26.1 C
Jakarta

Hati-hati! HTI Tengah Merusak Generasi Muda Kita

Artikel Trending

Milenial IslamHati-hati! HTI Tengah Merusak Generasi Muda Kita
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Sekitar dua tahun lalu, yayasan afiliasi HTI berhasil terbongkar. Yayasan Insantama. Sudah banyak yang mengulasnya. Yayasan tersebut menaungi puluhan sekolah terpadu. Namun para aktivis HTI mungkir dan pemerintah pun tak ada tindak lanjut. Aneh memang. Hari ini, Insantama sudah terang-terangan hadir ke publik, dan melakukan agenda ke-HTI-annya di media sosial termasuk YouTube. Insantama Channel, namanya, yang kini lebih dari 10 ribu subscriber.

Beberapa pekan lalu, sebuah podcast tayang perdana di kanal tersebut. Judulnya “Pemuda Pengubah Peradaban” dengan Felix Siauw sebagai narasumber. Host-nya M. Fatih Alif, siswa SMAIT Insantama Bogor. Video berdurasi 36 menit itu sudah ditonton hampir dua ratus ribu kali—jumlah mencengangkan yang mengindikasikan animo masyarakat terhadap HTI masih sangat tinggi. HTI benar-benar serius menyasar generasi muda. Masa depan anak muda dala ancaman.

Sekadar info, sebenarnya generasi muda sudah lama jadi incaran mereka. Aktivis HTI hari ini bahkan juga menyasar para gamers; mobile legends dll. Jurusnya sama, semuanya tentang “kejayaan Islam”. HTI tengah membentuk mindset anak muda yang maniak kejayaan namun hanya melalui satu jalur; politik. Para aktivis HTI menjejali generasi muda dengan hasrat memuncak tentang khilafah. Bayangkan ketika mereka sudah dewasa, dua puluh tahun dari sekarang. Bagaimana nasib negara ini?

Sangat berbahaya. HTI tengah merusak generasi muda. Generasi Indonesia jadi lebih suka dengan Felix Siauw, Ismail Yusanto, Rakhmat S Labib, dan para penghancur masa depan bangsa lainnya. Generasi muda jadi tidak kenal Islam moderat—bahkan membencinya dan menuduhnya sebagai liberal. Tak ada Gus Mus, Gus Baha, Gus Dur, Quraish Shihab, HAMKA, dan ulama-ulama otoritatif di kepala mereka. Anak muda jadi suka mencaci-maki setiap melihat yang berbeda. Sungguh, ini sinyal bahaya.

Tindakan tegas harus segera diambil. Pemerintah harus segera membuat regulasi khusus, jika HTI memang mau dilawan. Jika tidak, generasi mudah menjadi taruhannya. Bukan sekarang, memang, tapi di masa depan, masa di mana ulama-ulama moderat kita mungkin sudah wafat dan yang tersisa hanyalah Ismail Yusanto dan Felix Siauw. Bisa dipastikan, negara ini akan hancur. Faktor penyebabnya jelas: HTI dan kepalsuannya sudah menguasai generasi muda harapan bangsa.

HTI dan Kepalsuannya

Tujuan utama HTI adalah mendirikan negara khilafah berdasarkan interpretasi mereka tentang Islam. Meskipun organisasi tersebut menyatakan dirinya sebagai non-kekerasan dan beroperasi secara legal di beberapa negara, termasuk Indonesia, HTI telah menghadapi kontroversi dan kritik dan penyingkapan propagandanya sendiri. Jadi, jika ada HTI bilang tidak ingin khilafah, dipastikan ia berdusta. Banyak kepalsuan yang mereka tampilkan untuk menipu generasi muda. Waspada!

Kepalsuan HTI bervariasi, tergantung sudut pandang. Ada beberapa bukti konkret. Pertama, radikalisme dan ekstremisme. HTI memiliki pandangan politik yang radikal dan ekstrem, seperti menganjurkan pemisahan agama dan negara, serta mengadopsi ideologi yang bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi dan Pancasila. Tetapi sekarang bahas mereka agak halus, yaitu ‘kejayaan Islam’. Padahal itu palsu. Aslinya, mereka ingin merombak sistem negara. Benar-benar radikal dan ekstrem.

Kedua, anti-Pancasila. HTI aslinya menentang Pancasila, namun mereka tidak pernah buka-bukaan karena khawatir orang-orang tidak minat masuk ke dalamnya dan takut pemerintah memenjarakan para propagandisnya. Ketiga, keterlibatan dalam kegiatan terlarang. Propaganda khilafah ala HTI jelas berdapak buruk, tetapi kegiatan terlarang mereka tetap jalan. Berkat kepalsuannya, mereka tak tampak sebagai anti-Pancasila atau terlibat kegiatan terlarang. Gerakannya benar-benar rapi.

BACA JUGA  Menyelamatkan Demokrasi: Menentang Politik Dinasti dan Khilafahisasi NKRI

Buktinya, siapa yang sadar bahwa podcast Felix dengan sisma Insantama kemarin sebenarnya tengah meracuni pikiran generasi muda? Fatih tampil memakai seragam SMA, tujuannya untuk menggaet generasi seumurannya. Felix juga tampil seolah paling paham sejarah, padahal bicaranya hanya muter-muter penaklukan Konstantinopel. Ketika ia bilang bahwa pemuda adalah kunci peradaban, ia sebenarnya mengatakan “pemuda harus jadi pelopor khilafah”.

Seluruhnya terkemas dengan sistematis sampai tidak ada yang sadar bahwa mereka sedang diracuni pemikiran-pemikiran HTI. Lalu bagaimana cara melawan propaganda tersebut?

Melawan Propaganda

Mengatasi propaganda adalah tugas yang kompleks dan melibatkan sejumlah langkah dan regulasi yang efektif. Ada beberapa hal yang boleh jadi alternatif untuk melawannya. Pertama, pendidikan dan kesadaran. Pendidikan berkualitas dan peningkatan kesadaran masyarakat sangat penting untuk membantu pengembangan kritisisme dan kemampuan untuk mengenali propaganda. Pembelajaran kritis tentang media, sumber informasi, logika berpikir, dan metode analisis, misalnya.

Kedua, transparansi media. Mendorong transparansi media itu penting dalam melawan propaganda. Keharusan identifikasi sumber informasi, menyediakan klarifikasi ketika informasi keliru disebarkan, dan memberikan akses terbuka dan adil kepada berbagai sudut pandang, itu tidak boleh ditawar. Masalahnya, Insantama tidak pernah transparan dengan medianya, dan pemerintah juga tidak punya regulasi terkait untuk menertibkan mereka. Ironi.

Ketiga, pengawasan dan regulasi. Regulasi itu efektif bantu melawan propaganda dengan membatasi penyebaran informasi yang salah, menyesatkan, atau merugikan. Badan pengawas dan otoritas yang independen dapat memainkan peran penting dalam memantau konten, dan menegakkan standar etika dalam media. Istilahnya harus ada moderator semua platform, baik YouTube, Podcast, Instagram, dan yang lainnya. Ini memang agak sulit, tapi efektivitasnya tak diragukan.

Keempat, promosi keanekaragaman media. Mendorong keberagaman media dan pluralisme pendapat dapat membantu mengurangi dominasi propaganda tunggal atau kelompok kepentingan tertentu. Masyarakat yang memiliki akses luas terhadap berbagai sumber informasi dapat membuat keputusan yang lebih terinformasi dan kritis.

Kelima, literasi media. Peningkatan literasi media pada semua tingkatan masyarakat dapat membantu pengembangan pemahaman yang lebih baik tentang segala hal. Cara kerja media, misalnya, termasuk cara mengenali dan menafsirkan propaganda. Ini melibatkan monitoring keterampilan dan pengetahuan tentang sumber informasi, fakta vs opini, penggunaan data, dan logika berpikir kritis. Jika literasi media sudah mumpuni, generasi muda tidak akan jadi sasaran propaganda HTI.

Namun tetap perlu dicatat, melawan propaganda adalah tugas yang kompleks dan tidak ada solusi tunggal yang dapat bekerja dalam semua konteks. Mesti ada pendekatan komprehensif dan kontinu yang melibatkan berbagai pihak. Terutama generasi muda itu sendiri, harus punya kesadaran kuat bahwa HTI tengah berusaha merusak mereka. Bukan malah terjerumus. Kenapa? Karena sesuai kata Felix pada podcast kemarin,

Bangsa itu hancur bukan karena hancurnya orang tua, tapi karena hancurnya pemuda-pemuda.”

Hati-hati. Felix dan para aktivis HTI lainnya tengah meracuni mindset dan paham keislaman Anda.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru