31.9 C
Jakarta

Tulis Tangan dan Manfaatnya yang Terlupakan

Artikel Trending

KhazanahLiterasiTulis Tangan dan Manfaatnya yang Terlupakan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Revolusi industri 4.0 telah membawa perubahan besar dalam dunia literasi. Dari era tumpukan kertas menjadi era lampiran file, dari era konvensional menjadi era digital, hingga dari era ‘terbatas’ menjadi era ‘bebas’.

Masa ketika para pencari ilmu sedang mendekap bebarapa buku tulis catatan, buku tulis tugas, dan beberapa buku paket atau LKS; telah berubah menjadi masa ketika para pelajar hanya membawa sebuah benda seukuran ketokan kuku yang disebut flashdisk dan sebuah benda kotak lebar yang disebut tablet.

Penanda yang paling tampak di era Revolusi Industri 4.0 ini, bahkan tengah digembor-gemborkan era society 5.0, adalah perubahan sebagian besar lini kehidupan menjadi serba digitalisasi. Media-media masa secara perlahan telah beralih ke platform digital. Layanan-layanan kemasyarakatan juga mulai beralih menjadi pelayanan digital, interview digital, bahkan sempat heboh dengan berita akad nikah digital.

Tak heran jika era ini kerap disebut dengan era dalam jaringan, karena jarak tak lagi menjadi hambatan. Pendidikan pun tak ingin ketinggalan dengan penggunaan e-learning dan aplikasi-aplikasi virtual kependidikan yang lain. Meskipun Revolusi ini sejatinya terkesan ‘paksaan’ sebab kondisi wabah yang kian memakan banyak korban.

Penggunaan istilah juga mulai bergeser dari arti harfiah istilah itu sendiri. Istilah ‘karya tulis’ telah bergeser maknanya menjadi ‘karya ketik’. Sebab realitanya adalah naskah-naskah yang terkumpul bukanlah hasil ‘tulisan’, tetapi hasil ‘ketikan’.

Istilah paper telah bergeser maknanya menjadi soft file, sebab naskah-naskah yang ada bukanlah sebuah kertas, tetapi sebuah file dalam bentuk word, pdf, dan lain-lain. Sepertinya sebutan istilah Call for Papers perlu beralih menjadi Call for Soft Files. Tentu usulan ini boleh tidak ditanggapi dengan serius.

Memudarnya Tulis Tangan

Dampak dari era digitalisasi dalam dunia literasi adalah penggusuran era pra-digitalisasi, yakni era pensil dan penghapus masih menjadi primadona dalam dunia kepenulisan. Menulis dengan tangan mulai bermutasi menjadi mengetik dengan jari, padahal sesekali menulis dengan tangan masih perlu dilakukan.

Hal ini disebabkan oleh beberapa dampak positif yang dapat dihasilkan melalui tulisan tangan. Selain itu, hal-hal lama akan dirindui keberadaannya saat mulai sedikit pengguna dan pemiliknya.

Satu di antara sisi positif menulis dengan tangan adalah melemaskan otot-otot jari dan pergelangan tangan yang kaku-kaku, yang mungkin disebabkan oleh scroll atas-bawah komentar-komentar netizen yang maha benar selama seharian penuh. Tulisan tangan juga dapat dikategorikan sebagau senam tangan dan semoga bisa melindungi tubuh dari gejala penyakit stroke. Amin.

BACA JUGA  Mengalami Writer’s Block? Kenali Ciri-ciri dan Tips Mengatasinya!

Selain sebagai wujud senam tangan, menulis dengan tangan juga dapat meminimalisasi kejahatan siber seperti plagiasi. Tidak dapat dipungkiri bahwa maraknya plagiasi di era industri 4.0 disebabkan oleh sistem digitalisasi yang tersebar luas.

Buah-buah ide seseorang yang didapat dengan pengorbanan berdarah-darah akan dapat dengan mudah diakses oleh manusia-manusia tak bertanggung jawab yang mengutipnya tanpa mencamtumkan sumber. Ide yang dituangkan dengan tulisan tangan tidak akan mudah dikutip tanpa seizin dari yang punya, kecuali jika tulisan itu jatuh di tengah-tengah jalan.

Ada sebuah petuah bijak yang berbunyi seperti ini “Setidaknya, mencontek dengan menulis tangan lebih bermartabat daripada tradisi digital copy-paste. Sebab, ketika mencontek lalu menulisnya dengan tangan, seseorang masih membaca tulisan yang ia contek. Sedangkan mereka yang kental dengan tradisi copy-paste, membaca lima kata awalnya saja sudah sebuah anugerah”.

Manfaat selanjutnya dari tulisan tangan adalah membantu kelestarian pabrik pensil dan pabrik kertas. Nasihat bijaksana selalu menyebutkan bahwa “Sebaik-baik manusia adalah yang memberikan manfaat kepada manusia yang lain”.

Selama tulisan tangan masih dikandung badan, pabrik-pabrik itu tidak akan gulung tikar dan secara tidak langsung tulisan tangan telah membantu keberlangsungan hidup ratusan atau ribuan karyawan yang bekerja di pabrik-pabrik tersebut. Sungguh pekerjaan yang sangat mulia, kan?

Hal terakhir yang menjadi manfaat penting dari tulisan tangan adalah kemudahan melacak jejak penulis ketika ia telah tiada. Selama kertas-kertas itu masih tersimpan dengan baik di ruangannya, keabadian itu akan mudah dilacak. Berbeda dengan catatan digital yang dilindungi oleh tingkat keamanan tertentu seperti sandi, pendeteksi wajah (face id), irish scanner, atau pemindai sidik jari (fingerprint).

Semua tingkat keamanan tersebut hanya diketahui oleh pemilik catatan digital tersebut, yakni penulis. Sungguh sebuah hal yang konyol dan ngawur jika kuburan penulis harus dibongkar lagi hanya untuk mendapatkan sidik jarinya, wajah, atau harus membuka paksa matanya untuk memindai irish. Sungguh mengerikan.

Akhir kata, kalian, wahai pembaca yang budiman; ingin berada di tim mana? Tim pelestari tulisan tangan atau tim penikmat layanan digital? Ingat, menulis tangan itu memiliki banyak manfaat, meskipun sayang sekali hari ini mulai memudar dari dunia literasi.

Akhmad Idris
Akhmad Idris
Alumnus Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Dosen bahasa Indonesia di Sekolah Tinggi Ilmu Bahasa dan Sastra Satya Widya Surabaya. Beberapa karyanya pernah dimuat di dalam Jurnal Pena (Universitas Jambi), jurnal Salingka (Kemendikbud), Jurnal Pembelajaran Bahasa & Sastra (Universitas Negeri Malang), dan Jurnal Efektor (Universitas PGRI Kediri).

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru