِ أَحْوَالِهِمْ فِى ذَلِكَ مَعَ أَنَّ الْأَمْرَ وَالنَّهْىَ لَيْسَ لِلْوُجُوْبِ بِالْاِجْمَاعِ

Artinya: Perbedaan ulama salaf dalam melakukan dua hal tersebut (mewarnai dan tidak), tergantung perbedaan keadaan mereka. Sebab, perintah (baca: anjuran) dan larangannya tidak menunjukkan wajib secara konsensus. (Imam Nawawi, 14/80)

Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa jika seseorang hidup di tempat yang mayoritas penduduknya mewarnai rambut, maka hukum mewarnai di tempat tersebut dianjurkan. Namun, jika seseorang tinggal di tempat yang mayoritas penduduknya tidak mewarnai rambut, maka disunnahkan untuk tidak mewarnai dan makruh jika melakukannya.

Oleh Urwatul Wutsqaa (Kontributor Detik.com)

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru