32.5 C
Jakarta

Aktif Menulis sebagai Strategi Penguatan Mental

Artikel Trending

KhazanahLiterasiAktif Menulis sebagai Strategi Penguatan Mental
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Disadari atau tidak, seorang anak kecil yang mulai mengenal pengetahuan di luar lingkungan sosialnya adalah dengan berbahasa. Ia dapat mengenal atau berinteraksi dengan dunia luar dengan bahasa. Baik bahasa verbal maupun dengan non-verbal. Secara psikologis, interaksi ini memberikan dampak bagi perkembangan mental dan emosional.

Lebih lanjut, perkembangan kepribadian anak dapat menentukan kematangan dari tingkat kecerdasan anak (IQ). Ada beberapa variabel untuk menentukan tingkat inteligensi anak. Secara umum dapat dilihat dari aktivitas sehari-hari. Dalam beberapa kasus, ada beberapa anak yang bersifat tertutup alias introvert, atau sebaliknya bersifat terbuka—ekstrovert. Ini sangat bergantung pada kondisi lingkungannya.

Kemampuan literasi anak, baik membaca, menulis dan berhitung juga berbeda-beda. Maka proses edukasi anak pada usia prasekolah, sangat bergantung kepada cara dan siapa pendampingnya. Dalam hal ini tentunya peran keluarga (non-formal) lebih dominan.

Pada masa kini, bisa dikatakan terjadi revolusi logika besar-besaran. Kemajuan teknologi begitu pesat yang diiringi dengan metode dan pola edukasi yang berbeda dengan kondisi beberapa tahun silam. Kemajuan ini mendorong ilmu dan pengetahuan juga berkembang secara dinamis. Munculnya tantangan-tantangan baru yang menuntut siapa saja, harus berpikir cerdas; siapa saja harus menjadi pintar.

Bahkan, dalam beberapa pendapat ahli, orang menjadi lebih mudah dalam segala hal, baik sumber informasi maupun belajar secara otodidak dengan bantuan teknologi. Sayangnya, kemampuan penguasaan teknologi berbasis digital kebanyakan orang berpikir secara instan. Tidak diimbangi dengan kemampuan analisis tentang sebab-akibat.

Dalam beberapa teori tentang menulis, bahwa menulis merupakan proses perubahan bentuk pikiran; angan-angan; perasaan; dan menjadi wujud lambang atau tanda dan juga tulisan bermakna.

Menulis itu penting, karena dengan adanya tulisan kita bisa memberikan informasi bagi orang lain yang membutuhkannya. Menulis juga merupakan sarana untuk berkomunikasi. Di masa kini jauh lebih mudah dan instan, karena bantuan teknologi yang sangat maju.

Lalu, apa dampak menulis bagi kesehatan psikologis—emosional—penulis? Dengan menulis, tentunya dapat meluapkan perasaan dan emosi yang terpendam. Menulis juga menjadi cara unik untuk bercerita kepada orang lain. Entah, pada saat menulis kita dalam keadaan sedih, gembira, marah, atau galau. Ini adalah fase tingkatan emosional seseorang.

Kondisi semacam itu dapat berbanding terbalik, ketika seorang penulis mengawali tulisannya dengan kondisi ketika penulis tersebut menyelesaikan tulisannya. Kondisi yang terkadang disebut sebagai perubahan antara verbal dan nonverbal. Seakan apa yang terpendam bisa terluapkan dengan perasaan puas.

BACA JUGA  Mengalami Writer’s Block? Kenali Ciri-ciri dan Tips Mengatasinya!

Dengan menulis, tentu akan menghasilkan energi dan aura positif bagi penulisnya. Terutama dalam mengatasi masalah atau tekanan gangguan psikis. Secara tidak langsung, seorang penulis harus banyak membaca dan menguasai referensi literasi, sebagai dasar kebutuhan dalam menulis.

Terapi menulis pertama kali dicetuskan oleh Pennebeker (psikolog, 1989) dan dikenal dengan teori expressive writing. Beberapa manfaat yang dikemukakannya dalam kegiatan menulis, adalah:

  1. Mengubah sikap dan perilaku, meningkatkan kreativitas, memori, motivasi, dan berbagai hubungan antara kesehatan dan perilaku;
  2. Membantu mengurangi penggunaan obat-obatan yang mengandung unsur kimia;
  3. Mengurangi intensitas untuk konsultasi/terapi mental;
  4. Hubungan sosial semakin positif dengan masyarakat.

Salah satu manfaat dari kegiatan menulis bagi masyarakat adalah terpeliharanya ekosistem literasi dan bahasa. Dan ini juga merupakan proses edukasi, yang tidak hanya semata bergantung melalui proses pendidikan formal. Banyak penulis yang melatih kemampuan dan keterampilan menulis secara mandiri dan autodidak.

Ini membuktikan, bahwa kegiatan menulis, tidak hanya sekedar belajar dan pembelajaran dalam memajukan literasi. Bahkan lebih dari itu, menjadi jalan atau cara untuk mengatasi disfungsi emosional dalam konteks sosial.

Proses menulis juga dapat digunakan sebagai media penyembuhan dan peningkatan kesehatan mental. Cuma persoalannya, tidak semua orang mampu mengatasi disfungsi mental dengan kegiatan menulis. Tentunya ada hal-hal lain yang memengaruhi kemampuan seseorang, misalnya karena secara dasar tidak memiliki bakat dan tidak menguasai teori dasar menulis.

Meski bukan sebagai indikator yang valid, rata-rata penulis yang menulis karya-karya fiksi, jauh lebih cepat dan kuat dalam pembentukan karakter mental. Sebaliknya penulis yang berkecenderungan menulis artikel atau opini, lebih hidup dalam hal-hal realita. Maka sering dibedakan, menulis opini bersifat egaliter, karena dapat dilakukan oleh siapa saja.

Berbeda halnya dengan penulis yang berkreativitas dengan karya-karya fiksi. Umumnya, penulis karya fiksi sangat menonjol untuk berimajinasi dan melahirkan gagasan yang bisa melahirkan wujud nyata dan tidak nyata. Rata-rata kemampuan mentalitas penulis fiksi lebih baik.

Maka, solusi untuk membangun atau menguatkan mental bisa dilakukan dengan cara menulis. Menulis itu bisa dikatakan biayanya sangat murah, dan sangat mudah untuk dijangkau. Maka, segera menulis dan milikilah mental yang kuat.

Vito Prasetyo
Vito Prasetyo
Pegiat sastra dan peminat budaya. Mukim di Malang, Jawa Timur.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru