28.8 C
Jakarta

Bolehkah Menerima Uang dan Kaos dari Caleg saat Pemilu?

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamBolehkah Menerima Uang dan Kaos dari Caleg saat Pemilu?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. – Pesta demokrasi rakyat Indonesia sebentar lagi akan dimulai. Berbagai cara guna meraup suara sebanyak banyaknya dari pemilih akan dilakukan oleh para calon legislatif dan calon presiden. Dari mulai mengaktifkan jaringan sosial, membangun popularitas di media sosial dan yang lumrah terjadi dilapangan yakni berbagi kaos partai, bahkan uang. Lantas bolehkah kita menerima pemberian dari para caleg dan capres tersebut?

Dalam literatur islam dijelaskan bahwa pemberian yang dilakukan oleh seseorang pasti tidak akan terlepas dengan motif ataupun tujuan. Salah satunya untuk memikat hati, namun di balik itu terkadang ada tujuan lain yang ingin dicapai oleh sang pemeberi yakni jalan untuk memuluskan tujuannya. Hal ini sebagaimana penjelasan Hujjatul Islam Imam Al Ghozali dalam kitabnya ihya ulumiddin juz 2 halaman 155:

لْخَامِسُ أَنْ يَطْلَبَ التَّقَرُّبَ إِلَى قَلْبِهِ وَتَحْصِيْلُ مَحَبَّتِهِ لاَ لِمَحَبَّتِهِ وَلاَ لِلأَنْسِ بِهِ مِنْ حَيْثُ اَنَّهُ أَنْسٌ فَقَطْ بَلْ لِيَتَوَصَّلَ بِجَاهِهِ إِلَى أَغْرَاضٍ لَهُ يَنْحَصِرُ جِنْسُهَا وَاِنْ لَمْ يَنْحَصِرْ عَيْنُهَا وَكَانَ لَوْلاَ جَاهُهُ وَحَشْمَتُهُ لَكَانَ لاَ يَهْدِيْ إِلَيْهِ فَإِنْ كَانَ جَاهُهُ لأَجْلِ عِلْمٍ أَوْ نَسَبٍ فَالأَمْرُ فِيْهِ أَخَفُّ وَأَخْذُهُ مَكْرُوْهٌ فَإِنَّ فِيْهِ مُشَابَهَةُ الرِّشْوَةِ وَلَكِنَّهَا هَدِيَّةً فِي ظَاهِرِهَا، فَإِنْ كَانَ جَاهُهُ بِوِلايَةٍ تَوَلاَهَا مِنْ قَضَاءٍ أَوْ عَمَلٍ أَوْ وِلاَيَةِ صَدَقَةٍ أَوْ جِبَايَةِ مَالٍ أَوْ غَيْرِهِ مِنَ الأَعْمَالِ السُّلْطَانِيَّةِ حَتَّى وِلايَةَ الأَوْقَافِ مَثَلًا وَكَانَ لَوْلاَ تِلْكَ الْوِلايَةُ لَكَانَ لاَ يَهْدِيْ إِلَيْهِ فَهَذِهِ رِشْوَةٌ عُرِضَتْ فِيْ مَعْرَضِ الْهَدِيَّةِ إِذِ الْقَصْدُ بِهَا فِىْ الْحَالِ طَلَبُ التَّقَرُّبِ وَاكْتِسَابِ الْمَحَبَّةِ

BACA JUGA  Ini Amalan Baik pada Hari Idul Fitri Sesuai Sunnah Nabi

Artinya: “Kelima, pemberian yang bertujuan untuk memikat hati namun di balik itu ada tujuan lain yang ingin dicapai melalui status penerimanya. Dimana status tersebut merupakan jalan untuk memuluskan tujuannya. Pemberian semacam ini perlu dipilah, jika status tersebut terkait keilmuan atau kasta keturunan maka menerima pemberian itu hukumnya makruh. Sebab, kendati bukan termasuk suap, namun memiliki unsur kemiripan meski yang tampak berupa hadiah. Apabila status tersebut berkenaan dengan kekuasaan atau jabatan kenegaraan, yaitu bila jabatan tersebut tidak dimiliki niscaya dia tetap akan menerima pemberiannya, maka hukum menerima pemberian semacam ini dikategorikan sebagai suap dengan kedok hadiah, sebab tujuannya ialah agar dekat dan menarik simpati.”

Dari penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa pemberian yang bermaksud untuk menarik simpati masyarakat maka hukumnya diperbolehkan. Dan bagi penerima boleh menerimanya namun hukumnya makruh.

Akan tetapi jika terdapat tujuan untuk dipilih dan terdapat perjanjian yang mengikat, maka hal ini termasuk dalam kategori risywah (suap). Dan hukumnya tidak diperbolehkanuntuk memberikan serta menerimanya, sebab termasuk tindakan membantu tindakan maksiat.

Demikian, semoga bermanfaat wallhualam bissawab.

Oleh Ahmad Yaafi

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru