31 C
Jakarta

2024: Momentum Memperkuat Demokrasi

Artikel Trending

Milenial Islam2024: Momentum Memperkuat Demokrasi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Setelah jatuhnya rezim Orde Baru (Orba) 1998, salah satu buah yang dapat dinikmati adalah terbebasnya kampus atau kegiatan akademis dari kontrol negara. Pada ranah perkuliahan strata satu pada awal 2000-an, ibarat musim, yang terjadi adalah musim semi kebebasan kampus.

Kala itu diskusi tergolong “haram” pada zaman Orba bisa dilakukan oleh warga kampus. Terkadang memang ada ancaman dari kelompok tertentu tetapi tidak sampai tahap yang begitu mengkhawatirkan.

Benih-Benih Ancaman

Setelah hampir belasan tahun benih-benih ancaman tampaknya kian membahayakan. Dulu hanya pada level hendak mematahkan ranting pohon, sekarang tidak segan untuk mencabut akar pohonnya.

Suatu bukti intervensi kampus terjadi di kampus-kampus Indonesia. Dengan cara hanya ditelepon saja rektornya, diskusi di kampus tidak bisa diselenggarakan.

Apalagi ditambah intervensi kelompok-kelompok esktrem yang mencoba menghalau dan melarang jalannya demokrasi. Kelompok ini biasanya berteriak atas nama agama dan umat Indonesia.

Gangguan atau boikot demokrasi pertama datang dari masyarakat yang [sok] ikut “mengawasi” akademis di kampus. Mereka tidak segan mengintervensi bahkan menemui pimpinan (rektor) perguruan tinggi ketika menganggap suatu kegiatan di kampus membahayakan atau tidak sejalan pandangan dengan akidah versi mereka.

Gangguan kedua datang dari pihak internal perguruan tinggi yang memiliki sikap apatis. Ketika ada salah satu panitia penyelenggara bedah buku atau diskusi membuat suatu cacatan kecil atas ancaman terhadap kampus, ada civitas academica yang mencoba nyeletuk dan merongrong salah satu panitia.

Intervensi

Gangguan berikutnya berpotensi datang dari aktor negara yang tidak bersedia dan bertindak serta merta. Dia tidak mendukung terselenggaranya acara dengan memberikan fasilitas penjagaan dan pengamanan, tetapi lebih cenderung meminta membatalkan kegiatan yang beralasan akan mengundang kegaduhan.

Ingat, intervensi yang berlebihan dalam institusi dan kegiatan perguruan tinggi yang disertai ancaman pembubaran adalah awal dari terjadinya genosida demokrasi. Kalau modus semacam ini berhasil, institusi dan warga kampus ketakutan terkejang-kejang, menangis tersedu-sedu, lalu tunduk pada kemauan kelompok non-akademis, bagaimana cara mensucikan wajah akademis dan demokrasi yang selama ini tumbuh subur nan berseri-seri?

BACA JUGA  Kelucuan Pengedar Khilafah dalam Menanggapi Perbedaan Awal Bulan Puasa

Kalau hal semacam itu terjadi, saya yakin akan menjadi role model yang siap adaptasi di perguruan tinggi lain di bumi Bhinneka ini. Akan cepat menular kemana-mana berkat dukungan teknologi yang kian semakin canggih. Kalau penyakit macam virus ini kian mewabah, sudah barang pasti ini bukan sembarangan virus karena sukses menyerang ke jantung kehidupan manusia.

Virus Membahayakan

Virus yang entah dari mana asalnya, namun secara signifikan telah membuat kita tersengat sebuah kekuatan tiang listrik yang Maha Kuat. Membuat benjol seperti bakpao, gagar otak dan kejang-kejang, berderak dan kalau tak segera didiagnosa secara benar, serta dicarikan dokter dan obat penawarnya yang profesional dan ampuh, maka virus akan menggerogoti tubuh bangsa Indonesia.

Coba bayangkan, kalau boleh saya mengambil contoh lagi, belakangan ini terjadi demo-demo besar berjili-jilid bertanggal cantik mengatasnamakan agama, pembubaran pengajian oleh sekelompok yang berbeda sekte, tawuran dari lapisan masyarakat sampai ke dewan-dewan terhormat.

Yang tak kalah miris, hujat-menghujat di media sosial lantaran kekecewaan seseorang terhadap tokoh-tokoh politisi, aktris dan agama yang mereka anggap tidak benar. Kelompok agama sudah tak malu lagi dalam menjajakkan keyakinannya dan menjual agamanya.

Bersalah pun dianggap benar karena dianggap tidak melanggar konstitusi dan akidah. Kesimpulannya ini penyakit hati dan penyakit jiwa yang akut akan pengaruh terhadap kesehatan fisik. Apalagi penyakit ini sumbernya dari dalam kekuasaan.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru