Harakatuna.com. Jakarta – Pengamat isu radikalisme dan terorisme Amir Mahmud menilai, Ramadan tahun ini merupakan momen untuk memperkuat kebersamaan masyarakat Indonesia seusai Pemilu 2024.
Amir Mahmud menyoroti pentingnya kebersamaan dalam menjalani kehidupan bersama, terutama setelah pemilu. Pasalnya, lanjut dia, kebersamaan bukan hanya milik personal atau kelompok, tetapi milik seluruh bangsa.
“Tantangan utamanya adalah egoisme dan kepentingan yang berawal dari ego, baik dalam tingkat personal maupun kolektif. Hal ini sering kali menghambat terwujudnya kehidupan yang harmonis dan solidaritas di antara masyarakat,” ujar Amir di Jakarta, Selasa (26/3/2024).
Seperti halnya awal memasuki Ramadan yang terdapat perbedaan dalam menentukan mulainya ibadah puasa, Amir menuturkan, perbedaan sering kali tidak hanya pada hal-hal yang substansial, tetapi juga pada sesuatu yang dianggap biasa atau bahkan tidak begitu penting.
Untuk itu ketika Indonesia sebagai bangsa serius mendiskusikan persatuan, berarti terdapat perbedaan yang disatukan.
Ia menegaskan, perbedaan yang ada jangan sampai memberikan dampak buruk terhadap visi Indonesia yang menaungi berbagai golongan.
Dikatakan, dengan memiliki tujuan yang sama sebagai suatu bangsa, rakyat Indonesia dapat berkontribusi lebih baik membangun negaranya secara komprehensif tanpa mempersoalkan isu primordial, seperti perbedaan suku, ras, atau agama.
Oleh karena itu, dia berpendapat Ramadan membawa pengaruh positif terhadap dimensi spiritual dan sosial yang sangat penting dalam membangun kebersamaan.
Dari segi spiritual, ia menyebutkan puasa merupakan perintah Allah yang mengajarkan ketaatan dan kesadaran beragama.
Adapun dari segi sosial, puasa mengajarkan kesalehan sosial dan menciptakan lingkungan yang harmonis, sehingga muncul solidaritas, empati, dan tolong-menolong antarsesama tanpa memandang perbedaan agama atau kepercayaan.
Amir menambahkan, datangnya Ramadan juga mengajarkan sikap empati dan toleransi. Umat beragama saling memahami dan mendukung satu sama lain. Hal tersebut berlaku bagi yang berpuasa maupun tidak.
Alasannya, puasa mengajarkan untuk merasakan derita sesama melalui keharusan menahan lapar dan dahaga. Dengan demikian, dia menilai ibadah puasa seharusnya dapat menciptakan lingkungan yang kondusif dan menjauhkan diri dari sikap intoleransi.
“Dengan memanfaatkan momen ini secara baik, umat beragama di Indonesia dapat membentuk masyarakat yang lebih baik, lebih damai, dan lebih toleran,” tutur Amir Mahmud.