31.2 C
Jakarta

Menilik Gerakan Fundamentalisme Islam yang Semakin Marak

Artikel Trending

KhazanahTelaahMenilik Gerakan Fundamentalisme Islam yang Semakin Marak
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com– Seperti yang kita pahami bahwa, Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia dan memiliki sejarah cukup beragam terkait kedatangan dan penyebaran Islam. Sejarah yang cukup kaya ini, menampilkan banyak sekali keragaman perspektif dari masing-masing teori dalam menjabarkan kedatangan Islam di Indonesia. Sejarah paling awal, menyebut bahwa Islam pertama kali tiba di Indonesia pada abad ke-13 melalui para pedagang Muslim dari India dan Arab. Mereka datang ke kepulauan Nusantara untuk berdagang.

Seiring berjalannya waktu, Islam memiliki pengaruh yang sangat besar dan berkembang melalui perdagangan serta perkawinan antara pedagang Muslim dan penduduk lokal. Hingga pada abad ke-16, diketahui bahwa Kesultanan Demak Jawa Tengah, menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Indonesia. Selanjutnya, kesultanan-kesultanan di seluruh wilayah Indonesia termasuk Aceh, Sumatera dan Sulawesi, juga berperan penting terhadap penyebaran Islam di Indonesia. Melalui perkembangan tersebut, banyak sekali ulama, tokoh agama Islam yang lain memberikan pengaruh besar pada agama dengan memadukan budaya lokal yang berkembang pada suatu daerah tertentu.

Kenyataan ini diperkuat dengan penyebaran Islam melalui hadirnya para tokoh agama yang dikenal sebutan Walisongo. Kehadiran mereka di berbagai daerah, menguatkan pemahaman kita sebagai generasi Muslim di Indonesia bahwa, Islam yang datang tidak anti terhadap budaya lokal yang berkembang. Justru sebaliknya, mereka berdakwah melalui pendekatan budaya lokal setempat, sehingga Islam diterima dengan baik. Adapun tokoh yang terdapat dalam Walisongo di antaranya: Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik), Raden Rahmat (Sunan Ampel), Raden Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Muhammad Ainul Yakin (Sunan Giri), Ja’far Shadiq (Sunan Kudus), Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), Raden Said (Sunan Kalijaga), Raden Umar Said (Sunan Muria), Raden Qasim (Sunan Drajat).

Para tokoh di atas, salah satu tokoh dari sekian banyak tokoh agama yang berperan penting terhadap penyebaran Islam di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, perkembangan Islam sangat kompleks. Pemahaman keagamaan yang datang, terdiri dari berbagai aliran. Tidak bisa dipungkiri bahwa, penyebaran paham tersebut juga dipengaruhi oleh akses yang sangat mudah untuk menyebarkan narasi tentang keagamaan Islam di Indonesia.

BACA JUGA  Menerapkan Sikap Toleran dalam Menghadapi Pemilu

Salah satu pemahaman keagamaan yang menolak segala bentuk pendekatan budaya dengan tujuan pemurnian Islam, kita sebut fundamentalisme Islam. Istilah fundamentalis, menurut Ali Syuaibi, yang dalam bahasa Arabnya disebut dengan istilah ushuliyah, berarti kembali kepada Al-Quran dan Sunnah. Ketika istilah fundamentalis ini disematkan kepada gerakan Islam politik yang seringkali diwarnai dengan aksi kekerasan dan teror, maka menjadi begitu membahayakan terhadap wajah Islam yang tampil sangat tidak ramah terhadap perbedaan dan keragaman budaya lokal.

Jika dilihat secara umum, fundamentalisme Islam di Indonesia merupakan gerakan reformis dalam bidang teologi yang menolak paham tertentu (madzhab) dan sangat mendorong penerapan syariah atau hukum ilahi daripada hukum buatan manusia. Kelompok-kelompok di Indonesia, yang diasumsikan sebagai gerakan fundamentalisme Islam adalah Front Pembela Islam (FPI), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Forum Komunikasi Ahlussunnah Wal Jamaah (FKAWJ) serta Laskar Jihad. Selain kelompok yang kita kenal tersebut, ada pula Gerakan Padri di Minangkabau, di mana mereka memiliki beberapa kesamaan dengan ajaran Wahabi. Mereka menentang bid’ah (inovasi agama yang dianggap tidak benar) dan khufarat (keyakinan yang salah).

Salah satu strategi yang digunakan oleh para fundamentalis ini menekankan suatu aliran yang konsepnya membuat umat Islam menjadi radikal dan keras. Mereka juga membentuk sekaligus mendukung kelompok-kelompok lokal sebagai estafet penyebar, serta berusaha meminggirkan sekaligus menghanguskan segala bentuk pengamalan Islam yang sifatnya lebih toleran.

Potret fundamentalisme Islam bisa dikatakan skriptualisme, yakni keyakinan harfiah terhadap kitab suci yang merupakan firman Tuhan dan dianggap tanpa kesalahan. Dalam konteks ini, firman Tuhan dipahami secara tekstual dengan menghilangkan penafsiran dengan pendekatan budaya yang sedang berkembang. Sikap fundamentalis ini menciptakan penolakan terhadap pluralisme dan relativisme. Para fundamentalis beranggapan bahwa pluralisme merupakan produk yang keliru dari pemahaman terhadap teks suci, sehingga sikap dan pemahaman yang tidak mulus dalam pandangan kaum fundamentalis diaplikasikan dalam bentuk gerakan-gerakan yang tidak ramah terhadap perbedaan. Wallahu a’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru