31.9 C
Jakarta

Fakta tentang Virus Radikal-Terorisme yang Menyasar Remaja

Artikel Trending

KhazanahOpiniFakta tentang Virus Radikal-Terorisme yang Menyasar Remaja
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Perlu diketahui dewasa ini kelompok-kelompok radikal melakukan rotasi dan perubahan strategi indoktrinisasi dan perekrutan. Pada awalnya mereka mengincar kelompok masyarakat dewasa yang sudah matang dan siap digunakan kini sasaran utamanya telah diganti kepada kelompok remaja yang masih labil.

Fenomena ini dapat dilihat dari hasil penelitian Indonesian Knowledge Hub (I-KHub) BNPT Outlook Tahun 2023 yang mendapati kelompok-kelompok radikal ekstrem kini memfokuskan upaya radikalisasi kepada para remaja, anak-anak, dan perempuan. 

Upaya radikalisasi pada remaja dan anak-anak menunjukkan strategi mereka untuk menyebarkan ideologi radikal kepada kelompok yang lebih rentan. Perubahan taktik tersebut memperlihatkan kepada kita bahwa kelompok mereka sedang berusaha memperluas basis pengikut dengan metode jangka panjang.

Kelompok remaja dan anak-anak rentan terhadap paparan arus radikalisme. Proses pertumbuhan dan perkembangan menuju kedewasaan justru dilihat sebagai titik kelemahan seseorang yang dapat dimanfaat oleh kelompok teroris.

Fase remaja adalah masa yang paling krusial dalam kehidupan manusia. Pada fase ini arah dan tujuan hidup seseorang sedang terbentuk. Sehingga pengaruh yang masuk dalam periode ini memegang peranan penting dalam membentuk karakter dan nilai-nilai seseorang.

Sayangnya fase pertumbuhan yang sangat penting ini justru dirusak oleh kelompok teroris. Mereka menyerang mental para remaja agar para remaja dan anak-anak, membenarkan paham-paham radikal sebagai tujuan dan arah hidup.

Remaja yang berhasil dipengaruhi akan menjadi rekrutan yang potensial. Tindakan dan pemikiran para remaja dapat dikendalikan maka secara otomotis keuntungan jangka panjang akan didapatkan kelompok radikal.

Fase remaja adalah masa di mana seseorang sedang mencari dan menemukan jati diri dan identitas yang melekat dalam diri mereka. Masa di mana remaja mulai menggali nilai-nilai, minat, dan pandangan hidup yang membentuk karakter serta tata cara hidup yang akan mereka terapkan dalam menjalani hidup.

Ketika kelompok teroris menginfiltrasi masa penting ini mereka akan dengan mudah merubah nilai-nilai dan paham negatif terlihat menjadi positif dalam pandangan para remaja.

Remaja masih memiliki idealisme dan semangat yang sangat tinggi untuk menjunjung kebenaran dan keadilan. Namun mereka belum memiliki kapasitas dan pengetahuan yang cukup untuk menilai mana yang benar dan mana yang salah untuk diperjuangkan.

Dengan berbagai dalil dan dalih yang dibuat-buat, kelompok radikal berusaha menanamkan pemahaman bahwa mereka adalah kebenaran yang ditindas kelompok mayoritas. Pemahaman salah ini akan membuat remaja dan anak-anak muda merasa terpanggil untuk menegakkan keadilan dan kebenaran yang sedang tertindas.

Pemahaman serta akses teknologi khususnya media sosial yang sudah menjadi bagian hidup dari remaja juga dapat menjadi bumerang. Menyadari remaja cenderung aktif di platform online khususnya media sosial, teroris mencoba membuat narasi dengan konten menarik untuk merayu dan memengaruhi emosi remaja sehingga mendukung apa yang menjadi tujuan kelompok radikalis.

Paham radikal yang menyebar di kalangan remaja berpotensi menjadi tindakan teror yang sangat mengerikan. Dalam catatan aksi terorisme di Indonesia, keterlibatan remaja dan pemuda semakin terlihat banyak.

Keterlibatan remaja dan pemuda dalam aksi terorisme dimulai dari kasus bom bunuh diri di Hotel JW Marriot Jakarta tahun 2009 silam yang melibatkan remaja berusia 18 tahun. Selanjutnya peran remaja dalam rentetan kasus terorisme yang terjadi juga semakin terlihat misalnya dalam kasus pemboman Gereja Katolik Medan (2016), penyerangan Mako Brimob (2018).

BACA JUGA  Kebinekaan dan Langkah Mendesak Meredam Panasnya Konflik Elektoral

Perubahan arah taktik kelompok radikal yang mengincar kelompok remaja dan anak-anak membawa tantangan baru dan dampak bahaya dalam jangka waktu yang sangat panjang serta lingkup yang luas. Jika masih disepelekan dan tidak diperhatikan dengan benar, maka taruhannya adalah masa depan generasi bangsa akan dirusak kelompok tidak bertanggung jawab.

Bangun Kerukunan Keluarga

Peranan keluarga masih memegang peranan penting untuk mengawasi dan membimbing arah pertumbuhan remaja agar tidak menapaki jalan yang salah. Penelitian yang dilakukan oleh Arianti (2018) menemukan fakta bahwa peran orang tua sangat besar dalam proses indoktrinasi ideologi radikal dalam diri anak-anak dan remaja.

Kebanyakan remaja yang terpapar oleh paham radikal karena tidak mendapatkan akses kebersamaan serta pembimbingan keluarganya. Sehingga mereka akan mencari tempat yang dapat menerima keluh kesah, serta memberikan solusi permasalahan mereka tidak terkecuali kelompok radikal.

Ketika remaja tidak memiliki tempat yang aman untuk berbicara, berbagi, atau mencari bimbingan, mereka mudah terjebak dalam lingkaran teman sebaya yang mempromosikan pandangan yang ekstrem atau bahkan terlibat dalam aktivitas radikal.

Oleh karena itu, keberadaan dan peran keluarga sebagai sumber kebersamaan dan pembimbingan sangat penting dalam membentuk pemikiran dan perilaku positif remaja.

Kerukunan dalam sebuah keluarga dapat menciptakan lingkungan positif bagi tumbuh kembang remaja. Ini bukan hanya menciptakan pelindung terhadap paparan ideologi ekstremis, tetapi juga memberikan fondasi untuk pertumbuhan pribadi-sosial yang sehat. Untuk menciptakan kerukunan dalam sebuah lingkungan keluarga, ada beberapa komponen yang harus diperhatikan oleh orang tua.

Pertama, orang tua harus bisa membangun komunikasi yang positif terhadap anak-anak khususnya ketika menginjak usia remaja. Hal itu penting sekali terhadap tumbuh kembang remaja. Mereka akan merasa didengar, dimengerti, dan didukung oleh orang dewasa di sekitarnya.

Komunikasi positif dapat merangsang remaja untuk terbuka terhadap pemikiran, pertanyaan, atau kekhawatiran yang sedang mereka alami khususnya tentang pengaruh yang mereka rasakan.

Secara bertahap orang tua dapat memberikan berbagai arahan positif yang membangun, khususnya tentang hukum sebab akibat. Pemahaman tentang hukum ini dapat mengurangi remaja terpapar pengaruh radikalisme, sebab memungkinkan remaja untuk mengenali konsekuensi dari tindakan atau keputusan mereka.

Kedua, orang tua harus memberikan akses dan pemahaman kepada anak-anak untuk memperdalam ilmu agama dengan benar. Pendalaman ilmu agama dapat memberikan pemahaman bagi remaja tentang moral, etika, dan ajaran agama yang seimbang. Selain itu jika memahami agama dengan benar maka seorang remaja dapat menganalisis metode pencucian otak yang mengatasnamakan agama.

Ketiga, pihak orang tua harus melakukan pengawasan penuh terhadap dunia digital anak-anaknya. Kehadiran internet sudah menjadi bagian dari kehidupan remaja. Dengan kemudahan akses informasi, memungkinkan remaja dapat terpapar paham berbahaya.

Pengawasan orang tua terhadap dunia digital anak dapat menjadi filter untuk memantau jenis konten yang diakses dan interaksi yang terjadi di dunia maya.

Karena itu, kerukunan dan harmoni dalam sebuah lingkungan keluarga dapat menjadi solusi yang sangat penting dalam menurunkan angka radikalisme remaja di Indonesia. Proses pertumbuhan remaja dapat diarahkan ke jalan yang benar, sehingga masa depan generasi bangsa dapat terselamatkan.

Muhamad Andi Setiawan
Muhamad Andi Setiawan
Sarjana Sejarah Islam UIN Salatiga. Saat ini aktif dalam mengembangkan media dan jurnalistik di Pesantren PPTI Al-Falah Salatiga.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru