31 C
Jakarta

Identitas Politik Umat Islam Sepanjang Masa

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanIdentitas Politik Umat Islam Sepanjang Masa
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Politik menjadi bagian dari hidup manusia. Tidak bisa manusia menghindar dari isu politik. Dalam ranah pedesaan pun masyarakat dihadapkan dengan pemilihan kepala desa. Apalagi di perkotaan, jelas politik menjadi konsumsi yang biasa dilakukan.

Bicara soal politik, keterlibatan umat Islam menjadi suatu hal yang tidak dapat dihindari. Mereka menjadi bagian dari pelaku politik di dalamnya. Namun, ketika umat Islam terlihat dalam ranah politik, seringkali disematkan stigma politik identitas.

Politik identitas di sini dipahami secara sempit dan menunjuk pada politik yang menggunakan identitas agama sebagai kendaraan politiknya. Sebagian orang tidak setuju dengan melibatkan agama dalam ranah politik sebab, katanya, agama itu suci sehingga tidak pantas disandingkan dengan politik yang buruk.

Tulisan ini tidak mau membahas politik identitas, tetapi lebih kepada identitas politik umat Islam. Apa sebenarnya identitas politik yang semestinya digunakan ketika mereka terjun ke ranah politik? Siapakah yang seharusnya mengendalikan politik ini? Agamakah atau pelaku politiknya?

Menjawab pertanyaan tersebut, identitas politik umat Islam hendaknya dikendalikan oleh agama yang dianutnya, bukan dikendalikan oleh pelaku politiknya. Identitas politik ini hendaknya didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kesejahteraan. Beberapa nilai ini penting diperhatikan karena ketiganya akan menghasilkan kemaslahatan.

BACA JUGA  Mengatasi Kemiskinan dengan Memiskinkan Koruptor atau Menaikkan Gaji Pejabat?

Kemaslahatan itu penting ditegakkan agar misi agama tidak terhenti sebab terhalang oleh kepentingan kelompok tertentu. Sehingga dari itu pula, orang lain akan mendapatkan dampak yang positif dengan pengaplikasian nilai-nilai positif yang diperjuangkan agama.

Identitas politik umat Islam yang sudah disinggung tadi jelas berbeda dengan identitas politik kelompok radikal yang menyebutkan bahwa khilafah dan negara agama adalah bagian dari syariat Islam. Apa yang digaungkan oleh kelompok radikal ini jelas tidak dapat diterima karena argumentasi mereka itu tidak benar. Al-Qur’an tidak pernah menyatakan seperti itu.

Sebagai penutup, bukan sesuatu yang keliru menghadirkan agama dalam ranah politik selama tidak keluar dari ketentuan-ketentuan agama. Bahkan, harus agama hadir dalam politik itu. Agar agama menjadi pembimbing pelaku politik tidak melakukan sesuatu yang dilarang seperti korupsi, nepotisme, radikalisme, dan masih banyak yang lainnya.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru