29.2 C
Jakarta

Gus Dur dan Perjuangan untuk Etnis Tionghoa di Indonesia

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuGus Dur dan Perjuangan untuk Etnis Tionghoa di Indonesia
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF
Judul Buku: Bapak Tionghoa Indonesia, Penyusun: MN Ibad dan Akhmad Fikri AF, Penerbit: LKiS, Tebal Buku: 170 halaman, ISBN: 9789792553451, Peresensi: Anni Saun Nafingah.

Harakatuna.com – Indonesia merupakan negara yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Indonesia terdiri dari beragam suku, bangsa, ras, budaya, dan agama yang tergabung menjadi satu kesatuan yang utuh.

Sudah sepatutnya sebagai warga negara Indonesia untuk menghargai perbedaan-perbedaan yang ada demi persatuan dan kesatuan negeri ini. Bagaimanapun, Indonesia tidak bisa berdiri tanpa ada keberagaman di dalamnya.

Keberagaman yang paling sering memicu perpecahan adalah masalah agama. Indonesia terdiri dari enam agama yang diakui secara administratif yaitu Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu. Mayoritas masyarakat Indonesia menganut agama Islam. Oleh sebab itu, ada saja kaum yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam: Daulah dengan sistem khilafah.

Hal itu jelas bertentangan dengan sila pertama pada Pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Arti dari sila tersebut adalah, setiap warga negara berhak memeluk dan melaksanakan agamanya masing-masing tanpa memaksa agama tertentu terhadap orang lain. Jadi, tidak tepat jika Indonesia dijadikan sebagai negara Islam karena memiliki keberagaman agama, ras, suku, dan keyakinan.

Hal tersebut sejalan dengan persepsi presiden ke-4 Republik Indonesia, Abdurrahman Wahid atau lebih akrab disapa dengan Gus Dur. Ia meyakini bahwa Indonesia tidak perlu dijadikan sebagai negara Islam karena adanya keberagaman. Khilafah hanya akan merusaknya.

Selama menjadi pemimpin negeri ini, Gus Dur sangat menjunjung tinggi keberagaman tersebut. Bahkan, sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia begitu digaungkan pada era pemerintahannya. Salah satu yang menarik perhatian adalah peran Gus Dur dalam mengangkat derajat etnis Tionghoa. Kala itu, begitu direndahkan dan banyak menerima ketidakadilan sosial.

Kegigihan Gus Dur dalam mengangkat derajat etnis Tionghoa tersebut mendorong MN Ibad dan Akhmad Fikri AF untuk menulis buku berjudul “Bapak Tionghoa Indonesia”. Buku ini bukan semata-mata untuk memuji beliau namun untuk memberi penegasan bahwa Gus Dur tiada hentinya memberikan inspirasi bagi para penulis.

Buku tersebut terdiri dari 170 halaman dengan tujuh bagian yang menggambarkan perjuangan Gus Dur dalam membela serta memperjuangkan keadilan bagi etnis Tionghoa. Berikut pembagian bukunya:

  • Bagian I          : Gus Dur dan Jaringan Tionghoa: Membaca Sejarah yang Terlupa
  • Bagian II         : Tionghoa dalam Sejarah Nusantara
  • Bagian III        : Tionghoa dan Perjuangan Kemerdekaan
  • Bagian IV       : Tionghoa dalam Tragedi: Politik Kolonial hingga Orde Baru
  • Bagian V         : Gus Dur: Sang Pendobrak dari Jombang
  • Bagian VI       : Gus Dur dan Tionghoa: Politik Minoritas Sang Kiai
  • Bagian VII      : Jaringan Politik-Kultural: Diplomasi Kebangsaan Sang Kiai

Diskriminasi Etnis Tionghoa

Di dalam buku tersebut tergambar jelas diskriminasi yang dialami oleh etnis Tionghoa pada masa lalu. Padahal dalam sejarahnya, merupakan sumbangan peradaban bagi bangsa Indonesia. Namun, hal tersebut seakan-akan tidak diperhitungkan.

BACA JUGA  Felix Siauw dan Propaganda Khilafah di Indonesia

Mulai dari masa kerajaan hingga era Reformasi, berbagai tindakan diskriminasi telah diterima oleh etnis Tionghoa. Beberapa tindakan tersebut di antaranya adalah pembatasan dalam melaksanakan ibadah bagi kaum Konghucu, pemaksaan memilih pelajaran agama selain Konghucu di sekolah, hingga dipersulit dalam hal pengangkatan PNS. Tak hanya itu saja, etnis Tionghoa pun pernah dibantai secara besar-besaran pada 1780 di Batavia (Jakarta).

Adanya diskriminasi yang ekstrem tersebut menjadikan Gus Dur tergerak untuk membela etnis Tionghoa sebagai kaum minoritas di negeri ini. Buku ini pun bisa dijadikan sebagai saksi betapa getolnya perjuangan Gus Dur dalam memperjuangkan hak-hak etnis Tionghoa.

Gus Dur Perjuangkan Etnis Tionghoa

Buku “Bapak Tionghoa Indonesia” ini dapat menyadarkan masyarakat Indonesia bahwa Indonesia terlihat begitu indah dengan keberagaman yang dimilikinya. Berkat perjuangan Gus Dur dalam membela etnis Tionghoa menjadikan kaum tersebut tidak lagi ditindas dan menjadi setara di mata negara.

Pada 20 Oktober 1999, Gus Dur resmi diangkat sebagai Presiden RI ke-4. Langkahnya dalam membela etnis Tionghoa pun menjadi semakin nyata. Ia berani mencabut Inpres No. 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina yang melarang ekspresi keagamaan dan adat Tionghoa di muka umum.

Dengan begitu, etnis Tionghoa dapat melakukan ibadah secara terang-terangan, tidak lagi secara sembunyi-sembunyi. Pada akhirnya, agama Konghucu pun diresmikan sebagai agama yang diakui oleh negara Indonesia.

Keputusan besar selanjutnya yang dilakukan oleh Gus Dur adalah mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2000 yang berisi penetapan Hari Imlek sebagai hari libur nasional. Poin dari peraturan tersebut juga berisikan bahwa etnis Tionghoa diakui sebagai warga negara Indonesia asli yang berhak mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum, agama, dan kebudayaan.

Bagi Ibad dan Fikri selaku penulis, keputusan Gus Dur tersebut telah berdasarkan bukti sejarah, argumentasi yang kokoh, dan legitimasi hukum yang tercantum dalam konstitusi negara. Jadi, tidak ada lagi alasan untuk mendiskriminasi etnis Tionghoa di tanah air.

Setiap etnis yang ada di Indonesia termasuk ke dalam warga negara, termasuk etnis Tionghoa. Meskipun kedatangannya tidak lebih dulu dari etnis Jawa, Sunda, Madura, Betawi, Jepang, dan Arab, namun kontribusi dalam memperjuangkan negara Indonesia begitu besar jika dilihat dari sejarahnya.

Buku ini bisa dijadikan sebagai referensi bacaan yang menarik. Sebab, pembaca akan diajak melihat sisi lain dari etnis Tionghoa dan menganggapnya sebagai saudara sebangsa dan setanah air.

Kecintaan etnis Tionghoa terhadap negara Indonesia pun sama besarnya dengan etnis lainnya. Untuk itu, mari jaga keharmonisan di dalam keberagaman agar tercipta kesatuan dan persatuan Indonesia.

Anni Saun Nafingah
Anni Saun Nafingah
Alumni Pendidikan Administrasi Perkantoran Universitas Negeri Semarang

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru