31.9 C
Jakarta

Apa yang Harus Kita Lakukan Jika NU dan Muhammadiyah Tidak Kunjung Bergandengan Tangan?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanApa yang Harus Kita Lakukan Jika NU dan Muhammadiyah Tidak Kunjung Bergandengan...
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Beberapa hari ke depan umat Islam bakal memasuki lebaran Idul Fitri. Memang sudah biasa setiap memulai dan mengakhiri puasa Ramadhan (dengan memasuki lebaran) dua ormas terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, mengalami selisih pendapat. Puasa tahun ini saja, Muhammadiyah lebih awal dibanding NU.

Perbedaan semacam itu merupakan keniscayaan. Tidak perlu dipertentangkan. Sebab, perbedaan itu adalah rahmat atau anugerah dari Tuhan. Sedang, pertentangan itu merupakan larangan yang harus ditinggalkan. Bukankah Tuhan melarang umat ini bercerai-berai?

Kapanpun lebaran NU dan Muhammadiyah tahun ini tak perlu masing-masing pengikut ormas ini merasa paling benar dan menyesatkan ormas lain. Kebenaran itu sangat luas, bukan tunggal. Maka, penting menanamkan mindset bahwa terbuka terhadap perbedaan merupakan langkah yang dapat mengantarkan kepada kebebasan berpikir. Sehingga, mereka menghormati, meski berbeda.

Ada banyak alasan mengapa orang kadang sulit menerima perbedaan orang lain. Satu di antaranya adalah fanatisme mazhab dan faktor politik. Aktivis gender Dr. Nur Rofiah menyebutkan, bahwa fanatisme itu akan menjadi debu yang menutupi mata melihat kebenaran yang lain di luar dirinya.

Mindset yang tertutup tentu sangat berbahaya. Pasalnya, orang yang tidak menerima perbedaan akan mengambil sikap yang tidak adil. Padahal, keadilan itu adalah kebenaran universal yang Tuhan titipkan kepada semua manusia. Bahkan, Tuhan pernah berpesan, jangan sampai kebencian itu dapat menghalangi seseorang berbuat adil.

BACA JUGA  Ciri-ciri Calon Pemimpin yang Layak Dipilih pada Pilpres Tahun Ini

Perhatikan saja Nabi dalam berbuat adil terhadap orang lain. Nabi tetap mendengarkan usulan perjanjian damai dengan masyarakat Mekkah, meski mereka berbeda secara kepercayaan. Bahkan, Nabi memberikan kebebasan kepada orang lain yang ingin memeluk agama di luar Islam. Dalam penutup surah al-Kafirun Nabi menyebutkan, “Bagimu agamamu dan bagiku agamaku.”

Terbuka terhadap perbedaan hendaknya selalu ditanamkan sejak manusia kecil agar benih kebencian terhadap orang lain tumbuh. Nabi yang dibesarkan dari keluarga yang belum memeluk Islam, tetap memahaminya bahwa perbedaan itu rahmat. Bukankah Islam pada waktu Nabi kecil masih belum ada? Tapi, memaklumi itu semua.

Sebagai penutup, tidak perlu saling menyesatkan antar satu dan yang lain jika lebaran tahun NU dan Muhammadiyah berbeda lagi. Memang kurang kompak kelihatannya, tapi justru itu warna perbedaan yang diajarkan Islam. Bahwa kita harus menerima perbedaan di luar kita, meski hati ini kurang bersahabat.[] Shallallah ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru