35.1 C
Jakarta

Media Sosial: Peluru Para Teroris

Artikel Trending

KhazanahTelaahMedia Sosial: Peluru Para Teroris
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com- Dilansir dari Radarsolo.com, lembaga nirlaba berbasis di Riyadh, Pusat Global Pemberantasan Ideologi Ekstremis (Etidal) menggandeng platfrom Telegram, menghapus 7.207.810 konten ekstremis dan menutup 1.554 kanal ekstremis, selama triwulan kedua atau April sampai Juni 2023. Pada 18 April, bertepatan dengan hari ke-27 Ramadan terjadi aktivitas tertinggi dalam penyiaran konten ekstremis dengan 615.506 konten ekstremis, di samping 81 kanal ekstremis. Momentum Ramadan menjadi ladang rezeki bagi para teroris untuk mengejewantahkan nilai-nilai ajaran Islam yang penuh kedamaian, dengan ajaran untuk melawan kebatilan melalui teror dan kebencian kepada manusia yang berbeda agama.

Aktivitas ini tidak lepas dari upaya Alqaeda, sebagai salah satu kelompok teroris dunia, yang sudah memanfaatkan media sosial sejak Februari 2022 silam. Hingga saat ini, mereka sudah memiliki 3,5 juta konten ekstremis dalam 535 kanal. Ini masih Alqaeda saja. Artinya belum lagi dengan kelompok teroris yang lain, yang juga memanfaatkan media sosial sebagai peluru untuk meledakkan dan menyebarkan ideologinya kepada masyarakat secara luas.

Mengapa media sosial menjadi jembatan paling ciamik dalam menyampaikan ajaran/pesan? Sekalipun pesan teror?

Dakwah  yang paling efektif,  interaktif,  dan  efisien,  melalui  jalur  media  sosial  yang  bersemangat kultural atau berbasis kearifan. Dakwah maupun pesan-pesan kebaikan    dari    eksponen    masyarakat    Islam    mesti    disesuaikan    dengan perkembangan   zaman. Dakwah   di   era   kekinian   mesti   mengedepankan keramahan, sehingga tidak ada kesan radikal dalam beragama.

Di era media yang mengedepankan viralitas dibandingkan substansi, menuntut kita untuk mengemas dakwah agar mampu bersanding dengan konten viral yang tidak substansial tersebut. Artinya, pentingnya konten dakwah untuk disebarkan di media sosial salah satunya agar media sosial, menjadi salah satu ladang kebaikan, dan menjadi sarana edukasi agama yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat.

Keberadaan media sosial ini juga menunjukkan ajaran agama yang sangat beragam. Di satu sisi fenomena ini membuat kita belajar dari berbagai perspektif. Di sisi lain, ada fenomena beberapa kelompok masyarakat  yang masih terbelenggu oleh ajaran dan keyakinan kita, menyalahkan ajaran yang lain dan berpotensi tercipta kebencian antar umat beragama. Oleh karena itu, kesadaran untuk selalu mengingat bahwa ajaran agama adalah ajaran yang mengdepankan cinta kasih, perlu terus terpatri agar kita bisa melihat perbedaan dengan kaca mata kemanusiaan.

New Media dan Kelompok Teroris

BACA JUGA  Fenomena Domestifikasi Perempuan oleh Aktivis Khilafah

Ada beberapa karakteristik media baru di antaranya: Pertama, multimedia, dapat memuat atau menyajikan berita dan informasi dalam bentuk teks, audio, video, grafis dan gambar secara bersamaan. Kedua, aktualisasti, berisi informasi aktual karena kemusahan dan kecepatan penyajian informasi sehingga berita yang disampaikan selalu terbaru. Ketiga, cepat, begitu diposting atau diunggah di media sosial bisa diakses oleh semu orang. Keempat, up to date (terbaru), informasi yang disebarkan selalu terbaru karena kecepatan penggunaan teknologi.

Kelima, kapasitas luas, halaman web bisa menampung teks yang panjang dan menampung banyak tulisan. Enam, pemuatan dan editing naskah bisa dilakukan di mana saja dan kapan saja serta bisa atur jadwal terbit sehingga sangat memudahkan untuk menyebarkan tulisan. Ketujuh, luas, menjangkau seluruh dunia yang memiliki akses internet. Informasi yang disebarkan berpotensi untuk dibaca oleh banyak pengguna. Delapan, interaktif, dengan adanya fasilitas kolom komentar sehingga orang bisa berinteraksi satu sama lain terkait informasi yang sudah disebakan. Sembilan, terdokumentasi, informasi yang disebarkan tersimpan di “bank data” dan dapat digunakan sewaktu-waktu apabila membutuhkan. Sepuluh, hyperlinked, terhubung dengan sumber lain (links) dengan informasi yang tersaji.

New media menjadi salah satu kemudahan penting bagi kehidupan kita saat ini. Jika di masa silam kita hanya menjadi penonton, karena televisi tidak menyediakan ruang untuk berkomentar dan berinteraksi dengan pembuat konten, saat ini kita secara bebas berkomentar dan memberikan feedback atas segala informasi yang kita terima.

Kemudahan ini juga dimanfaatkan oleh para teroris untuk menyebarkan ideologinya secara luas.  Menurut UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime) tujuan penggunaan internet oleh organisasi teroris salah satunya adalah propaganda. Propaganda yang dimaksud dapat berbentuk kampanye tindakan kekerasan, retorika, perekrutan, radikalisasi dan penghasutan agar melakukan terror. Hal ini dapat dilihat dalam bentuk komunikasi multi media yang menyebarkan ideologi, penjelasan-penjelasan dasar pembenaran atau mempromosikan kegiatan teroris dan perintah melaksanakan perang. Pesan-pesan di internet tersedia dalam format presentasi, e-magazine, risalah-risalah, file-file audio dan video, seperti ceramah dan lagu-lagu bernuansa keagamaan atau nasyid, dan video games yang di buat oleh organisasi teroris atau simpatisannya. Berdasarkan penjelasan tersebut, media sosial adalah peluru bagi para teroris yang diledakkan untuk menyebarkan propaganda dan ideologinya. Wallahu A’lam.

Muallifah
Muallifah
Aktivis perempuan. Bisa disapa melalui Instagram @muallifah_ifa

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru