26.6 C
Jakarta

Beragama Seperti Nabi Muhammad, Damai dan Menjunjung Tinggi Kemanusiaan

Artikel Trending

KhazanahOpiniBeragama Seperti Nabi Muhammad, Damai dan Menjunjung Tinggi Kemanusiaan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Mekkah menjadi saksi sejarah, di mana ia memberikan nasihat agar setiap orang menghormati orang lain bukan karena agama, ras, bahasa, budaya, dan bangsa, tetapi karena dorongan eksistensial dan nuraninya. Nabi Muhammad Saw merupakan sosok teladan yang sejak awal ingin menjadikan Mekkah sebagai tempat deklarasi nilai-nilai kemanusiaan universal.

Mari sejenak berselancar menyelaminya.

Mekkah Kota yang Suci

Membincang Mekkah, selalu menyenangkan. Entah mengapa. Saya menduga, selain memang kota ini telah mengisi relung batin setiap Muslim seluruh dunia sejak ribuat tahun yang lalu, kota ini juga menjadi kota yang sangat dicita-citakan bagi setiap Muslim untuk dikunjunginya sebagai bentuk ibadah menunaikan ibadah haji.

Mekkah adalah kota yang suci. Kesucian Mekkah dapat Tuan dan Puan lihat, misalnya di dalam surat Al-‘Imran ayat 96, yang kira-kira artinya begini:

Sesungguhnya rumah yang pertama kali dibuat bagi manusia yang berada di Mekkah sebagai berkah dan petunjuk bagi seluruh semesta alam” (QS. Al-‘Imran: 96)

Menurut Tafsir Jalalain atau Tafsir yang ditulis oleh dua orang yang namanya hampir mirip, yaitu Jalaluddin al-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahal. Bahwa, ayat di atas menunjukkan tentang keagungan Kota Mekkah. Karena di kota itulah dibangun sebuah rumah yang menjadi berkah dan petunjuk bagi seluruh semesta alam ini.

Tuan dan Puan dapat memahami, bahwa di dalam ayat tersebut menggunakan kata Bakkata sebagai ganti dari Makkata, menurut tafsir beliau, karena tempat itu dapat mengenyahkan leher para penguasa. Konon, tempat itu dibangun pula oleh malaikat sebelum menciptakan Adam. Lalu setelah itu dibangunlah juga masjid al-Aqsha di Yerussalem. Jarak antara pembangunan rumah pertama dan kedua sekitar empat puluh tahun.

Tidak hanya itu, juga, memingat bahwa semua agama memiliki tempat kelahirannya, maka Mekkah merupakan tempat kelahiran Islam yang dibawa Muhammad melalui Ismail secara historis.

Dalam hal ini, Prof. Dr. Komaruddin Hidayat dalam sebuah pengantar di dalam sebuah buku yang ditulis oleh Zuhairi Misrawi (2018), beliau menjelaskan, bahwa Mekkah merupakan salah satu bukti historis dan teologis bahwa agama-agama samawi mempunyai nenek moyang yang sama, sejak Adam hingga Ibrahim, semuanya sangat dihormati oleh ketiga agama besar di dunia.

Jika Yahudi dan Kristen melalui Ishaq dan Islam melalui Ismail, yang keduanya adalah merupakan putra dari Ibrahim. Saya meyakini, bahwa ini semakin menandaskan kesucian kota Mekkah.

Nabi Muhammad Saw dan Nilai Kemanusiaan Universal

Mekkah dengan segala keistimewaannya. Ia memiliki sifat yang eksklusif berbeda dengan kota-kota lain. Eksklusivisme teologis saya menyebutnya, karena hanya umat Islam yang boleh masuk ke kota ini, sejak periode Nabi Muhammad Saw dimulai, utamanya pasca-deklarasi Mekkah sebagai kiblat umat Islam.

Meski faktanya, eksklusivitas ini sering dipertanyakan oleh pemeluk agama lain, tetapi semua dapat memahaminya, bahwa itu merupakan bagian dari doktrin agama yang diyakini oleh umat Islam sendiri.

Mekkah dengan ketauhidannya merupakan modal dasar yang amat besar dalam mewujudkan cita-cita kehidupan yang damai dan toleran. Nabi Muhammad Saw telah mengajarkan satu keyakinan bahwa hakikat manusia hanyalah sebagai ciptaan yang lemah dan tidak punya kekuatan apa-apa di hadapan pencipta dan pemilik kehidupan ini, juga manusia adalah makhluk yang sangat lemah tanpa adanya kerja sama antar sesama ciptaan-Nya.

BACA JUGA  Pilpres 2024; Ulama Sebagai Komoditas Politik Semata?

Oleh sebab itu, seharusnya manusia menyadari betul hal ini. Bahwa, akan seperti apa nanti jika manusia tidak mempunyai pandangan tentang ketauhidan atau tentang kesamaan martabat manusia ini.

Saya menduga keras, bahwa setiap pihak akan mengaku dirinya yang paling kuat dan paling benar, sehingga kemudian merasa paling berhak menguasai pihak yang lain. Padahal klaim tersebut bukan memperkuat tatanan kemanusiaan, tetapi justru dapat meruntuhkan sampai kepada membinasakan diri sendiri.

Kalau Tuan dan Puan sadar, mengapa konflik antar sesama selalu ada, hingga detik ini. Penyebabnya tidak lain adalah sifat keangkuhan dan kesombongan manusia itu sendiri. Sifat itu membuat ketidakmampuan manusia menangkap pesan keagungan Tuhan yang telah mengajarkan persaudaraan dan perdamaian.

Menyoal persaudaraan dan perdamaian, telah dikisahkan dalam sejarah Islam, ketika Nabi Muhammad Saw menaklukkan Mekkah dalam Perang Badar, beliau berpesan kepada pasukannya agar tidak melakukan tindakan kekerasan dan perusakan karena siapa pun yang memasuki kota Mekkah harus menjamin rasa aman para penghuninya.

Tidak hanya itu, beliau juga berpesan kepada tentaranya agar tidak membunuh kalangan perempuan, anak-anak, orang tua, para pendeta, dan tidak pula merusak gereja. Sehingga dalam catatan sejarah, setetes darah pun tak ada yang mengalir dalam peperangan itu.

Misi suci Nabi adalah pencerah, pembebas, dan penyelamatan. Keberhasilan Nabi saat berdakwah dan memimpin Mekkah adalah buktinya. Kelembutan beliau meluluhlantakkan masyarakat yang keras, pagan, dan amoral jahiliah. Nuraninya menysup ke relung-relung jiwa hampa mereka.

Demikianlah kira-kira nilai-nilai Universal yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw dalam menjalani kehidupan yang seharusnya kita teladani bersama.

Kesadaran melihat Mekkah dan Nabi yang telah memberikan banyak inspirasi, harus tetap dihargai dan dirayakan oleh semua orang, termasuk dalam hal keberagaman. Lebih dari itu, nilai-nilai profetik dalam berkehidupan yang telah diajarkannya tidak boleh lenyap, meski Nabi telah wafat.

Sebagai pungkasan, saya mangajak kepada pembaca yang budiman, mari sama-sama menyelami dalamnya lautan masa lalu, tanpa harus tercebur basah ke dalamnya. Sebagaimana juga menyelami dalamnya lautan modernitas, tanpa harus merasakan asinnya laut modernitas. Bahwa, perjuangan untuk melihat sesuatu pada nilai dan substansinya itu jauh lebih penting.

Mekkah dan Nabi Muhammad Saw telah banyak mengajarkan bagaimana cara untuk berkehidupan dengan baik. Mulai dari persoalan sosial kemasyarakatan, menilai nyawa, kehormatan, fisik, dan harta semua diajarkan untuk senantiasa dihargai. Maka, menyadari identitas Mekkah sebagai zona perdamaian harus tetap dijadikan sebagai pijakan bagi kita semuanya.

Begitulah kira-kira. Harapan besar bagi kita semua, agar setiap lini kehidupan ini jauh dari kekerasan, terjunjungnya nilai toleransi, perdamaian pun terjadi dan lestari. Semoga.

Rojif Mualim
Rojif Mualim
Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru