28.8 C
Jakarta

Gus Ipul, Gus Miftah, dan Fenomena Kiai-kiai Uang Penyesat Umat

Artikel Trending

Milenial IslamGus Ipul, Gus Miftah, dan Fenomena Kiai-kiai Uang Penyesat Umat
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Sekjend PBNU Saifullah Yusuf alias Gus Ipul berulah. Dia mengimbau warga NU agar tidak memilih presiden yang didukung Abu Bakar Ba’asyir. Pesan kasarnya, dia melarang nahdliyin untuk mencoblos Anies pada Pemilu 2024 nanti. Pernyataan tersebut merupakan respons atas pernyataan Ba’asyir sebelumnya, bahwa dia mendukung Anies. Sebagai eks-teroris, suara Ba’asyir kemudian dimanfaatkan untuk memukul paslon 01.

Di kesempatan lain, Gus Miftah juga bikin onar. Dia melarang masyarakat memilih presiden yang didukung PKS. Alasannya, PKS itu Wahabi, dan Wahabi itu menurutnya teroris. Jadi antara Gus Ipul dan Gus Miftah ini punya pesan yang sama: jangan memilih Anies. Lucu, bukan? Dua kiai uang itu mengatasnamakan NU untuk menyesatkan umat. Mereka berdua seperti telanjang lalu bikin pengumuman: “coblos Prabowo!”. Memalukan!

Jauh hari sebelumnya, PBNU buat komitmen untuk tidak terlibat politik praktis. Beberapa petinggi PBNU didepak karena ketahuan mendukung Anies. Kiai Marzuki Mustamar dilengserkan. Namun sebelum Kiai Marzuki Mustamar didepak, Ketua PBNU mengangkat Menteri BUMN Erick Tohir sebagai Ketua Lakpesdam. Ajaib, bukan? Tapi kiai-kiai uang memang tidak mengherankan. Marwah mereka bersifat transaksional.

Ada pertanyaan yang mesti diajukan untuk Gus Ipul: apakah Ba’asyir akan menyuruh Anies jadi teroris, atau apakah Anies nanti akan membiarkan terorisme? Itu tidak masuk akal. Terlalu dangkal pikiran mantan Wagub Jatim itu jika dukungan Ba’asyir disinyalir sebagai era kebangkitan terorisme. Ba’asyir selama ini berada di bawah program deradikalisasi. Apakah haknya sebagai sipil hendak dihapus total? Lalu apa gunanya dideradikalisasi?

Sama juga dengan Gus Miftah. Pertanyaan yang bisa diajukan adalah: di mana akal sehat dia ketika menggeneralisasi PKS sebagai Wahabi hanya untuk menggiring umat memilih paslon 02? Berapa uang yang dia terima untuk penyesatan umat demi Pilpres tersebut? Apakah sebuah Rubicon? PKS memang oposisi, tapi sejauh ini partai paling konsisten dan demokratis itu cuma PKS. Gus Miftah pasti pura-pura bodoh tentang fakta tersebut.

Gus Ipul-Miftah: Biang Kerok Polarisasi

Seluruh masyarakat Indonesia sepakat bahwa terorisme harus dilawan total. Tidak ada toleransi: harus ditangani hingga ke akarnya. Namun kontra-terorisme memiliki mekanisme sendiri. Para eks-napiter yang sudah dibina melalui program deradikalisasi itu mendapat pendampingan dari pemerintah untuk bisa kembali ke masyarakat, berbaur sebagai warga yang diterima lingkungan sekitar, dengan hak sosial-politik yang sama.

Artinya, Ba’asyir berhak menyampaikan suaranya tentang sosok yang ia dukung. Syukur-syukur Pengasuh Ngruki tersebut mau memilih dan tidak golput, yang artinya menunjukkan keberhasilan deradikalisasi pemerintah. Logis, bukan? Yang aneh adalah Gus Ipul dan Gus Miftah. Mereka malu-malu untuk mengaku times Prabowo, tapi menggunakan elemen ke-NU-an dan kontra-terorisme untuk menggebuk Anies. Sungguh provokatif.

Alih-alih memosisikan dirinya sebagai putra ulama, Gus Ipul dan Miftah tengah mengumumkan diri sebagai biang kerok polarisasi umat Islam. Lihat saja, nanti di Pemilu 2024 akan ada narasi “presiden pro-teroris dan presiden kontra-teroris”, yang maksudnya adalah Anies vs Prabowo. Umat Islam jadi terpecah dan dua kiai uang itu pasti gembira. Kursi menteri apa yang dijanjikan hingga umat mereka pertaruhkan?

BACA JUGA  Beragamalah dengan Rasional di Tahun Politik

Harusnya Gus Ipul tidak pakai cara sekotor itu untuk menggebuk lawan politiknya. Berkelakar sehalus apa pun, apa yang dia katakan mudah dipahami sebagai kampanye Prabowo. Dari desas-desus yang ada, PBNU memang tersandera 02. Namun mengapa harus umat yang dijadikan tameng? Ia tidak hanya merampas hak Ba’asyir, tetapi juga merampas kebebasan warga NU untuk memilih, seolah mereka harus anti-Anies. Sungguh intrik yang kejam.

Gus Miftah juga seharusnya tidak sebrutal itu menggiring opini. Wahabi memang berbahaya dan tulisan mendatang akan membahas tentang itu. Namun di sini perlu ditegaskan bahwa kalau memang dia ingin kampanye 02, silakan saja tanpa harus menabrakkan umat Islam satu sama lain. Bagaimana tega dia, bersama Gus Ipul, hendak menjegal hak partisipasi politik umat demi kepentingannya sebagai timses 02? Benar-benar biang kerok polarisasi.

Partisipasi Politik Umat

Sejauh ini, ormas Islam yang tegak lurus membimbing umat dan tidak tergoda uang Pemilu hanya Muhammadiyah. Para tokohnya negarawan sejati. Mereka tidak dipanggil kiai, tetapi perilakunya benar-benar mencerminkan keulamaan—teladan bagi umat Islam di Indonesia. Warga Muhammadiyah juga diberikan kebebasan memilih, tidak diprovokasi untuk memusuhi paslon tertentu. Muhammadiyah adalah teladan.

Berbeda dengan ormas Islam besar satunya. Kiai-kiainya di atas, innalillah, kalap politik. Seluruh tindak-tanduknya adalah soal uang, uang, dan uang, bukan umat. Podcast Gus Nadirsyah Hosen beberapa hari lalu sudah cukup untuk menunjukkan betapa organisasi besar warisan ulama itu tengah digerayangi kiai-kiai mata duitan. Mereka di hadapan publik bilang netral, tapi diam-diam bikin rapat di hotel untuk instruksi memilih paslon tertentu.

Yang mengherankan, sekalipun semua orang tahu tentang itu, termasuk nahdliyin, pada diam. Tidak ada yang berani bersuara bahwa organisasi raksasa warisan ulama itu tengah dibajak kiai-kiai uang yang menyesatkan umat. Lantas sampai kapan kebatilan semacam itu dibiarkan? Toh umat berhak menyuarakan aspirasi politiknya sendiri, tidak perlu terikat ormas. Apalagi ormasnya sudah bertransaksi politik praktis.

Seluruh umat harus sadar, partisipasi politik harus diberikan untuk kemaslahatan bangsa—bukan kemaslahatan segelintir elite ormas yang memperkaya dirinya sendiri. Mendukung siapa pun silakan, baik Anies, Prabowo, atau Ganjar. Umat Islam boleh memilih sesuai nurani dan mengabaikan provokasi yang menyesatkan, sekalipun itu keluar dari mulut orang bergelar kiai. Kiai-kiai uang semacam itu tidak perlu ditaati.

Bagaimana dengan fakta bahwa Abu Bakar Ba’asyir adalah teroris dan Wahabi juga rentan melahirkan teroris, bukankah keduanya juga tak kalah bahaya? Akan diulas pada tulisan selanjutnya.

Wallahu A’lam bi ash-Shawab…

Ahmad Khoiri
Ahmad Khoiri
Analis, Penulis

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru