29.3 C
Jakarta

Membangun Kejayaan NKRI dengan Merobohkan Politik Provokatif dan Kebencian

Artikel Trending

Milenial IslamMembangun Kejayaan NKRI dengan Merobohkan Politik Provokatif dan Kebencian
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Acara Nusantara Bersatu yang digelar di Gelora Bung Karno pada Sabtu (26/11) lalu menyisakan polemik yang meresahkan. Selain tentang izin GBK yang dianggap tebang pilih, hal paling mendapat kritik masyarakat adalah adanya provokasi dan ujaran kebencian di belakang acara tersebut. Adalah Benny Rhamdani, Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), yang bikin onar. Ia memprovokasi Jokowi untuk bertempur dengan oposisi.

Harus ditegaskan di awal, bahwa dalam tulisan ini, fokusnya adalah politik provokatif dan ujaran kebencian yang disulut Benny dan direspons masyarakat. Jadi, saya tidak mempersoalkan acara tersebut, yang konon berisi kampanye Capres dengan ciri-ciri tertentu. Saya juga tidak mempermasalahkan izin GBK, sebab sudah otoritasnya sendiri. Yang jadi pokok masalah adalah, mengapa harus ada provokasi dan kebencian dalam taktik politik?

Pembahasan tentang ini urgen setidaknya karena tiga hal. Pertama, merusak citra Jokowi sebagai presiden. Pasca-acara Nusantara Bersatu, Jokowi jadi bulan-bulanan karena provokasi dari Benny tersebut. Netizen pada mengatakan heran, bagaimana bisa seorang presiden membiarkan seseorang di hadapannya menjilat yang membuat masyarakat geram? Citra Jokowi dikotori oleh Benny. Saat G20 Jokowi dipuji-puji, tetapi setelah video Benny beredar Jokowi dicaci-maki.

Kedua, memperburuk wajah perpolitikan tanah air. Sudah lama ada anggapan bahwa iklim perpolitikan di negara ini miring; dianggap tidak sehat. Iklim demokrasi juga diprotes banyak peneliti sebagai demokrasi illiberal. Tuduhan oligarki dalam politik juga santer terdengar. Setelah apa yang Benny lakukan, wajah politik semakin suram. Itu tidak lain karena Benny dianggap bermain politik dengan sangat buruk: tidak menolerir keragaman aspirasi politik.

Ketiga, memantik narasi tandingan yang lebih provokatif dari oposisi itu sendiri. Ini yang paling menarik. Statemen Benny menjadi senjata untuk menyerang tidak hanya Jokowi, melainkan NKRI secara keseluruhan. Narasinya adalah dengan menganggap rezim saat ini sebagai rezim zalim dan tidak pro-rakyat. Para oposan membuat narasi tandingan yang tak kalah provokatif sehingga membuat masyarakat semakin benci pemerintahan. Ini yang paling menakutkan.

Kontra-Provokasi

Untuk menanggulangi radikalisme-terorisme, kontra-radikalisme dan deradikalisasi menjadi langkah niscaya. Bersamaan dengan itu, mengonter narasi para radikalis sangat efektif bila dilakukan dengan argumentasi yang kokoh. Karena itu, dalam pendekatan persuasif, cita-cita idealnya adalah menginsafkan radikalis-teroris berdasarkan kesadaran mereka sendiri. Alih-alih mengajak tempur, para kaum radikal-teror diajak melalui hati dan kepala mereka sendiri. Hasilnya, efektif.

Artinya, melawan musuh dengan kebencian sama sekali tidak akan menuai hasil. Jika Benny berpikir dengan bertempur melawan oposisi masalah akan selesai, dia tidak hanya ceroboh melainkan juga tidak berwawasan. Oposisi dalam politik adalah sesuatu yang pasti ada. Jika tidak mau ada lawan politik, jalan terbaik adalah tidak masuk dunia politik. Masalahnya, Benny menjual predikat “pemenang” untuk memerangi pihak yang berbeda secara barbar yang justru itu akan membunuh dirinya sendiri.

BACA JUGA  Tahun 2024: Masihkah Ada Harapan Baik Bagi Bangsa Indonesia?

Politik provokasi dan ujaran kebencian ala Benny Rhamdani, dengan demikian, harus dirobohkan. Masyarakat dan pemerintah, terutama Jokowi, tidak boleh mengafirmasi gagasan bermasalah tersebut. Membangun kejayaan NKRI—yang dalam istilah relawan Nusantara Bersatu adalah menciptakan Indonesia Emas 2045—tidak dapat ditempuh melalui pertempuran sipil, sekalipun lawan politik. Benny harus belajar tentang itu jika pengalaman panjangnya di dunia politik tetap tidak membuatnya cerdas.

Namun demikian, bola api sudah bergulir. Para lawan politik memanfaatkan statemen Benny untuk menciptakan polarisasi politik secara lebih luas. Mereka mulai menebarkan kebencian tentang rezim: tidak hanya anti-Islam, melainkan juga anti-kebenaran. Oleh karena lawan politik Jokowi kebanyakan mengatasnamakan Islam, mereka menebarkan narasi bahwa Jokowi dan para relawannya adalah antek komunis yang memusuhi Islam. Provokasi dan kebencian semakin membengkak.

Untuk itu, kontra-provokasi bisa menjadi solusi alternatif. Benny tidak boleh diberi panggung lagi, karena penyataannya kerap blunder dan provokatif. Setiap politik provokatif dan kebencian harus dikonter, dilawan, dirobohkan, sehingga provokasi yang lebih parah juga teradang dengan sendirinya. Polarisasi politik tidak bisa dirawat dengan pembiaran secara liar terhadap orang seperti Benny. Semua harus sadar, polarisasi politik adalah musuh besar NKRI.

NKRI dan Polarisasi Politik

Di negara ini, membela NKRI adalah kewajiban yang tak bisa ditawar. Kendati begitu, berseberangan dalam urusan politik juga merupakan dialektika yang tidak terbantahkan. Yang harus dirobohkan adalah mental-mental ceroboh seperti yang ditunjukkan Benny Rhamdani: provokatif dan memantik kebencian antarsesama warga negara. Alih-alih menciptakan Indonesia Emas 2045, jurus tempur yang dia proposalkan ke Jokowi akan membuat NKRI terpecah-belah bahkan hancur.

Politik provokatif dan kebencian tidak berguna untuk NKRI. Sama dengan tidak bergunanya omnivor sejenis Benny Rhamdani untuk masa depan negara. Maka, semua itu harus dihentikan, dan kontestasi politik harus ditempuh secara sehat tanpa harus mencederai kerukunan. Memang, di NKRI, ada aktivis khilafah—dengan kelompoknya yang beragam—yang harus diberantas secara total. Namun bukan dengan tempur lapangan, karena perang sipil hanya akan memperumit persoalan.

Sebentar lagi tahun 2024, polarisasi politik 2019 tidak boleh terulang lagi. Yang lalu belum sembuh, sehingga seluruh elemen masyarakat harus memiliki kesadaran bersama untuk tidak memperparahnya. Relawan Nusantara Bersatu maupun relawan Anies Baswedan, juga relawan lainnya yang ke depan akan bertambah banyak, harus sepakat dalam satu hal: berlomba-lomba menjayakan NKRI di era yang akan datang. Secara ekonomi, politik, atau pun keagamaan. Semua menjadi tugas bersama.

Para radikalis-teroris jelas merupakan musuh paten. Namun, saya rasa, upaya untuk menanggulangi mereka sejauh ini sudah sangat efektif, tanpa memakai jurus tempur ala Benny Rhamdani. Dia dan gagasannya soal tempur lapangan harus dirobohkan, tidak boleh dibiarkan berdiri dan menciptakan polarisasi politik semakin tajam. Bila perlu, Benny harus diberikan pelajaran setimpal karena memantik politik provokatif dan kebencian. Semua demi masa depan NKRI.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru