29.9 C
Jakarta

Serial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XI): Eks Napiter Syahrul Munif Berikrar Kembali ke NKRI dan Sukses Jadi Pengusaha Permen

Artikel Trending

KhazanahInspiratifSerial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XI): Eks Napiter Syahrul Munif Berikrar Kembali ke...
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Terorisme bukanlah paham keagamaan yang dibenarkan. Agama, termasuk Islam, tidak membenarkan pembunuhan sebagai bagian dari ajarannya. Bahkan, pembunuh sendiri dilaknat dan sanksinya adalah neraka Jahannam, seburuk-buruknya tempat di akhirat kelak.

Bahkan, Islam lebih menekankan menjaga keselamatan jiwa manusia. Sebab, tujuan penegakan hukum syariat tidak lain dan tidak bukan untuk menjunjung ajaran agama dan kemaslahatan umat. Masih aksi-aksi kejahatan terorisme disebut sebagai kemaslahatan?

Karena bahayanya terorisme, pemerintah di Indonesia melakukan deradikalisasi untuk mengajak warga negara yang terpapar paham radikal ini atau, yang bisa disebut dengan, ”teroris” hijrah dari terorisme ke moderatisme sebagai paham negara pluralis ini. Sudah banyak yang bertobat dari terorisme. Satu di antaranya, Syahrul Munif (berikutnya akan disebut Syahrul).

Syahrul eks-narapidana terorisme (eks-napiter) di Malang. Dia lahir di Jember. Dia pernah mengikuti beberapa kelompok radikalisme, seperti JAT (Jamaah Ansharut Tauhid) dan ISIS (Islamic State of Iraq and Syria atau Negara Islam Irak dan Suriah). Dia terpapar terorisme sekitar tahun 2000-an ketika ia masih berada di bangku kuliah.

Saat terjerumus dalam paham radikal, Syahrul menganggap Islam sebagai agama rahmat bagi alam. Tapi, pemahaman tentang konsep Islam ini keliru. Dia memahami bahwa rahmat itu mengubah semuanya. Padahal, rahmat itu adalah agama kasih sayang dan tidak menghendaki kekerasan. Kalau tidak menyayangi itu pasti ada yang salah.

Syahrul berada di Suriah selama hampir enam bulan lamanya. Dia merasa kesadarannya terlambat saat meninggalkan semuanya di Indonesia. Dia baru sadar bahwa pemahamannya keliru ketika deklarasi ISIS.

BACA JUGA  Serial Pengakuan Eks Napiter (C-LI-XXXVII): Aksi dan Dukungan terhadap Eks Napiter Salsa Bangkit dari Stigma Teroris

Latar belakangnya sebagai mahasiswa Fakultas Hukum di salah satu perguruan tinggi di Kota Malang tidak setuju dengan deklarasi negara Islam. Menurutnya, syarat berdiri suatu negara itu mesti ada wilayah, power atau kekuasaan dan tentunya rakyat.

Ketidaksetujuan Syahrul itu pun bertambah saat sejumlah rekannya di sana menganggap seseorang yang tidak sepaham dengannya dianggap sebagai murtad atau kafir. Ini jelas terlalu berlebihan apa yang dilakukan oleh teman Syahrul. Perbuatan semacam itu mirip kaum Khawarij. Maka dari situlah, Syahrul keluar dari kelompok teroris itu dan menyadari bahwa rahmat itu kasih sayang.

Setelah pulang kembali ke Indonesia, Syahrul pun ditangkap oleh Densus 88 pada tahun 2017 lalu di rumahnya, yakni di Kabupaten Malang. Dia ditahan di Lapas Sentul hingga 2019 bebas. Kemudian, Syahrul berikrar untuk kembali kepada NKRI dan meninggalkan pemahaman radikalnya yang selama ini dia dapatkan. Sebagai eks Napiter, Syahrul selama ini telah menggeluti beberapa dunia usaha dan juga menjadi penulis buku.

Kini, Syahrul pun diketahui telah sukses mempunyai bisnis produksi permen jelly yang bernama Calyna Candy. Saat ia membuka usaha jualan permen jelly tersebut, Syahrul ingin bermanfaat untuk para petani buah. Syahrul sendiri sudah bisa menghidupi tiga karyawannya dan setiap Minggu mengirim 300 bungkus permen jelly ke kafe dan toko oleh-oleh di Malang.[] Shallallahu ala Muhammad. 

*Tulisan ini disadur dari cerita eks napiter Syahrul Munif yang dimuat di media online timesindonesia.co.id

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru