29.3 C
Jakarta

Menuju Ramadan yang Bebas dari Propaganda HTI

Artikel Trending

EditorialMenuju Ramadan yang Bebas dari Propaganda HTI
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Sepekan lagi umat Islam akan memasuki Ramadan. Bulan Ramadan merupakan bulan yang ditunggu-tunggu bahkan sejak dua bulan lalu, melalui doa yang masyhur: Allahumma barik lana fi Rajab wa Sya’ban wa ballighna Ramadhan. Ramadan dikenal sebagai bulan dilipatgandakannya pahala kebaikan dan momentum lailatulqadar. Tidak heran, jika pada bulan tersebut, berbagai amaliah dilakukan; ibadah ditingkatkan melebihi bulan-bulan lainnya. Ramadhan karim.

Di desa-desa, optimalisasi ibadah Ramadan lumrahnya dilakukan dengan tadarus siang-malam. Dalam sebulan bisa jadi khatam tiga kali—tadarus Al-Qur’an. Sementara itu, di kota-kota, tadarus tidak hanya berupa khataman Al-Qur’an, melainkan juga kajian-kajian keislaman termasuk seminar-seminar tentang ilmu Islam yang diproyeksikan sebagai langkah menghidupkan Ramadan. Tentu saja selain tadarus masih banyak ibadah lainnya. Intinya, Ramadan berlimpah dengan amal kebaikan.

Namun demikian, yang perlu digarisbawahi juga adalah bahwa bulan Ramadan kerap jadi momentum propaganda HTI. Menyadari bahwa umat Islam akan berlomba-lomba melakukan kebaikan, para aktivis HTI menginisiasi acara-acara tertentu yang isinya adalah indoktrinasi. Sebagai contoh, mereka menggelar tadarus khilafah. Contoh lainnya, para aktivis HTI menggelar kursus sejarah Islam yang isinya adalah menyeret umat Islam ke dalam ideologi khilafah.

Karena itu, penting untuk dibahas hari ini, bagaimana membebaskan Ramadan dari propaganda HTI. Umat Islam tidak boleh dibiarkan terlena oleh kajian-kajian tentang khilafah, yang arahnya adalah membentuk mindset anti-NKRI. Jika tidak dibendung, maka setelah Ramadan, simpatisan HTI akan semakin banyak. Masih ingat beberapa tahun lalu ketika mereka meluncurkan film Jejak Khilafah dan mengkajinya di bulan Ramadan? Sampai hari ini, propaganda tersebut membekas pada umat.

Tadarus khilafah adalah program Ramadan yang sengaja dirancang para aktivis HTI sebagai gerilya indoktrinasi mereka selama bulan puasa. Dalam kemasannya, program tersebut tidak secara eksplisit mengatakan gagasan khilafah. Yang mereka suguhkan adalah kajian-kajian manipulatif ihwal sejarah, hadis, fikih, dan tauhid. Dalam fikih, umpamanya, fokus kajiannya adalah fikih politik (al-fiqh al-siyasi). Referensi yang digunakan ialah karya-karya Taqiyuddin al-Nabhani.

Dalam tadarus atau kajian-kajian propaganda HTI, ada dua hal yang ditawarkan kepada umat. Pertama, literatur klasik atau turats yang pemahamannya telah diubah sedemikian rupa. Dalam konteks ini, para aktivis HTI menggunakan sumber kitab dari ulama-ulama masyhur namun pemahamannya direduksi bahkan dirombak total. Sebagai bukti, buku Tarikh al-Khulafa’ karya ulama terkenal yaitu Imam al-Suyuthi, yang dipahami subjektif untuk mendukung agenda mereka.

BACA JUGA  Digital Native: Strategi Baru Kontra-Radikalisasi

Kedua, kamuflase literatur. Sering kali juga propaganda HTI di bulan Ramadan dilakukan dengan menyuguhkan doktrin-doktrin tanpa menyebutkan sumbernya. Para audiens tidak mendapat akses literatur tersebut yang ternyata berasal dari karya-karya ulama Hizbut Tahrir. Model kedua ini yang paling sering terjadi. Bagaimana para aktivis HTI memahami Al-Qur’an, fikih, dan sejarah, semuanya diambil dari pemikiran al-Nabhani, namun rujukannya disembunyikan dari khalayak.

Melalui dua jurus tersebut, Ramadan dipenuhi narasi propaganda khilafah, baik secara langsung maupun tidak. Contoh yang tidak langsung ialah ketika tadarusnya bertema ekonomi Islam. Materinya diadopsi dari buku-buku ekonom Muslim di era kejayaan Islam. Pada saat yang sama, dibangunlah sebuah wacana bahwa sistem ekonomi saat ini tidak hanya kontras dengan ajaran Islam, tetapi juga mengekor pada kepentingan kapitalis Barat.

Para propagandis menawarkan sistem perekonomian baru yang umat-oriented. Namun, uraian tentang sistem ekonomi alternatif tersebut hanya mentok dalam tadarus teoretis belaka. Tidak ada uraian rinci bagaimana mekanismenya, misalnya dalam konteks kerjasama internasional apakah relevan atau tidak. Yang jelas mereka menawarkan sistem yang sama sekali teralienasi. Tujuannya adalah membuat masyarakat, terutama umat Muslim, membenci sistem yang berlaku hari ini.

Itu dalam topik ekonomi. Topik-topik lainnya juga memuat spirit yang sama, yaitu menggerus kepercayaan masyarakat kepada pemerintahan yang sah. Ramadan dipenuhi kajian-kajian yang destruktif terhadap tatanan sosial-keagamaan nasional—yakni propaganda HTI. Pada saat yang sama, negara tidak dapat berbuat apa-apa karena propaganda tersebut sangat halus. Alih-alih ditindak, sejumlah lembaga negara bahkan ikut meramaikannya.

Karena itu, dalam rangka menuju Ramadan ini, kontra-propaganda HTI harus dimaksimalkan sedemikian rupa. Seluruh stakeholders harus saling bahu-membahu untuk membendung tadarus atau kajian-kajian yang secara terselubung mempromosikan khilafah. Selain regulasi khusus, diperlukan monitoring rutin untuk mengantisipasi kecolongan nasional. Adalah miris jika setelah Ramadan nanti, ternyata banyak masyarakat yang terpapar propaganda anti-NKRI HTI; khilafah dan negara Islam. []

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru