30.4 C
Jakarta

Ketika Akademisi Terjun dalam Politik Praktis, Masihkah Objektif?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanKetika Akademisi Terjun dalam Politik Praktis, Masihkah Objektif?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Menjelang Pemilu 2024, hampir semua warga negara Indonesia terlibat di dalamnya. Baik mereka dari kalangan akademisi murni, maupun dari politikus sendiri. Keterlibatan mereka dalam politik praktis ini mencuri perhatian saya, sehingga terbersit pertanyaannya, ”Seberapa objektifnya mereka?”.

Objektif yang saya maksud di sini merupakan sesuatu yang berlawanan dengan sikap subjektif. Orang yang objektif biasanya memberikan nilai atas calon presiden dan wakil presiden dengan sikap yang sebenarnya, tidak melibatkan unsur pribadi atau kelompok di dalamnya. Sehingga, hasil dari kesimpulan yang diambil dapat mengantarkan pada jalan kebenaran.

Mirisnya, banyak ilmuwan yang kurang objektif ketika terjun di ranah politik praktis. Pendapatnya disesuaikan dengan tinggi-rendahnya pendapatan. Jika pendapatannya (money politic) tinggi, maka kecenderungan itu akan jauh lebih tajam ke kelompok tersebut. Dan, biasanya akan mencari kesalahan kelompok lain, meski mereka itu baik sebenarnya.

Dalam konteks hiruk-pikuk Pilpres 2024, pihak lawan selalu mengklaim kubu Anies dan Muhaimin dengan tuduhan politik identitas. Tragisnya, politik identitas yang disematkan itu diberi pemahaman yang sangat keliru sebagai politik yang mendiskreditkan agama di luar Islam. Dan, tentunya bagi mereka politik ini cukup membahayakan.

BACA JUGA  Jangan Lupa Menghias Diri dengan Pakaian Takwa di Hari Lebaran Nanti

Padahal, politik identitas itu merupakan suatu keniscayaan dalam hidup manusia. Yang jelas, politik identitas bukan hanya terbatas pada politik yang hanya melibatkan orang Islam. Tapi, politik identitas adalah politik yang mewarnai semua elemen politik. Santri yang berpolitik, misalnya, juga bisa dikatakan politik identitas, karena melibatkan identitas santri. Begitu pula dalam kasus pelibatan akademisi dalam politik.

Selain itu, klaim negatif juga dilayangkan kepada kubu Prabowo dan Gibran dengan sebutan politik dinasti. Klaim dinasti yang ditekankan di sini karena di balik pengangkatan Gibran sebagai calon wakil presiden ada keterlibatan bapaknya Jokowi yang sekarang menjabat sebagai presiden Indonesia.

Sebagai penutup, penting dicatat bahwa tidak ada yang objektif dalam ranah politik. Akademisi yang sering menggaungkan sikap objektif itu hanyalah bualan semata. Faktanya, mereka juga menjual idealismenya demi kepentingan yang bersifat sementara.[] Shallallahu ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru