31 C
Jakarta

Film 13 Bom di Jakarta, Bukti Terorisme Itu Brutal dan Tidak Boleh Terulang

Artikel Trending

KhazanahOpiniFilm 13 Bom di Jakarta, Bukti Terorisme Itu Brutal dan Tidak Boleh...
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Film 13 Bom di Jakarta mendongkrak seni layar kaca di Indonesia. Pasalnya selama ini film yang sering muncul di tahun 2023 hanyalah film dengan genre romance dan horror. Dan munculnya film 13 Bom di Jakarta sangatlah spektakuler dengan genre action-spionage.

Terobosan ini sangat luar biasa, hingga banyak pihak termasuk Internet Movie Database (IMDb) yang memberikan rating 8,4/10 dari ide gila yang ditampilkan oleh Angga Dwimas Sasongko.

Film ini terinspirasi oleh salah satu serangan teror paling tragis di Indonesia pada tahun 2016. Kejadian tersebut melibatkan serentetan ledakan bom di Jakarta yang menyisakan jejak pahit dengan enam ledakan dan penembakan di sekitar Plaza Sarinah, Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, pada tanggal 14 Januari 2016.

Dengan latar belakang tragedi tersebut, Angga Dwimas Sasongko memutuskan untuk mengemas cerita dalam film “13 Bom di Jakarta” dengan sentuhan epik dan dramatis. Dalam membangun konflik cerita, sutradara ini merancang dua kubu utama, yaitu elit pemerintah melalui Badan Kontra Terorisme Indonesia (ICTA) dan kelompok teroris yang dipimpin oleh Arok (Rio Dewanto).

Ancaman Arok untuk meledakkan bom setiap delapan jam demi kepentingannya menjadi inti dari konflik utama. Di sisi lain, ICTA melalui agennya Emil (Ganindra Bimo) dan Karin (Putri Ayudya) berusaha dengan cepat mencari Arok untuk menggagalkan teror dan memastikan keamanan negara.

Namun, hasil penelusuran ICTA justru membawa mereka pada dua tokoh tak terduga, Oscar (Chicco Kurniawan) dan William (Ardhito Pramono), dua pengusaha muda dan pendiri perusahaan teknologi finansial, Indodax.

Keterlibatan mereka dalam kisah ini menambah dimensi baru pada plot, mengungkapkan keterkaitan yang tak terduga antara dunia bisnis dan ancaman terorisme. Penampilan Agnes (Lutesha) turut mencuri perhatian dengan memberikan kekuatan pada karakter dua pengusaha fintech tersebut.

Dengan alur cerita yang mengalir, “13 Bom di Jakarta” menciptakan narasi yang memadukan intrik politik, konflik antar-kelompok, dan keterlibatan tak terduga dari tokoh bisnis muda. Film ini menjadi sebuah karya yang tidak hanya menggambarkan tragedi nyata, tetapi juga mengeksplorasi kompleksitas hubungan antara keamanan negara, dunia bisnis, dan individu yang terlibat dalam situasi krisis.

Waspada Kebangkitan Terorisme

Film ini sejatinya mengingatkan kita akan bahaya kebangkitan dari terorisme. Konflik film yang berasal dari keresahan sejumlah kelompok pada kebijakan pemerintah adalah isu yang selalu terjadi di tengah-tengah masyarakat. Apalagi dengan dorongan momentum Pemilu, maka keresahan-keresahan tersebut dapat dibungkus menjadi satu gelombang penolakan yang kuat.

BACA JUGA  Metode Ilmiah Ibnu Al-Haytsam untuk Menangkal Hoaks, Bisakah?

Maka pada film tersebut, selalu tergambarkan bahwa ketimpangan sosial dan ketidakpastian hukum menjadi satu jalan lebar yang membuat sekelompok orang menjadi sangat buas. Mereka akan rela melakukan segala cara untuk menyuarakan apa yang dianggapnya menjadi benar. Dengan jembatan terorisme, keresahan-keresahan yang ada pada mereka bisa tersalurkan secara sempurna.

Namun kabar baiknya, di tahun 2023, potensi terjadinya terorisme terus mengalami penurunan. Recap indeks potensi serangan terorisme pada tahun 2023 menurun sekitar 56%, jika dibandingkan dengan tahun 2022. Hal ini menjadi pertanda baik untuk kelangsungan pemberantasan terorisme di Indonesia. Meskipun begitu, kita harus selalu siap siaga agar serangan terorisme tidak terulang lagi.

Upaya Pencegahan Berbarengan

Mencegah terorisme merupakan prioritas utama dalam menjaga keamanan dan stabilitas suatu negara. Langkah-langkah pencegahan terorisme mencakup berbagai aspek, mulai dari pendekatan kebijakan hingga partisipasi masyarakat dalam membangun ketahanan terhadap radikalisasi.

Pertama-tama, penguatan intelijen dan keamanan nasional menjadi langkah awal yang penting. Meningkatkan kapasitas intelijen untuk memantau dan menganalisis potensi ancaman serta bekerja sama dengan badan keamanan internasional dapat meningkatkan kemampuan negara dalam merespons dan mencegah serangan teroris.

Selain itu, pendekatan pencegahan terorisme juga melibatkan upaya pemberdayaan masyarakat dan pendidikan. Masyarakat yang memiliki pemahaman yang lebih baik tentang bahaya radikalisasi dan terorisme lebih mungkin dapat mendeteksi tanda-tanda potensial dan melaporkannya kepada pihak berwenang.

Program pendidikan yang mencakup nilai-nilai toleransi, keberagaman, dan keterbukaan dapat menjadi sarana yang efektif untuk mengatasi akar permasalahan yang dapat menyebabkan radikalisasi.

Kerja sama internasional juga menjadi poin penting dalam langkah pencegahan terorisme. Negara-negara dapat bersatu dalam berbagi informasi intelijen, mengkoordinasikan kebijakan keamanan, dan mengadakan latihan bersama untuk meningkatkan kesiapsiagaan. Penguatan kerja sama di tingkat regional dan internasional memberikan keuntungan strategis dalam menghadapi ancaman terorisme yang lintas batas.

Dan yang paling penting, penanganan akar penyebab terorisme juga perlu menjadi fokus utama dalam upaya pencegahan. Ketidaksetaraan ekonomi, ketidakadilan sosial, dan konflik politik dapat menciptakan kondisi yang mendukung rekrutmen teroris.

Oleh karena itu, pembangunan ekonomi inklusif, peningkatan keadilan sosial, dan penyelesaian konflik politik menjadi langkah-langkah yang sangat relevan dalam mencegah terorisme jangka panjang. Dengan merangkum semua langkah-langkah ini, pencegahan terorisme bukanlah upaya tunggal, melainkan sebuah kerangka kerja yang melibatkan kerja sama lintas sektoral, partisipasi aktif masyarakat, dan kerja sama internasional yang erat.

Hanya dengan menggabungkan berbagai pendekatan ini, sebuah negara dapat meningkatkan keberhasilannya dalam mencegah terorisme dan menjaga keamanan masyarakatnya.

M. Nur Faizi
M. Nur Faizi
Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Bergiat sebagai reporter di LPM Metamorfosa, Belajar agama di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadi-ien Yogyakarta.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru