Harakatuna.com. Radikalisme menjadi paham yang terus melanda negeri ini. Tak sedikit warga negara yang terpapar paham berbahaya ini. Baik ada yang sudah bertobat maupun ada yang masih bersikukuh dalam pemahamannya.
Tugas pemerintah memang cukup terbatas. Tidak bakal pemerintah memonitor dua puluh empat jam rakyatnya, apakah mereka benar-benar bersih dari radikalisme. Tapi, usaha sudah digalakkan. Di antaranya, dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Densus 88, dan Badan Intelijen Negara (BIN).
Sementara, penyelamatan warga negara dari radikalisme adalah kembali kepada kesadaran masing-masing individu. Jika mereka berusaha untuk terus mencari kebenaran, maka titik balik yang mereka lakukan adalah langkah yang tepat dalam perjalanannya. Mereka akan menyadari bahwa radikalisme bukan ajaran yang dibenarkan oleh semua agama, terlebih agama Islam.
Membahas seputar radikalisme, maka akan ajak untuk mengamati para teroris. Sejauh mana mereka hijrah dari radikalisme sebagai paham lamanya kepada moderatisme sebagai paham yang baru? Mereka akan terus dilacak kronologis keterlibatannya dalam terorisme.
Ada seorang teroris, tapi sekarang sudah bertobat. Dialah Puryanto. Dia pernah terlibat dalam kasus Bom Bali 1. Dia mengetahui keberadaan pelaku teror kemudian tidak lapor, atau menyembunyikan pelaku. Lalu, dia dijatuhi hukuman selama 3 tahun 8 bulan.
Kini, Puryanto bangkit dan kembali ke masyarakat dengan melakukan hal yang bermanfaat. Dia menjadi mitra deradikalisasi BNPT. Bahkan, dia berhasil menginisiasi dalam mengelola sebuah objek wisata Agro Suka Raja, di Sepaku, Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Selain itu, setelah hijrah dari radikalisme, Puryanto melakukan pembibitan sawit dan kini kawasan sawit telah menjadi pengembangan usaha dan inovasi objek wisata Agro Suka Raja. Di sana ada pemancingan, kolam renang, ada petik buah, dan taman bermain anak.
Lebih dari itu, Puryanto berencana nanti akan ada perkemahan dan pendidikan seni dan budaya di Wisata Agro Suka Raja. Puryanto juga berharap dari kisahnya, bisa menjadi contoh untuk berkesempatan ikut membangun Indonesia menjadi lebih baik.
Melalui perjalanan hidup Puryanto, saya dapat memberikan catatan: Pertama, Berhati-hatilah bersinggungan dengan radikalisme. Hindari dan jauhi sejauh mungkin paham ini. Karena, radikalisme cukup berbahaya bagi si pelaku dan orang lain.
Kedua, Tobat dari radikalisme adalah hijrah yang dibenarkan oleh agama. Karena, si pelaku telah berpindah dari kebatilan menuju kebenaran. Hijrah semacam ini yang diajarkan dalam Islam. Hijrah bukan pergi meninggalkan Indonesia menuju Suriah untuk bergabung dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS).[] Shallallahu ala Muhammad.
*Tulisan ini disadur dari cerita eks napiter Puryanto yang dimuat di media online Fajar.co.id