31.4 C
Jakarta

Membendung Arus Talibanisasi NKRI

Artikel Trending

EditorialIndonesiaMembendung Arus Talibanisasi NKRI
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Setelah Taliban berhasil menduduki kursi presiden Afghanistan pada Minggu (15/8) kemarin, optimisme khilafah Islam meningkat secara tajam. Terutama di Indonesia, mulai ada spirit Talibanisasi NKRI. Di Arab, euforia diumumkan oleh kelompok militan Hamas yang menguasai Jalur Gaza, dengan ikut menyampaikan ucapan selamat kepada Taliban atas kemenangan untuk kembali berkuasa di Afghanistan. Hamas memuji Taliban memiliki kepemimpinan yang berani.

“Menyelamati gerakan Taliban dan kepemimpinannya yang berani atas kemenangan ini, yang merupakan puncak atas perjuangan panjang selama lebih dari 20 tahun,” kata Hamas untuk Taliban seperti dilansir AFP, Selasa (17/8) kemarin.

Di Indonesia, euforia juga terjadi dan nahasnya, yang merayakan adalah kelompok teror kelas kakap, yaitu Jemaah Islamiyah (JI). Untuk diketahui, JI tidak kalah militan dengan Taliban. Sebagai jejaring Al-Qaeda di Nusantara, JI memiliki rekam jejak yang teramat menakutkan. Selama periode Bom Bali hingga penggerebekan Noordin M. Top, Indonesia sangat diresahkan oleh aksi mereka. Jadi, JI tidak bisa disepelekan. Mereka ganas, bukan teroris kelas teri.

Nasir Abbas, mantan tokoh Jemaah Islamiyah membenarkan euforia tersebut. JI memang masih menunggu dan melihat sikap apakah Taliban masih seperti dulu yang menerima kelompok terorisme atau tidak, artinya apakah Taliban benar-benar akan berubah seperti yang dijanjikannya ke media. Namun, euforia tetap tak terbendung.

“Saya dapat komunikasi dari kawan-kawan di media sosial. Mereka, jihadi, sangat senang, bangga, ada yang sujud syukur, takbir, bergembira dengan kemenangan Taliban,” kata mantan pimpinan Jamaah Islamiyah Nasir Abbas. Jika seperti dulu, kemungkinan besar akan banyak anggota JI yang ingin hijrah ke Afghanistan dan akan menjadi ancaman baru bagi dunia. Jadi apakah kebangkitan ini menjadi ancaman atau tidak, kita tunggu sikap Taliban,” terangnya, dilansir BBC.

Euforia tersebut menyiratkan satu fakta bahwa JI masih menganggap Taliban sebagai sekutu Al-Qaeda, sambil berharap bahwa suatu waktu, para milisi JI bisa belajar i’dad jihad ke Afghanistan seperti yang mereka lakukan di era Amrozi cs. Ini artinya sinyal buruk bagi Indonesia, karena orientasi terorisme ke depan akan dibumbui oleh spirit Talibanisasi NKRI.

Di sisi lain, kaburnya sebagian besar penduduk dari Afghanistan dilatari trauma masa lalu. Namun fakta tersebut diputarbalikkan, bahwa mereka kabur karena dulunya koruptor dan pengkhianat bangsa, dan takut dengan Taliban dengan cara meninggalkan negaranya. Pembalikan fakta tersebut semakin memurnikan propaganda yang sedang dimainkan militan teror tanah air. Akhirnya banyak yang mengira, Afghanistan akan makmur di bawah Taliban dan NKRI harus menirunya.

Arus Talibanisasi NKRI akan dimulai dengan pengiriman delegasi teroris Indonesia ke Afghanistan untuk belajar strategi perang dan merakit bom. Setelah semua siap, mereka akan mnebar teror di momen-momen tertentu. Belum ada perubahan di kalangan teroris, JI dalam hal ini terutama, bahwa hari-hari penting dan objek vital adalah sasaran utama amaliah mereka.

Buktinya, sejak 12 Agustus, pekan lalu, Densus 88 Antiteror Polri menangkap 37 orang yang diduga teroris di 10 provinsi dan disebut mereka merencanakan tindakan teror pada 17 Agustus, momentum HUT RI ke-76. Sebagian besar dari yang ditangkap adalah kelompok JI. Jumlah tersebut terbilang sedikit, karena masih banyak milisi JI yang belum terlacak. Jika mereka sampai melakukan konsolidasi dengan jejaring teroris Afghanistan, maka NKRI dalam masalah besar.

Talibanisasi NKRI jelas tidak berarti sebagai upaya membuat NKRI dikuasai apalagi diambil alih Taliban. Itu masih jauh, karena teroris di negara ini tidak sekuat Taliban di Afghanistan. Talibanisasi NKRI lebih merupakan respons teroris lokal terhadap fenomena transnasional. Ini sama dengan statement Muhamad Syauqillah, Ketua Program Studi Kajian Terorisme SKSG Universitas Indonesia, bahwa kebangkitan Taliban berpotensi memberikan inspirasi bagi jaringan radikal di Indonesia.

“Jadi, selalu mereka terpesona dengan Islam transnasional, atau kemudian fenomena yang terjadi di luar negeri yang juga mereka mengupayakan juga terjadi di Indonesia. Ini yang perlu kita antisipasi ke depan,” terang pria yang juga menjabat sebagai Ketua badan Penanggulangan Ekstremisme Terorisme (BPET) MUI.

Dengan demikian, membendung arus Talibanisasi NKRI bukan berarti melacak Taliban di Indonesia. Tidak demikian. Di negara ini, mungkin Taliban tidak ada, tetapi yang memiliki paham keagamaan sama dengannya banyak sekali. Itulah yang harus dibendung arusnya. Sebagaimana Taliban yang rela berperang melawan AS selama dua puluh tahun, teroris di negara ini akan berjuang sekuat tenaga dan selama apa pun, sampai tujuannya tercapai.

Untuk menghiundari hal buruk tersebut, pemerintah harus segera merumuskan regulasi yang bersifat membendung arus sebelum NKRI kebanjiran aksi teror. Para teroris harus ditekan sekuat mungkin agar tidak mendapat celah gerakan sejengkal pun. Akses ke Afghanistan harus diperketat dan konsolidasi mereka harus segera dibubarkan.

Penyadaran tentang potensi bahaya ini harus dilakukan sejak dini, sebelum NKRI benar-benar tergerus Talibanisasi. Seperti martir yang tidak takut mati demi memperjuangkan ideologi ekstrem mereka, seluruh elemen bangsa harus berani memusnahkan arus terorisme demi menjaga NKRI. Talibanisasi NKRI tidak bisa dibiarkan.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru