27.4 C
Jakarta

Polarisasi Politik dan Pentingnya Peningkatan Kepercayaan Masyarakat

Artikel Trending

KhazanahTelaahPolarisasi Politik dan Pentingnya Peningkatan Kepercayaan Masyarakat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Pemilu tahun 2024 sudah di depan mata. Setidaknya sudah ada 3 pasangan dalam Pemilu akan datang yang berkontestasi untuk memenangkan Pemilu. Pesta demokrasi yang diadakan 5 tahun ini, akan menjadi momen yang cukup kompleks dengan melihat berbagai kemungkinan yang akan terjadi di masa akan datang. Penetapan Wapres-Cawapres semakin membuka peluang untuk seluruh kelompok masyarakat ikut andil dalam pesta demokrasi.

Keberadaan media sosial sebagai ruang untuk menyatakan pendapat, menyampaikan ekspresi menjadi tantangan tersendiri bagi keberlangsungan dunia demokrasi dengan ancaman penyebaran hoaks, narasi keagamaan yang dapat menyulut emosi masyarakat sehingga menyebabkan perpecahan antar kelompok. Pemilu 2024 mendatang, kita harus sepakat untuk menghentikan polarisasi politik yang akan menimbulkan gesekan dan dampak negatif bagi masyarakat.

Kesadaran Seluruh Masyarakat

Pemilu 2024 memang terancam menjadi politik pasca-kebenaran hoaks, disinformation, berita bohong, dan misinformasi, politik identitas, pemanfaatan isu, sara, politik permusuhan, ujaran kebencian (hate speech), kampanye hitam (black campaign), politik uang, dan politik intimidasi. Potensi ancaman itu dapat mengancam persatuan dan kesatuan bangsa karena efek yang ditimbulkan oleh polarisasi politik yang demikian dapat memecah belah Negara yang akhirnya merugikan masyarakat itu sendiri.

Mengapa ancaman itu bisa terlihat? Ini tidak lepas dari sejarah pemilu beberapa tahun lalu. Seperti yang kita ketahui bahwa pada Pilpres tahun 2014, terdapat efek kampanye brutal antara Joko Widodo yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dan Prabowo Subianto, mantan jenderal di era Soeharto yang mendirikan Partai Gerindra. Tren masalah ini juga bisa dilihat dari pemilihan gubernur (Pilgub) DKI Jakarta 2017, yang kemudian berlanjut pada Pemilu tahun 2019. Menguatnya polarisasi politik ini mengkhawatirkan pada kepercayaan rendah yang dimiliki oleh masyarakat.

Hari ini kita melihat polarisasi itu nyata. Sebutan kelompok nasionalis, agamis, bahkan kelompok nasionalis-agamis, kepada masing-masing pasangan Capres-Cawapres, menjadi bahan yang cukup ciamik untuk dijadikan perdebatan oleh netizen. Masalah agama adalah yang paling krusial untuk dicegah karena berakibat pada melebarnya segregasi masyarakat dan berakibat pada tingginya angka kebencian pada kelompok umat beragama.

BACA JUGA  Tips Agar Tidak Terjebak pada Propaganda Khilafah

Sementara itu, dengan melihat historisitas masa Pemilu di atas, sebagai masyarakat kita semestinya memiliki peran besar untuk meminimalisir ancaman tersebut dengan berbagai ruang terbuka yang sudah tersedia. Di antara upaya yang bisa dilakukan adalah tidak terlibat dalam ruang perdebatan atas masalah yang terjadi.

Tidak hanya itu, sebagai masyarakat yang hidup dalam kelompok, seperti organisasi, komunitas etnis, ataupun kelompok agama, kita bisa memanfaatkan tahun politik sebagai ruang untuk menciptakan pendidikan politik yang bisa menciptakan kesadaran bahwa, pemilu bukan hanya tentang proses berlomba-lomba menuju kemenangan sehingga menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tersebut. Akan tetapi, kesempatan ini adalah ruang untuk kolaborasi, menyatukan ide/gagasan agar mampu menjunjung nilai persatuan dan kesatuan di tengah perbedaan pendapat yang dimiliki oleh masyarakat.

Bagaimana Demokrasi Seharusnya Berjalan?

Demokrasi seharusnya berkembang dengan keterbukaan dan akuntabilitas. Pemberiaan ruang yang bebas dan meminimalkan peluang intimidasi. Posisi pemilih dalam ruang demokrasi harus diizinkan untuk memberikan suara secara rahasia. Pada saat pemilihan, sikap seharusnya adalah perlindungan kotak suara dan penghitungan jumlah suara secara terbuka untuk meningkatkan kepercayaan kepada masyarakat bahwa prosesnya dilakukan secara akurat. Artinya, sikap damai yang harus ditunjukkan oleh seluruh aspek yang berada dalam proses Pemilu harus diterapkan.  

            Fondasi dari kokohnya demokrasi juga adalah sikap saling percaya antar masyarakat sehingga bisa mendorong partisipasi politik. Melalui berbagai saluran, partisipasi politik akan menyuburkan demokrasi.  Dengan demikian, yang perlu ditingkatkan adalah sikap saling percaya yang harus dihadirkan oleh pemerintah atau masyarakat untuk terus meningkatkan partisipasi politik.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru