30.1 C
Jakarta

Permadi Arya, Contoh Pengklaim Moderat yang Tampilkan Kebejatan

Artikel Trending

Milenial IslamPermadi Arya, Contoh Pengklaim Moderat yang Tampilkan Kebejatan
image_pdfDownload PDF

Atas semua yang ingin saya ulas di sini, saya berkesimpulan di awal, yakin seyakin-yakinnya, bahwa orang seperti Permadi Arya alias Abu Janda itu penyakit. Orang seperti dia seharusnya dimusnahkan!

Sudah lama, lama sekali, saya gelisah (jijik?) dengan narasi yang dibangun dalam setiap konten Permadi Arya. Pada 2019 lalu, saya pernah menulis artikel berjudul “Yang Radikal dari Abu Janda Adalah Kebodohannya”. Kegelisahan tersebut bukan sesuatu yang personal. Saya sekadar tidak suka dengan narasinya. Ia mengklaim sebagai pembawa Islam moderat. Tetapi alih-alih menampilkan Islam yang rahmatan lil ‘alamin, justru ia menyebarkan potensi kebencian ke seluruh alam.

Saya tidak perlu mengulas kapan Permadi Arya mulai terkenal. Terkenal karena sensasi bukan sesuatu yang patut dibanggakan. Selama ini ia istiqamah untuk nyinyir bila ada polemik, utamanya jika berkaitan dengan FPI dan segala yang dirinya anggap lawan. Saya mengkonter narasi FPI. Abu Janda mengkonter segala aktivitas FPI hingga pada personal pengikutnya. Akhirnya, pembaca tulisan saya kerap kali menyetarakan saya dengan Abu Janda. Generalisasi ini dampaknya ialah pada kontra-narasi itu sendiri.

“Islam memang agama pendatang dari Arab, agama asli Indonesia itu sunda wiwitan, kaharingan dll. Dan memang arogan, mengharamkan tradisi asli, ritual orang dibubarkan, pake kebaya murtad, wayang kulit diharamkan. Kalo tidak mau disebut arogan, jangan injak2 kearifan lokal,” cuit Permadi di Twitter.

Cuitan tersebut langsung direspons oleh salah satu pengurus NU, Ahmad Sakhal. Ia menyebut Permadi Arya ngaco dan koplak. Setelah beberapa saat, Permadi mengklarifikasi bahwa cuitan tersebut tidak umum, melainkan dalam konteks menyindir Tengku Zulkarnain. Tetapi bagaimanapun ulah bejat Permadi Arya butuh tindakan tegas. Karena jika tidak, bukan hanya rezim yang dituduh jelek karena melindungi. Dampak terburuknya ialah resistansi kepada NU atau GP Ansor—tunggangan Permadi.

Permadi Arya Menunggangi GP Ansor

Mau Permadi Arya jungkir balik pun, sebenarnya tidak perlu disikapi. Orang sinting tidak perlu direspons, cukup dibiarkan sampai tiba waktunya berhenti sendiri. Idealnya begitu. Masalahnya, sejak dulu di awal muncul, Permadi Arya berseragam GP Ansor dan Banser. Artinya, secara tersirat, ia membawa organisasi sayap NU tersebut untuk mengangkat namanya sendiri. Orang-orang merespons Abu Janda karena ia menunggangi sayap NU. Pembenci NU pun reaktif dan Permadi Arya naik daun.

“Dia selalu menampilkan diri sebagai orang yang pernah ikut dalam Banser dan Ansor. Harusnya dia lebih bijak dalam melihat Islam dan harus belajar lebih banyak lah tentang Islam. Saya kan juga sering mengkritik Tengku Zul kalau ada paham keislaman tertentu, di sini (maksudnya) punya kecenderungan menghabisi tradisi lokal. Islam bukan seperti itu semua,” kata Sahal, seperti dilansir CNN Indonesia, menanggapi rasisme Permadi Arya yang memukul rata Islam sebagai agama arogan.

BACA JUGA  Menyongsong Ekonomi Indonesia Baru Tanpa Khilafah

Saya memahami keresahan Ahmad Sakhal sebagai Nahdhiyyin. NU dengan gagasan Islam Nusantara-nya, potret penetrasi damai Islam dengan budaya lokal, dikotori oleh sikap sok si Permadi Arya. Dampaknya, beberapa orang menjadi anti-Islam Nusantara lantaran promotornya adalah seorang pembuat gaduh dan pemecah belah seperti Abu Janda. Saya tidak ingin mengatakan bahwa NU atau GP Ansor membentengi seorang Permadi. Tetapi bahwa ia dipelihara, itu amat mengherankan.

Orang-orang GP Ansor boleh saja membenci FPI. Saya pun tidak setuju dengan FPI dan lega ketika ia dibubarkan. Tetapi kita yang memperjuangkan Islam moderat tidak boleh, haram hukumnya, memelihara seorang Permadi Arya. Narasi FPI yang mudah dipatahkan akhirnya menjadi sulit karena tangan kita dianggap kotor gara-gara Abu Janda. Seolah Permadi merupakan representasi Islam moderat, padahal kelakuannya bejat. Pertanyaannya, kenapa GP Ansor diam ditunggangi dia?

Kemana Arah Kontra-Narasi?

Opini publik yang terbangun ketika orang mendengar Abu Janda adalah satu: si kebal hukum. Dia sering terlibat cekcok, nyinyir, ujaran kebencian, bahkan rasis seperti dalam polemik terbaru ini. Tetapi satu pun tidak ada polisi menyentuhnya, dan publik kadung meyakini bahwa Permadi Arya adalah anjing rezim yang tidak mungkin dijebloskan ke penjara, sebesar apa pun kasusnya. Stigma yang demikian mengakar di masyarakat, dan semua kalangan terkena konsekuensinya.

Satu sisi, kita harus melawan gerakan radikal dan terorisme. Gerakan HTI, FPI, dkk, perlu disuguhi kontra-narasi. Saya paham bahwa arah kontra-narasi adalah mereka tanpa terkecuali. Tetapi ketika Permadi Arya merecoki keadaan dengan keistiqamahan nyinyir-nya, kontra-narasi semakin berat karena kita (atau mungkin hanya saya?) dianggap sekongkol dengan pembuat ulah. Kita berusaha menampilkan Islam rahmatan lil ‘alamin, tetapi justru Abu Janda mengotori rahmatan lil ‘alamin itu sendiri.

Lalu kemana arah kontra-narasi? Apakah harus mengonter FPI cs saja dan hidup seolah satu ruangan dengan Permadi? Jawaban paling memungkinkan adalah mengonter keduanya. Kita harus melawan gerakan FPI, misalnya, karena mereka memecah belah dengan senjata populisme Islam. Sementara itu, kita wajib juga mengonter Permadi Arya karena merecoki dakwah moderasi keberagamaan.  Ini jelas jauh lebih baik daripada harus sepakat dengan segala kebejatan seorang Permadi. Memalukan!

Sudah itu saja. Menjadi moderat itu sulit. Tidak serendah narasi nyinyir yang menjadi kebiasaan Permadi Arya. Kalau dianalisis menggunakan ciri moderasi Islam ala Quraish Shihab, maka fenomena Abu Janda adalah fenomena klaim moderat yang tidak disertai ilmu pengetahuan. Disadari atau tidak, dia telah membuat masyarakat menstigmatisasi buruk rezim Jokowi, mengotori dakwah moderasi beragama ala NU dan sayapnya, serta merecoki ikhtiar perdamaian melalui kontra-narasi di negeri tercinta: Indonesia.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru