34.8 C
Jakarta

Dakwah Humoris: Wajah Islam Humanis Non-Ekstremis

Artikel Trending

KhazanahOpiniDakwah Humoris: Wajah Islam Humanis Non-Ekstremis
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Beberapa waktu lalu saya bertemu dengan ibu-ibu di kampung yang menceritakan rasa gembiranya bisa menghadiri pengajian ustazah Mumpuni. Mereka rela menunggu beberapa jam sambil berdesak-desakan di tengah gerimis hujan yang mulai mengguyur para jemaah.

Untuk sampai ke tempat itu, mereka juga harus menempuh perjalanan beberapa kilometer dengan menyewa kopata (kendaraan angkutan umum). Ketika sampai di tempat acara harus melepas sandalnya, masuk lewat tengah persawahan, merelakan kaki terkena lumpur, demi bisa duduk di sekitar area yang dekat dengan penceramahnya.

Sepenggal cerita di atas menggambarkan betapa antusiasnya para ibu-ibu saling mengajak untuk menghadiri pengajian di kampung tetangga atau bahkan di daerah yang berbeda. Masih banyak kisah heroik lainya dari pengalaman-pengalaman “safari ngajinya” mereka.

Ketika saya menanyakan apa yang membuat tertarik menghadiri pengajian-pengajian tersebut? Jawaban mereka adalah karena “seng ngisi kiai/bu nyaine pinter lan seneng humor, dadi engak gampang ngantuk, anane mung seneng lan seneng pokoke” (pengisinya pandai dan humoris, jadi ketika mendengarkan tidak mudah mengantuk sehingga yang adanya hanya perasaan senang dan senang).

Pembawaan para penceramah dengan selera humor membuat sebagian besar jamaah mudah terkesan dengan dakwah yang disampaikan. Penggalan cerita dari ibu-ibu di atas mengkonfirmasi bahwa masyarakat kita memang cenderung lebih mudah menerima ilmu agama yang disampaikan dengan cara yang humoris dan tidak terlalu kaku.

Di kalangan ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama kita banyak menggenal beberapa ulama yang ketika berdawah disampaikan secara rileks dan humor. Kiai Abdurahman Wahid atau yang dikenal dengan Gus Dur memiliki banyak sekali humor dalam mensikapi berbagai persoalan kehidupanya maupun dalam membahas tema keagamaan.

Gus Baha juga merupakan salah satu ulama yang sering menceritakan tentang figur ayahnya sendiri, Kiai Nur Salim dan gurunya yaitu Mbah Maimun yang banyak guyon ketika dihadapkan dengan masyarakat. Alasanya sederhana, karena masyarakat itu sudah terlalu banyak bebannya, kasihan kalau agama ini tidak bisa menghadirkan sisi-sisi kebahagiaan di hati mereka.

BACA JUGA  Metode Ilmiah Ibnu Al-Haytsam untuk Menangkal Hoaks, Bisakah?

Di lingkungan Muhammadiyah kita juga mengenal salah satu tokoh yang khas dengan selera humornya seperti Prof Abdul Mu’ti. Bahkan beliau akhir-akhir ini juga menerbitkan buku yang berjudul “Guyon Maton Lucu Bermutu ala Muhammadiyah”.

Para ulama memiliki kearifan ketika memikirkan umatnya termasuk bagaimana cara yang pas dalam mendakwahkan Islam humanis kepada masyarakat luas. Jangan sampai agama ini justru menjadi penambah masalah atau beban bagi kehidupan masyarakat.

Sehingga kreatifitas dan seni dalam berdakwah harus mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat. Oleh karena itu nilai Islam disampaikan secara ringan dan diselingi dengan cara yang humoris, baik ketika berceramah maupun dalam menjalin komunikasi sosial bermasyarakat.

Semua ada ilmunya, bahkan Rasulullah sendiri pernah suatu ketika ada seorang nenek yang minta didoakan agar bisa masuk surga. Sambil bergurau, beliau seraya menjawab bahwa di surga tidak ada nenek-nenek. Mendengar jawaban tersebut, nenek itu menjadi sedih. Kemudian Rasulullah menjelaskan bahwa nanti di surga semua dalam keadaan muda.

Model dakwah yang humoris menjadi cerminan wajah Islam yang humanis. Bahasa yang disampaikan ringan. Orang beragama merasa bergembira dalam menjalani kehidupan. Sehingga melahirkan sifat selalu husnudzon dan syukur terhadap segala takdir dan karunia Allah Swt.

Cerita ibu-ibu di kampung tadi mengambarkan suasana batin yang menggembirakan dalam beragama. Agama mampu dihadirkan sebagai sesuatu yang mampu mengakrabkan suasana batin umat secara humanis. Nilai ajarannya mudah diterima, diresapi serta diamalkan oleh semua kalangan.

Nor Kholis
Nor Kholis
Peminat Kajian Keislaman dan Kebudayaan

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru