27.8 C
Jakarta

Seharusnya Sikap Pemerintah Tegas Terhadap Lembaga Pendidikan Kaum Radikal

Artikel Trending

KhazanahTelaahSeharusnya Sikap Pemerintah Tegas Terhadap Lembaga Pendidikan Kaum Radikal
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

“Mengapa radikalisme terus yang gencar dibicarakan? Seolah-olah tidak ada hal lain untuk dibicarakan selain permasalahan kita, selalu saja persoalan radikalisme, ataupun terorisme”. Kalimat ini kerap muncul di telinga kita ketika gencar membicarakan dua term yang terus mencuat beberapa belakangan ini. Sayangnya, orang-orang yang mengatakan kalimat tersebut, seharusnya perlu diragukan dan bisa dilihat dari berbagai sudut pandang.

Pertama, orang yang mengatakan kalimat tersebut apatis terhadap perkembangan gerakan-gerakan yang mereka lakukan. Ia merasa bahwa persoalan tersebut adalah hal yang tidak penting untuk dibicarakan, bahkan hal tersebut hanyalah isu yang dijual dan menguntungkan beberapa golongan. Kedua, justru merekalah bagian dari kaum radikal, bahkan bagian dari kaum teroris itu sendiri.

Melihat dari sudut pandang yang demikian, harus kita ketahui kenyataannya, bahwa kita sudah banyak mengalami kecolongan di berbagai ruang. Tanpa sadar eksistensi kaum radikal semakin tidak dapat dibendung lagi. Dalam ranah kampus, tidak sedikit yang sudah dikuasai. Kemudian, kenyataan menunjukkan bahwa lembaga pendidikan sudah banyak eksis dari kaum-kaum radikal. Ini membuktikan bahwa keberadaan mereka sangat meresahkan dengan beragam cara.

Sekolah Pimpinan Jubir HTI Harus Diragukan

Salah satu penemuan yang turut membuat kita terkejut adalah Ismail Yusanto,  notabene Jubir HTI, ternyata merupakan pimpinan 22 Sekolah Islam Terpadu yang tersebar di berbagai kota se-Indonesia. Jenjang pendidikannya lengkap: SD-SMA. Yayasan Insantama yang Yusanto kelola ada di Bekasi, Makassar, Kendari, Ternate, Malang, Tangerang Selatan, Jember, Pontianak dan lainnya. Sementara pusatnya di Bogor: Insantama Pusat.

Bukankah eksistensi lembaga pendidikan dibawah pimpinannya harus diragukan dengan kenyataan bahwa, Ismail Yusanto sering sekali bicara soal kritiknya terhadap pemerintah, penolakannya kepada sistem pemerintah, dll. Ia getol sekli menolak pancasila, dan menolak sistem negara yang jauh dengan Islam.

Jika melihat dari eksistensi lembaga pendidikan yang berada dibawah naungannya, bukan tidak mungkin bahkan menjadi kemungkinan amat besar bahwa lembaga pendidikan tersebut tidak sejalan dengan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam UU no 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

BACA JUGA  Lebaran Ketupat: Merawat Tradisi dan Ketaatan Pasca Idulfitri

Lewat isi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 di atas, maka bisa kita ambil artian bahwasanya tujuan pengadaan pendidikan nasional ialah untuk menjadikan setiap warga negara Indonesia sebagai pribadi yang tidak hanya memiliki wawasan yang luas namun juga memiliki sikap-sikap yang berbudi luhur sebagaimana yang dicita-citakan dalam Pancasila.

Ini artinya, panacasila menjadi konsesus yang tidak dapat ditinggalkan dalam term pendidikan. Akan tetapi, bagaimana kenyataannya jika pimpinan lembaga pendidikan tersebut berseberangan dengan pancasila, bahkan menolak pancasila.

Ini adalah kenyataan yang mencengangkan bukan? Ketika dengan berbagai cara kita gencar untuk melawan kaum-kaum radikal yang terus bergerilya, sedangkan mereka juga punya ruang berkiprah yang sangat luas dengan eksistensi yang semakin tinggi.

Pemerintah harus hadir untuk lembaga pendidikan tersebut

Melihat kenyataan yang demikian, apa yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah? Kita memang tidak bisa menyerahkan semuanya kepada pemerintah, sebab semua elemen bertanggung jawab dengan kondisi yang demikian. Apalagi jika lembaga pendidikan yang ada, bertentangan dengan pancasila.

Salah satu komponen pendidikan yang menjadi sangat urgent untuk dilihat adalah kurikulum. Kurikulum yang diterapkan dalam lembaga pendidikan tersebut harus dikontrol secara rutin, sebab dengan itu maka setidaknya kita bisa mengetahui bahwa lembaga pendidikan tersebut tidak menanamkan benih-benih kebencian terhadap negara, menolak pancasila bahkan dendam keturunan yang terus dibawa. Akhirnya lembaga pendidikan tersebut menjadi tempat bersemainya para pembenci pemerintah.

Pemerintah harus ikut ikut andil dalam mengontrol berbagai kebijakan yang dibuat oleh sekolah tersebut. Meskipun setiap sekolah memiliki otonomi pendidikan dalam berbagai kegiatan program yang akan dilakukannya, akan tetapi lembaga pendidikan satu ini harus diragukan tujuannya, diragukan visi dan misi serta keberadaannya.

Bukanlah hal tidak mungkin, lembaga pendidikan ini menjadi sarana berkembang biaknya paham anti pancasila dan sikap menentang terhadap pemerintah. Sebab pimpinan yang menaungi lembaga pendidikan tersebut adalah orang yang demikian adanya. Apalagi segmen pendidikan adalah ruang yang paling aman dan halus untuk melakukan kaderisasi secara halus dalam mengembangkan paham-paham radikal. Wallahu a’lam

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru