31.9 C
Jakarta

Sayangnya, Presiden Jokowi Tidak Menyinggung Radikalisme pada Perayaan Hari Kemerdekaan

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanSayangnya, Presiden Jokowi Tidak Menyinggung Radikalisme pada Perayaan Hari Kemerdekaan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Pada perayaan Hari Kemerdekaan RI ke-76 kemarin, saya coba mengintip naskah pidato Presiden. Saya temukan banyak hal dalam naskah tersebut. Pertama, soal masalah Pandemi yang sampai sekarang masih belum kunjung usai.

Pandemi memang sekitar setahunan lebih menyerang Indonesia. Banyak hal yang berubah saat dihadapkan dengan Pandemi. Mulai kebiasaan mencuci tangan, memakai masker, belajar jarak jauh, dan lain sebagainya. Semua ini diterapkan untuk melestarikan hidup sehat.

Kebiasaan yang dilakukan saat Pandemi menjadi sesuatu yang baru. Dulu sebelum Pandemi melanda orang belum banyak mengenal pentingnya cuci tangan, pakai masker, dan menjaga imun tubuh. Semuanya jadi terasa saat dihadapkan langsung dengan Pandemi ini.

Kebiasaan yang baru tersebut, seperti yang disinggung dalam naskah Presiden, bertujuan untuk isi pidato berikutnya atau kedua, yaitu menjaga hidup sehat. Hidup sehat jelas sangat dibutuhkan. Karena, kesehatan adalah investasi yang paling berharga dibanding yang lain. Dokter selalu menyarankan, “Menjaga (kesehatan) lebih baik daripada mengobati (penyakit).”

Kehadiran Pandemi bukanlah sesuatu yang diinginkan. Ekonomi lumpuh karena diterjang Pandemi. Semua orang pasti menyadari hal itu. Mereka panik dan khawatir. Mereka tidak bisa menghindar. Mereka hanya bisa menyelamatkan diri. Mereka mungkin kecewa.

BACA JUGA  Membangun Jakarta ala Anies Baswedan

Namun, yang disayangkan dari naskah pidato Presiden adalah tidak menyinggung soal radikalisme. Padahal, paham ini lebih berbahaya dibanding Pandemi. Karena, paham itu menyerang mindset atau cara berpikir seseorang. Sehingga, dengannya orang ini akan tergiring melakukan aksi-aksi kekerasan berwajah terorisme.

Sampai detik ini terorisme belum kunjung usai. Bahkan, terorisme beberapa waktu silam pernah menyerang di Indonesia. Sebut saja, pengeboman yang dilakukan oleh Dita sekeluarga di Surabaya, bom bunuh diri yang dilakukan sekeluarga juga di Makassar, dan masih banyak yang lainnya.

Kegentingan yang menimpa Indonesia telah dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah terus melakukan tindakan preventif untuk mencegah paham radikal ini tumbuh dan berkembang. Salah satunya, melakukan kontra narasi di berbagai media atau lewat seminar.

Sebagai penutup, sudah cukup pesan yang disampaikan Presiden pada kemerdekaan ini. Tapi, alangkah lebih baiknya jika radikalisme juga disinggung. Agar masyarakat tahu, bahwa radikalisme itu lebih berbahaya dari Pandemi.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru