31.2 C
Jakarta

Patroli Jaringan Radikalisme di Media Sosial

Artikel Trending

Milenial IslamPatroli Jaringan Radikalisme di Media Sosial
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Era milenial telah menjadi tantangan besar kita dalam memutus jaringan paham Islam radikal di sektor media sosial. Penyebaran radikalisme kian variatif, ada yang melalui pendekatan kultur politik ideologi semisal khilafah yang sifatnya simbolik. Bahkan, narasi tersebut masif di kalangan muslim di perkotaan yang awam ilmu agama hingga melek teknologi.

Tren radikalisme berkembang subur karena memakai identitas Islam untuk kepentingan mereka dalam meraih kekuasaan. Kemajuan teknologi berdampak negatif terhadap meluasnya peta jaringan Islam radikal di lingkaran dunia maya, media sosial salah satu agennya yang terbentuk secara sistemik hanya untuk mempertontonkan agenda negara khilafah.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar mengatakan, media sosial  saat ini masih menjadi sarana yang paling efektif untuk menghasut generasi muda terpapar paham radikal. Dan Badan Intelijen Negara menyebutkan, masyarakat yang berusa 17-24 tahun menjadi sasaran paham radikalisme, termasuk di Indonesia.(sumber: kompas.com)

Eric Schmidt dan Jared Cohen dalam bukunya (The New Digital Age; 2013), menggabarkan masa depan gerakan terorisme dengan memakai teknologi informasi sebagai sebuah serangan teror. Internet membekali para ekstremis dengan informasi dan memberikan informasi untuk gerakan ideologis. Mereka bisa masuk mana saja dengan memakai Youtube, Facebook, dan Twitter.(sumber: ppim.uinjkt.ac.id)

Akun media sosial sejenis Youtube, Facebook, dan Twitter marak terjadi di Indonesia. Entah status soal khilafah, pengkafiran, serta pengabaian ideologi negara yaitu Pancasila. Pun keterlibatan Hizbut Tahrir, dan FPI tak dapat dinafikan di negeri ini, meskipun mereka tak pernah terlibat dalam penggerahan aksi kudeta atau pun kekerasan (terrorism).

Hizbut Tahrir adalah salah satu organisasi yang sangat masif mengembangkan dakwah-dakwah intoleran, dan radikal. Postingannya memudarkan ketegangan politik yang berupaya memogokkan Pancasila. Baru-baru ini, akun mereka terbukti mengulas khilafah ala HT di kanal Youtubenya, Fokus Khilafah Channel, Khilafah Channel, dan Muslimah Media Center.

Platform Radikalisme Islam

Menurut Khamadi Zada dalam bukunya (Islam Radikal; 2002) ia mengatakan, bahwa Islam radikal lebih tepat disandangkan kepada gerakan ormas-ormas Islam, seperti KISDI, Majelis Mujahidin, Laskar Jihad, dan FPI. Tak lupa, pentolan Ikhwanul Muslimin ialah Hizbut Tahrir. Jaringan mereka tak pernah absen melakukan patroli penyebaran paham radikal.

Spesial jejak digital Hizbut Tahrir begitu nyata mempromosikan kekhilafahan mereka dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain mereka menggerakkan sarana media sosial, manuver mereka pun lihai memainkan narasi dakwah Islam intoleran, dan provokatif di situs-situs mereka. Seperti, mediaumat.news, muslimahnews, dan majalah kaffah.

Nafi’ Muthohirin (2015) menegaskan, menguatnya gerakan radikalisme Islam juga ditengarai oleh keberadaan laman, akun di media sosial, portal online, serta penerbitan-penerbitan berbasis Islam yang sengaja dibuat untuk memprogandakan ideologi-ideologi kekerasan, ujaran kebencian, pendirian negara Islam, dan hujatan terhadap produk-produk yang berasal dari Barat.

BACA JUGA  Idul Fitri, Memperkuat Kohesi Sosial dan Penyucian Diri

Dalam media sosial maupun portal mereka, kita dapat menemukan terkait bukti bahwa Pancasila dan demokrasi dianggap sebagai fondasi yang tak mampu mencari solusi menjalankan roda-roda pemerintahan. Sehingga, imajinasi negara khilafah dengan model mereka menjadi momentum dalam mengatur strategi memperluas jaringan kelompok berpaham radikalisme.

Mereka selalu merepresentasikan Islam sebagai sebuah darah perjuangan untuk ditegakkan, segelintir ketimpangan sosial ekonomi telah ditafsirkan buah dari tindakan zalim. Konotasi kezaliman dan pemerintahan represif terhadap umat Islam ternyata mampu memberikan pengaruh yang sangat signifikan, termasuk dalam upaya menarik jamaah baru.

Dari pelbagai faktor, eksistensi kelompok Islam radikal dan penyegaran radikalisme di media sosial banyak didominasi oleh kesalahpahaman kita dalam memahami teks-teks keislaman. Kesalahan mereka mengindikasikan pemikirannya masih dangkal, dan minim literatur kebangsaan. Maka dari itu, praktik pemahaman mereka berbenturan dengan Pancasila.

Moderasi Sosial

Kelompok Islam radikal vis a vis kelompok Islam moderat sama-sama kuat mempertahankan pendekatan atau metode keberagamaannya. KISDI, Majelis Mujahidin, Laskar Jihad, FPI, dan HT telah memakai pola radikalisme Islam sebagai awal dari sebuah perjuangan politik praktis. Sementara itu, NU, Muhammadiyah, dll. Juga memakai metode moderatisme untuk mewujudkan negara yang damai, adil, dan menjunjung toleransi.

Di era milenial, negara bakal mampu meretas dan memutus jaringan radikalisme Islam di media sosial dengan semangat pembumian Pancasila secara aktif, dan penyediaan fasilitas terkait literatur keislaman yang wasathiyah di media sosial atau pun di sejumlah portal Islam moderat. Patroli jaringan kelompok Islam moderat perlu menata konten-konten yang ramah, dan enak dibaca semua golongan. Paling tidak, bisa mempersatukan.

Platform kelompok-kelompok penegak Islam moderat memiliki tanggung jawab dalam menjaga kedamaian dan toleransi agama, sedangkan sisi lainnya, mereka juga berkewajiban menjaga negara kesatuan republik Indonesia (NKRI). Dalam perspektif maqasid al-syariah­-Nya, tentu menjaga hubungan Islam, negara, dan Pancasila dalam bingkai persatuan.

Interaksi dan penjajahan pemikiran Islam moderat atau Islam rahmatan lil ‘alamin haruslah mampu menjadi identitas keislaman di media sosial, hal ini setidaknya untuk membangun inspirasi, dan imajinasi generasi muda dalam menangkal arus deras radikalisme yang kian mewabah di dunia maya. Praktik keberagamaan yang moderat di media sosial itu sangat urgen.

Pembentukan dan pengarus utamaan moderasi sosial (Islam moderat) adalah agen penting untuk menghidupkan norma Islam yang ramah dan menjawab kebutuhan zaman. Perubahan Islam melalui arus moderasi sosial, ini menjadi benteng ketahanan fondasi negara Pancasila dalam menghadapi radikalisme yang kini menjajah kanal-kanal media sosial.

والله أعلمُ بالـصـواب

Hasin Abdullah
Hasin Abdullahhttp://www.gagasahukum.hasinabdullah.com
Peneliti UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru