32.5 C
Jakarta

Al-Hallaj, Tokoh Sufi Penuh Kontroversi

Artikel Trending

Asas-asas IslamTasawufAl-Hallaj, Tokoh Sufi Penuh Kontroversi
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Jika ditanyakan kepada tokoh Sufi yang ada, mereka pasti sudah tidak asing dengan nama al-Hallaj. Ya, ulama sufi yang memiliki nama lengkap Abdul Mugith Al-Husain bin Mansur al-Hallaj atau yang lebih dikenal dengan sebutan Al-Hallaj adalah seorang sufi yang sempat menggemparkan dunia dengan al-Hulul (pengalaman batiniyah dengan Tuhan yang diungkapkan kepada masyarakat umum) dan Nur Muhammad. Al-Hallaj berpendapat bahwa ajaran sufi dan pengalaman batiniyah haruslah diperkenalkan dengan umat, tidak hanya menjadi konsumsi pribadi.

Ketenaran al-Hallaj sebagai salah satu pemikir Tasawuf Falsafi semakin meningkat karena ungkapan “ana al-haqq” yang menimbulkan berbagai tanggapan yang kontroversial. Ada sebagian yang membela pernyataan tersebut dan ada pula yang mencacinya karena menganggap pemikirannya itu menyimpang. Ucapan-ucapan al-Hallaj yang dianggap menimbulkan keresahan di kalangan umat sehingga kasusnya semakin besar sehingga pada akhirnya al-Hallaj dijatuhi hukuman mati.

Riwayat Hidup Abu Mansur al-Hallaj

Nama lengkap al-Hallaj adalah Abdul Mugith al-Husain bin Mansur bin Muhammad al-Baidhawi al-Hallaj. Beliau lahir pada tahun 244 H/ 858 M di Thur, sebuah desa bergaya hidup Arab yang berada di timur laut Baidha’, Iran Tenggara. Banyak yang mengira bahwa al-Hallaj adalah orang Arab, tapi sebenarnya beliau adalah keturunan Persia. Kakeknya merupakan seorang pemeluk Majusi sedangkan ayahnya adalah seorang Islam. Riwayat lain menyebutkan bahwa kakek al-Hallaj adalah seorang muslim yang bernama Abu Ayyub yang juga merupakan sahabat Rasulullah SAW.

Abu Mansyur al-Hallaj mendapat julukan al-Hallaj (pemintal benang/kapas) karena ayahnya adalah seorang pemintal benang. Selain itu, terdapat kisah yang menyebutkan bahwa jika al-Hallaj menyentuh buah kapas, maka secara ajaib biji kapas akan terpisah dari seratnya. Al-Hallaj juga mendapat sebutan Hallaj al-Asrar (pengais segenap kalbu), hal ini dikarenakan beliau mendapat karomah berupa dapat mengetahui isi hati dan pikiran orang lain serta mampu menjawab pertanyaan sebelum pertanyaan itu ditanyakan.

Pada saat usianya belum mencapai 12 tahun, al-Hallaj telah belajar dan menjadi seorang penghapal al-Qur’an. Beliau kemudian mempelajari makna batiniyah dari surat-surat yang ada didalam al-Qur’an dan ketika berusia 16 tahun, beliau pergi negeri Ahwaz untuk belajar kepada seorang sufi yang bernama Sahl bin Abdullah al-Tusturi selama dua tahun. Setelah itu, beliau berangkat ke Basrah untuk belajar dengan sufi ‘Amr al-Makki.

Pada tahun 264 H/878 M, al-Hallaj masuk ke kota Baghdad dan berguru dengan al-Junaid untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalamannya mengenai Tasawuf. Setelah itu al-Hallaj terus berpindah-pindah hingga akhirnya menunaikan ibadah haji yang pertama. Selama setahun lamanya beliau hanya tinggal di Masjidil Haram untuk beriktikaf dan ‘uzlah. Dalam suasana seperti ini, al-Hallaj berusaha menemukan cara tersendiri untuk menyatukan diri dengan Allah. Al-Hallaj juga sering berdiskusi dengan sesama ulama sufi, namun berakhir dengan perbedaan pendapat.

Hal ini dikarenakan kebanyakan sufi berpendapat bahwa pengalaman batiniyyah seorang hamba dengan Rabbnya cukuplah diketahui oleh diri pribadi, tidak untuk disebarluaskan. Namun al-Hallaj menyangkal, menurutnya, ilmu dan pengalaman batiniyyah itu haruslah diberitahukan kepada umat. Hal ini pula lah yang menjadi pemicu selisih pendapat antara al-Hallaj dan gurunya, al-Junaid. Namun pada masa itu al-Hallaj telah menjadi tokoh sufi yang disegani dan memiliki banyak pengikut.

BACA JUGA  Tiga Tanda Puasa Ramadhan Membawa Kemenangan Setelah Lebaran

Diriwayatkan bahwa al-Hallaj melaksanakan haji sebanyak tiga kali dan pada haji yang ketiga atau yang terakhir ini lah beliau mendapatkan pengalaman spiritualisme yang sangat luar biasa, hingga pada puncaknya muncullah ucapan-ucapan yang diluar logika seperti, “ana al-Haq”, sedangkan Haq disini merujuk kepada sebutan bagi Allah. Orang-orang mengira bahwa ucapan ini gila dan al-Hallaj mengaku-ngaku sebagai Tuhan. Padahal makna dari ucapan ini adalah kondisi dimana al-Hallaj telah mencapai suatu maqamat dimana ia merasa telah menyatu dengan Allah.

Banyaknya paham yang bertentangan serta orang-orang yang tidak suka dengan pemikiran al-Hallaj ini mengakibatkan al-Hallaj ditangkap dan di penjara karena dianggap menyebarkan kesesatan. Beliau kemudian dieksekusi. Al-Hallaj diseret ke alun-alun kota kemudian dirajam beramai-ramai. Setelah itu, tubuhnya dimutilasi dan dibakar. Abunya kemudian dihanyutkan di sungai Dajlah (sekarang Tigris).

Keteguhan al-Hallaj dalam mempertahankan pemikirannya tetap dilakukan bahkan ketika tubuhnya telah terpotong-potong. Bahkan beliau sempat memanjatkan do’a yang hampir mirip dengan do’a ketika Rasulullah da’wah di Thaif, yaitu meminta ampunan untuk umat atas ketidaktahuan mereka.

Pemikiran Tasawuf al-Hallaj

Secara harfiah, Hulul berarti Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu yang telah melenyapkan sifat kemanusiaannya melalui fana. Fana bagi al-Hallaj memiliki tiga tingkatan, yaitu tingkatan memfanakan semua pikiran, khayalan, perasaan, dan perbuatan sehingga semuanya merujuk hanya kepada Allah. Kemudian dilanjutkan dengan menghilangkan semua kekuatan pikiran dan kesadaran. Tingkatan terakhir adalah peleburan wujud jati manusia menjadi sadar keTuhanan yang melarut dalam hulul hingga yang ia ketahui hanyalah Tuhan.

Konsep Hulul ini diambil dari pemikiran al-Hallaj bahwa diri manusia memiliki dua sifat dasar yaitu Lahut (ketuhanan) dan Nasut (kemanusiaan). Menurutnya, Tuhan pun memiliki sifat demikian sehingga persatuan antara Tuhan dan manusia sangat mungkin terjadi.

Al-Hallaj berpendapat bahwa kejadian yang ada di alam semesta ini berasal dari nur Muhammad. Menurutnya, Nabi Muhammad memiliki dua wujud yaitu Qadim dan Azali serta sebagai manusia (nabi).

Nur Muhammad bersifat qadim dan telah ada sejak dulu sebelum adanya penciptaan yang lain, ia telah bersama al-Haq sejak dulu dan terus ada bahkan setelah wafatnya nabi Muhammad. Karena menurut al-Hallaj, yang wafat hanyalah jasad nabi dan nur Muhammad masih ada.

Menurut al-Hallaj, setiap agama pada hakikatnya sama, yaitu bertujuan menuju Tuhan yang Maha Esa. Jadi orang-orang tidak perlu berselisish paham lagi mengenai agama yang dianut oleh orang lain.

Munadhil Nabila, penulis tinggal Kalimantan Barat

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru