30.8 C
Jakarta

Jadi Umat Islam yang Ramah Sesuai Kasih Tuhan

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuJadi Umat Islam yang Ramah Sesuai Kasih Tuhan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF
Judul Buku: Tuhan Ada di Hatimu, Penulis: Husein Ja’far Al-Hadar, Jumlah Halaman: 203 Halaman, Penerbit: Noura Books, Cetakan: Cetakan I, Juli 2020, ISBN: 978-623-242-147-9, Peresensi: Bagis Syarof.

Harakatuna.com – Membaca karya Habib Husein al-Hadar ini membuka pemikiran saya tentang Islam. Adalah agama yang fleksibel, agama yang penuh cinta, dan agama yang menjawab segala pertanyaan yang paling sulit sekalipun.

Islam yang dikenal sebagian masyarakat Indonesia yang masih belum melek akan esensi Islam itu sendiri, sebagai agama yang penuh kekolotan, agama yang penuh dengan kesontoloyoan, dan lain sebagainya. Pasalnya Islam tidak yang mereka kenal, bukan Islam yang mengajarkan cinta dan kasih, melainkan Islam yang masih stagnan, yang diajarkan oleh orang yang paham Islam sedikit kemudian sudah berani mengajarkan Islam. Maka kemudian,

Maka kemudian tersampaikan sebuah ajaran yang tidak fleksibel. Tidak menggambarkan Islam yang sebenarnya dinamis, yang mengedepankan kemaslahatan dan perdamaian.

Kita ambil contoh tentang pembunuhan orang yang membangkang dari Islam. Dalam ajaran Islam mereka, yang masih kurang mengerti tentang Islam yang mengedepankan cinta dan kemaslahatan, maka bagi siapa saja yang keluar dari Islam, atau non-Islam, halal darahnya untuk dibinasakan.

Penting untuk mengenal Islam yang benar-benar dari sumber utamanya, yaitu Allah dan Nabi-Nya. “Akhlak adalah simpul keislaman seseorang. Orang yang berakhlak, berarti mengenal Allah SWT. dan Nabi. Sehingga ia berusaha menjadikan dirinya berahlak seperti Nabi, yang berahlak dengan akhlaknya Allah SWT. Dan orang yang berakhlak pastilah penuh cinta dan membahagiakan bagi semua manusia. Karena akhlak bukan hanya etiket (kesantunan), tapi kesantunan yang bersumber dari hati yang tulus sehingga akan juga dirasakan oleh hati yang lain. Santun saja, enak dipandang. Tapi kalau tak bersumber dari hati, ia tak terasa di hati. Ia bukan akhlak, tapi pencitraan”. (Halaman 105).

Cermin dari Allah dan Nabi adalah Islam yang membawa perdamaian, Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam, bukan Islam yang membawa kegaduhan, bukan Islam yang menjadikan non-Islam sebagai musuh.

BACA JUGA  Keterlibatan Perempuan dalam Kejahatan Terorisme

Sayyidina Ali bin Abi Thalib, pernah mengatakan bahwa, kalau tidak bersaudara dalam satu iman, berarti bersaudara dalam kemanusiaan. Adalah memang, pendahulu kita, mengedepankan cinta dalam segala hal. Jadi, kita sekarang tidak perlu bertengkar karena perbedaan pendapat. Tidak perlu saling membenci karena berbeda agama. Karena sejatinya, kita semua adalah sesama ciptaan Tuhan yang hina.

Tentang agama, adalah perkara Tuhan dengan hamba-Nya. Kita sebagai  makhluk yang sangat lemah, tidak bisa lantas menghakimi seseorang sebagai orang yang kafir, orang tidak taat beragama, orang yang menghianati Tuhan, karena maksiat setiap hari.

Penghakiman tersebut akan membuat orang menjadi jumawa. Orang yang setiap harinya shalat tepat waktu, akan menganggap dirinya lebih baik dari pada orang yang setiap harinya telat dalam melaksanakan shalat. Tidak ada yang tahu perkara urusan Tuhan dengan hambaNya.

Kita tidak sama sekali mempunyai kepasitas untuk itu. Bahkan meski kita diberikan kemampuan oleh Allah mengetahui hati seseorang dalam beragama, kita tidak berhak untuk mencampuri urusan Allah dengan hambaNya.

Sebagai sesama Islam, kita hanya diberikan hak untuk mengingatkan hamba Allah yang menyeleweng dari syariat. Sedangkan untuk hidayah, kita lagi-lagi tidak punya otoritas untuk itu. Allah adalah dzat yang Maha Segalanya. Andai Allah mau, maka manusia di dunia ini, disadarkan hatinya, kemudian diislamkan semuanya. Kenapa? Berarti Allah tidak berkehendak untuk itu.

Tuhan, tidak di Ka’bah, tidak di Vatikan, tidak pula di Temboh Ratapan, Tuhan ada di hatimu. Jadi perkara Tuhan, tidak bisa dicampuri oleh orang lain. Hak kita hanya mengingatkan apabila saudara kita menyeleweng dari ajaran Islam. Tidak berhak untuk membenci, tidak berhak untuk menghakimi, bahkan sampai menghilangkan nyawa mereka. Karena Islam adalah agama cinta, bukan agama yang penuh dengan sengketa. Itulah hakikat bertuhan dan beragama.

Bagis Syarof, S.H
Bagis Syarof, S.H
Alumni Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru