33.5 C
Jakarta

Bahasa Baku dan Tidak Baku, Seberapa Penting?

Artikel Trending

KhazanahLiterasiBahasa Baku dan Tidak Baku, Seberapa Penting?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Bahasa Indonesia adalah termasuk bahasa yang sangat penting untuk dipelajari oleh setiap orang yang mengaku terlahir di Indonesia. Memang tak dipungkiri bahwa pada umumnya orang Indonesia dapat berbicara atau mengucapkan kalimat berbahasa Indonesia dengan mudah, bahkan sangat lancar.

Terlebih bagi orang-orang yang terlahir di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Bandung, yang mana orangtua mereka terbiasa mengajari anak-anaknya berbicara bahasa Indonesia sejak masih kecil.

Namun realitas memaparkan, ternyata  masih banyak orang Indonesia (baik yang hidup di perkotaan, lebih-lebih di daerah pedesaan) yang belum mampu menuliskan kata-kata dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar sesuai kaidah berbahasa yang telah ditetapkan, atau sesuai dengan PUEBI (Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia) atau EYD (Ejaan Yang Disempurnakan).

Dari sini kita dapat memahami bahwa mengucapkan dan menuliskan kalimat dengan menggunakan bahasa Indonesia secara lancar saja masih belum cukup. Karena kita juga dituntut harus mempelajari (menguasai) kaidah berbahasa dengan baik dan benar.

Terlebih ketika seseorang hendak menulis sebuah karangan ilmiah (skripsi atau tesis misalnya) atau membuat surat lamaran pekerjaan, maka mau tidak mau dia harus menguasai cara penulisan kata-kata dalam bahasa Indonesia dengan baik, tepat, mudah dipahami, dan tidak bertele-tele.

Memang saya akui, berbahasa Indonesia dengan baik dan benar itu tidak mudah. Sebagai seorang penulis, saya di sini pun masih terus belajar cara berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Semakin saya belajar, saya pun semakin menyadari bahwa masih banyak hal- hal yang belum saya ketahui.

Ragam Berbahasa

Sebagaimana telah dimaklumi bersama bahwa dalam bahasa Indonesia kita mengenal istilah bahasa baku dan tidak baku. Dalam tulisannya, Fahri Zulfikar menjelaskan, dalam konteks bahasa, kata baku bisa diartikan tolok ukur kata yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan; standar.

Di Indonesia standar yang dimaksud ialah mengacu kepada KBBI dan PUEBI. Kata baku digunakan sebagai acuan resmi dalam kaidah bahasa agar masyarakat memiliki rujukan ragam bahasa yang sama.

Sementara kata tidak baku merupakan tolok ukur kata yang belum memenuhi kesepakatan standar dalam KBBI. Biasanya, kata tidak baku digunakan karena kebiasaan penutur dalam pengucapan kata-kata yang dipengaruhi oleh dialek daerah ataupun kata serapan yang masih asing. Misal lidah terbiasa mengucap “antri” dibanding “antre”.

BACA JUGA  Spirit Literasi: Aku Menulis Maka Aku Ada

Sementara itu, dalam Kamus Saku Bahasa Indonesia yang disusun oleh Tim Bentang Pustaka (2010) dijelaskan, bahasa baku ialah bahasa yang digunakan oleh masyarakat yang paling luas pengaruhnya dan paling besar wibawanya.

Salah satu wujud bahasa baku Indonesia adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang disusun secara sistematis oleh Pusat Bahasa, sebuah lembaga di bawah Departemen Pendidikan Nasional.

Fungsi bahasa baku, sebagaimana dikemukakan Drs. Anton Moeliono, M.A., tiga fungsi bersifat sebagai pelambang, sedangkan satu lagi bersifat objektif: (1) fungsi pemersatu bangsa, (2) fungsi kepribadian masyarakat Indonesia, (3) fungsi penambah wibawa, dan (4) fungsi kerangka acuan (frame of reference).

Dalam buku tersebut (Kamus Saku Bahasa Indonesia) juga dibeberkan, sejak awal kemerdekaan dan pengukuhannya sebagai bahasa resmi negara (lihat UUD 1945, Bab XV, pasal 36), bahasa Indonesia terus mengalami perkembangan.

Awalnya bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan yang menggantikan bahasa Belanda. Karena bahasa Melayu kala itu banyak dikuasai oleh kalangan cendekiawan (terutama yang berasal dari Pulau Sumatra) serta seringnya digunakan untuk perdagangan antarpulau, jadilah bahasa Indonesia didasarkan pada bahasa Melayu.

Namun, dalam pekembangannya, kedua bahasa ini mengalami banyak perubahan sehingga cukup mempunyai perbedaan.

Kesimpulannya, menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar mestinya menjadi ciri khas masyarakat Indonesia. Dalam obrolan atau percakapan sehari-hari mungkin kita masih bisa dengan bebas menggunakan kata-kata yang tidak baku dan kadang bercampur dengan bahasa daerah masing-masing.

Hal ini sangat lumrah dan tak perlu diperdebatkan, karena bahasa keseharian (tidak baku) itu lebih mudah diterima dan dipahami daripada menggunakan bahasa baku yang terdengar sangat kaku dan kurang komunikatif.

Namun, ketika kita sudah berada di ranah atau kalangan yang lebih luas, terlebih saat kita berada di sebuah instansi atau lembaga pendidikan, misalnya ketika seseorang hendak menyampaikan pidato atau sambutan, atau saat menulis sebuah karya ilmiah, maka menggunakan bahasa baku seyogianya menjadi pilihan yang tak bisa ditawar-tawar lagi.

Sam Edy Yuswanto
Sam Edy Yuswanto
Bermukim di Kebumen, tulisannya dalam berbagai genre tersebar di berbagai media, lokal hingga nasional, antara lain: Koran Sindo, Jawa Pos, Republika, Kompas Anak, Jateng Pos, Radar Banyumas, Merapi, Minggu Pagi, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, dll.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru