35.1 C
Jakarta

Mahasiswa Wajib Gaungkan Moderasi Agama di Medsos, Mengapa?

Artikel Trending

KhazanahOpiniMahasiswa Wajib Gaungkan Moderasi Agama di Medsos, Mengapa?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Melihat Islam Indonesia, identik dengan Islam Nusantara yang memiliki karakteristik moderat, humanis, inklusif, toleran, dan pluralis. Namun, di balik sisi golongan moderat, terdapat pula kelompok konservatif-ekstremis-radikalis semakin masif pergerakannya di ruang digital dan dapat mengancam ideologi kaula muda dan negara.

Maka, peran mahasiswa sebagai kaum intelektualis, melek (update) kemajuan teknologi, dan mengusung paham moderasi agama begitu penting untuk membendung-melawan kelompok tersebut dengan menebar syiar moderasi beragama secara cerdas, kreatif, continue dan serentak.

Pergerakan Konservatif di Internet

Pesatnya perkembangan teknologi informasi (social media) merupakan keniscayaan. Peningkatan pengguna media sosial di dunia mencapai 60%. Sedangkan dalam ruang lingkup Indonesia, pada 2020 sesuai data yang dirilis Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APIJII) per kuartal II, tercatat adanya peningkatan pengguna internet sebesar 25,5 juta jiwa dibanding 2019.

Begitu pula presentase penetrasi internet di Indonesia sejak tahun 2018 hingga tahun 2022 mengalami peningkatan, 2018 (64,80%), 2019-2020 (73,70%), 2021-2022 (77,02%).

Salah satu informasi yang mengandung bobot intim dan serius biasanya mengarah pada unsur agama, yang memiliki kedudukan penting dalam kehidupan manusia. Terlebih berkembangnya teknologi digital, maka semakin beragam pula ekspresi beragama di ruang media sosial.

Pasca-Reformasi, kelompok konservatif-radikalis aktif bergerak di ruang digital. Hasil penelitian pada November 2020 oleh Media and Religious Trend in Indonesia menunjukkan bahwa gerakan/narasi konservatisme, islamisme, radikalisme agama begitu mendominasi di ruang digital. Sesuai data, sebanyak 67.2% didominasi konservatisme, 22.2% golongan moderat, 6.1% kelompok liberal, dan 4.5% diikuti kelompok Islamis.

Bagitu pula perkembangan gerakan hijrah kontemporer yang digandrungi kaula muda, hasil riset PPIM UIN Jakarta terdapat 180 video Youtube dan 1.237 konten Instagram gerakan hijrah yang cenderung mengarah pada narasi konservatif, baik berupa teks, gambar, dan video.

Memaknai Moderasi Beragama

Dalam penelitian Chafid Wahyudi dengan tajuk “Tipologi Islam Moderat dan Puritan” (2011), seruan kedamaian dalam ajaran Islam begitu ditekankan. Sebagaimana konsep berislam Rahmatan lil ‘Alamin, merupakan dasar dalam berkehidupan yang saling menyanyangi dan penuh damai kepada siapapun.

Moderasi beragama di Indonesia begitu penting untuk ditanamkan. Moderat dalam beragama berakar dari konsep “tawassuth”, karena setiap elemen ajaran Islam bersifat tengah-tengah atau tidak berlebihan. Demikian mencakup tidak berlebih dalam bersikap ghuluw (ekstrem).

Ajaran Islam juga menekankan untuk tawazun (seimbang). Wildani Hefni mengatakan dalam penelitiannya “Religious Moderation in The Digital Space” (2020), demikian didasarkan pada sikap mengedepankan keyakinan moral, baik ketika memperlakukan seseorang secara individu ataupun dalam lingkup yang lebih besar, seperti halnya negara.

Sikap yang tidak berlebihan tersebut dalam ajaran Islam berangkat dari konsep tengah-tengah atau seimbang (wasathiyah). Jika dikaitkan dalam konteks Indonesia, keseimbangan ini perlu diterapkan di tengah kehidupan, yakni menerapkan nilai agama menurut teks kitab suci dengan penerapannya yang sesuai dengan era sekarang.

Delapan Peran Mahasiswa Menggaungkan Moderasi

Sebagai kaum intelektual, mahasiswa tidak hanya dituntut untuk lulus tepat waktu, namun memiliki tanggung jawab kontribusi sosial yang jangkauannya lebih luas. Setidaknya ada delapan komponen peran mahasiswa dalam bermasyarakat, a) menyampaikan aspirasi masyarakat kepada pemerintah, b) kontrol politik, c) Penyambung lidah pemerintah, d) agent of change, e). social control, f) moral force, g) iron stock, dan h) gauardian of value.

Delapan peran tersbeut sangat relevan kiranya diterapkan untuk menekan kelompok konservatif-teroris-radikalis di ruang digital, yaitu dengan menebar paham Islam rahmah: berislam santun dan menuntun: berislam secara cerdas, tidak menindas: berislam yang merangkul, tidak memukul.

BACA JUGA  Kaffah Tanpa Khilafah, Kenapa Tidak?

Pertama, mahasiwa berperan sebagai analisator terhadap permasalahan masyarakat, kemudian menyampaikan solusi kepada pemerintah/badan yang berwenang. Demikian baik berupa masalah ekonomi, sosial, bahkan masalah keagamaan, seperti halnya masifnya pergerakan kelompok radikal-konservatif-teroris di media sosial.

Kedua, sebagai kontrol politik (berbeda dengan politikus negara). Mahasiswa dengan idealismenya yang tinggi dan minim tercemar/terpengaruhi politik, berperan sebagai partisipan-pengawas di segala lini terkait kebijakan pemerintah. Termasuk pencegahan radikalisme-konservatisme di media sosial yang juga digelorakan oleh pemerintah untuk menjaga stabilitas kehidupan bernegara-beragama

Ketiga, sebagai penyambung lidah pemerintah, diharapkan mampu bersosialisasi tentang kebijakan terkait suatu hal. Di sini mahasiswa berperan menyederhanakan narasi kebijakan yang dilayangkan pemerintah supaya mudah dipahami masyarakat awam. Seperti pula pencegahan penyebaran kelompok radikalisme-terorisme-konservatisme, pemerintah juga menolak keras dan dibuktikan dengan adanya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).

Keempat, sebagai agen perubahan (agent of change). Mengingat doktrin dan narasi konservatif di tengah arus media digital yang semakin terbuka bagi siapapun menjadi ancaman semua pihak. Maka menebar ajaran moderasi beragama bagi mahasiswa menjadi salah satu langkah menuju perubahan lebih baik dan kontribusi kaum intelektual.

Kelima, sebagai kontrol sosial (social control). Mahasiswa berperan sebagai kontrol atas berbagai hal yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan norma sosial. Langkah yang diterapkan adalah dengan memberikan kritik, saran, maupun solusi atas permasalahan sosial yang mengancam bangsa. Maka, melindungi masyarakat dari doktrin/paparan terorisme-radikalisme begitu penting.

Keenam, menjaga nilai-nilai baik (moral force). Mahasiswa dituntut mencerminkan karakter  sesuai dengan identitas intelektualnya. Ketujuh, memiliki peran sebagai penerus bangsa (iron stock) dalam hal kebaikan untuk kemaslahatan masyarakat. Poin kenam dan ketujuh berlaku pada mahasiswa dari basis keagamaan (UIN, IAIN, IAI dan sejenisnya) yang berpaham moderat dan inklusif, begitu penting untuk ditularkan secara continue.

Kedelapan, yaitu menjaga nilai warisan para leluhur (guardian of value). Demikian yang perlu dijaga betul: gotong-royong, keadilan, empati, kejujuran, cinta kasih, kebersamaan, perdamaian, humanis, moderat, toleran, inklusif, pluralis, dan menjunjung tinggi cinta kasih.

Sebuah Langkah Praktis

Langkah praktis yang bisa diterapkan dalam menggelorakan moderasi beragama di ruang digital yaitu, a) menebar narasi/wawasan moderasi beragama baik dalam bentuk tulisan, gambar, dan video, b) membuat konten kreatif seputar moderasi beragama, c) membangun kolaborasi dengan komunitas/lembaga tertentu dalam syiar moderasi beragama di media sosial, d) konsisten memberikan edukasi Islam humanis. Empat langkah tersebut dapat digelorakan di berbagai platfrom digital (TikTok, Instagram, Twitter, Facebook, WhatsApp, YouTube, dll).

Adapun output/goals dari strategi tersebut: a) menekan pergerakan kelompok konservatif di media sosial, b) narasi moderasi beragama semakin mendominasi, c) adanya konten kreatif, maka akan menarik untuk dibaca, didengar dan dilihat oleh berbagai kalangan, d) diterapkannya kolaborasi dengan komunitas, pemerintah, tokoh agama, lembaga, maupun institusi, maka target untuk perluasan syiar dakwah di ruang digital akan sampai pada setiap elemen masyarakat, dan e) menjaga stabilitas dominasi narasi berpaham moderat secara berkelanjutan hingga masa-masa selanjutnya. Dengan demikian, generasi akan datang akan selamat dari paparan ideologi radikal-ekstrem-konservatif.

Ali Mursyid Azisi, M.Ag
Ali Mursyid Azisi, M.Ag
Peneliti di Centre for Research and Islamic Studies (CRIS) Foundation), Researcher di Nursyam Centre Indonesia & Pengurus Asosiasi Peneliti-Penulis Islam Nusantara se-Indonesia (ASPIRASI).

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru