33.5 C
Jakarta

Trik Memahami Kamuflase HTI Agar Selamat dari Propagandanya

Artikel Trending

Milenial IslamTrik Memahami Kamuflase HTI Agar Selamat dari Propagandanya
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Viralnya indoktrinasi massal HTI di TMII kemarin membuat para aktivisnya meradang. Sebab, satu sisi, HTI merupakan organisasi terlarang. Kalau sampai aparat bergerak, maka para petinggi HTI itu nasibnya terancam. Di sisi lain, acara kemarin habis biaya banyak dan segala jurus telah dipakai untuk pergerakan kamuflase mereka. Catatan besarnya, metamorfoshow bukan kamuflase pertama dan terakhir. Itu mesti diingat.

Kemarin, ketika tulisan saya tentang metamorfoshow naik, pembaca dari aktivis HTI berkomentar bahwa ide khilafah itu tidak masalah. Diterima silakan, ditolak tidak masalah. Lainnya juga mengomentari bahwa makar pemikiran itu tidak ada atau tidak masalah. Tentu, komentar-komentar tersebut menarik. Sebab, itu membuktikan bahwa kamuflase HTI berhasil—hingga para peserta tidak menyadari mudaratnya.

Lalu, apa bukti bahwa kamuflase HTI bukan kali pertama terjadi dan memang sudah rutin? Banyak. Sebagai contoh, bulan Rajab kemarin. HTI juga kerap menggelar acara yang mengatasnamakan pihak lain, namun di dalamnya terselubung indoktrinasi khilafah. Topik serumpun ialah seputar kebangkitan Islam, umat di bawah satu panji, keemasan Islam di abad pertengahan, serta glorifikasi Turki Utsmani.

Sedemikian masif namun halus, maka diperlukan trik untuk memahami kamuflase mereka. Tujuannya adalah agar propaganda HTI tidak mempan untuk kita—seluruh umat Muslim. Trik ini juga penting dalam rangka mencari narasi counter-balance terhadap khilafah ala HTI itu sendiri. Hanya dengan memahami tanda-tanda kamuflasenya, umat Muslim akan terhindar dari propaganda mereka. Ini jelas.

Pahami Tanda Kamuflase

Apa saja trik yang bisa digunakan untuk memahami bahwa suatu acara itu digelar oleh HTI dengan berkamuflase dan punya agenda terselubung? Paling tidak ada tiga cara.

Pertama, lihat penyelenggaranya. Ini cara yang paling jarang dilakukan seseorang. Sebab, seringnya, generasi muda fokus pada topik acara. Kalau topiknya menarik, tidak ada yang peduli siapa penyelenggaranya. Mereka akan daftar dan hadir. Selain itu, penyelenggara acara itu bisa dimanipulasi dan tidak akan ada yang tahu. Banyak acara digelar atas nama samaran. Namun demikian, ini bisa jadi trik membaca kamuflase.

Kedua, lihat materi acara. Acara HTI sekalipun digelar secara kamuflase itu sebenarnya mudah dilacak dan dipahami. Acara seminar, talkshow, atau metamorfoshow seperti kemarin itu sebenarnya bagian dari kegiatan rutin HTI dari dulu, yaitu halaqah. Maka, materinya biasanya berkaitan dengan kejayaan Islam di masa lalu, kejayaan Turki Utsmani, keemasan khilafah, dan kebobrokan demokrasi di Indonesia maupun dunia.

BACA JUGA  Wahabi dan Ba’asyir; Propaganda Polarisasi Umat yang Harus Diwaspadai

Salah satu term yang kerap dipakai HTI sebagai panitia penyelenggara maupun materi kegiatan adalah “umat”. Kalau ada seminar dan sejenisnya yang materinya tentang keumatan, fiks, itu HTI yang menggelarnya. Mengapa demikian? Sebab, agenda HTI memang tentang politik (al-siyasah) yang berkaitan erat dengan problem keumatan. Karenanya, melalui kedua trik tadi, kamuflase HTI mudah terbongkar.

Ketiga, lihat narasumber atau siapa yang mengisi acara. Aktor HTI itu tidak banyak dan begitu mudah dikenali. Di antaranya, sebagai contoh, ialah Ismail Yusanto, Aab Elkarimi, dan Nicko Pandawa. Banyak juga kader muda berbakat lainnya, namun pasti tokoh-tokoh kunci HTI tidak akan absen dalam acara HTI. Maka, kenalilah mereka lalu buatlah diagnosis: bahwa acara yang diisi oleh mereka pasti adalah acara HTI namun berkamuflase.

Hindari Propaganda Khilafah

Adalah ironi bahwa metamorfoshow yang digelar kemarin itu bukan perdana. Sebelumnya, tanggal 8 Februari, juga digelar. Besok lusa, 24 Februari, juga akan digelar. Namun lokasi acaranya berbeda-beda. Tidak hanya di pusat, melainkan juga di daerah luar Jawa. Ini mengisyaratkan satu hal: kamuflase HTI selama ini sukses dan belum ada penindakan. Alhasil, propaganda khilafah di Indonesia berjalan masif.

Bayangkan bahwa acara kamuflase semacam itu berlangsung hingga satu dekade ke depan tanpa ada yang menyadari atau mengonternya. Jutaan umat Muslim di Indonesia akan menjadi simpatisan HTI. Pada tahun 2045 nanti, boleh jadi NKRI sudah dikuasai HTI. Artinya, tepat pada 100 tahun kemerdekaan Indonesia, negara ini justru beralih ke tangan kelompok transnasional dan demokrasi hanya tinggal sejarah. Mengapa perlu dikhawatirkan?

Menarik diketahui bahwa tahun 2024 adalah satu abad runtuhnya Turki Utsmani. Bagi HTI dan segala gerakan kamuflasenya, saat ini merupakan momentum lahirnya mujadid baru yang akan menegakkan negara Islam—mereka menyebutnya sebagai tegaknya khilafah. Tidak heran jika gerilya mereka sangat masif sejak bulan Rajab kemarin, karena mereka meyakini inilah saatnya untuk mempropagandakan khilafah.

Karena itu, masyarakat Indonesia yang peduli pada negaranya, yang punya nasionalisme yang tinggi, yang memilih menjadi Muslim sejati dengan menghindari Islam ideologis semacam HTI, inilah saatnya untuk melawan propaganda khilafah ala HTI. Inilah waktunya untuk bergerak, tidak hanya untuk menyelamatkan demokrasi dari rongrongan HTI tetapi juga membela Islam dari upaya eksploitasi HTI. Mari lawan propaganda khilafah itu!

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru