Harakatuna.com. Jakarta. Kelompok pemberontak Suriah melancarkan satu operasi militer besar-besaran yang didukung pasukan Turki ke wilayah Suriah yang dikuasai oleh kelompok jihadis.
“Sekarang ada operasi serius di Idlib Suriah dan akan terus berlangsung,” kata Presiden Turki Tayyip Erdogan dalam pidato di depan partai AK, Sabtu (7/8).
Erdogan menambahkan bahwa Turki tidak akan membiarkan satu “koridor terorisme di wilayah perbatasan dengan Suriah.
“Saat ini Tentara Pembebasan Suriah melakukan operasi di sana,” kata Erdogan. “Rusia mendukung operasi itu dari udara, dan pasukan kita dari dalam wilayah negara ini di perbatasan.
Mustafa Sejari, pejabat senior kelompok perlawanan Liwa al-Mutasem yang ikut dalam operasi ini, mengatakan Rusia tidak akan mendukung para pemberontak. Seorang saksi mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa Turki mengerahkan tank dan kendaraan militer ke wilayah perbatasan dengan Suriah pada Sabtu malam.
Saksi ini juga mengatakan pihak berwenang Turki telah membongkar tembok perbatasan di beberapa titik.
Operasi penyusupan ke provinsi Idlib dan sekitarnya ini dilakukan setelah bulan lalu Iran dan Rusia, yang mendukung Presiden Bashar al-Assad, dan Turki yang mendukung pemberontak, sepakat untuk mengurangi pertempuran antara kelompok perlawanan dan pemerintah di wilayah barat daya.
Kesepakatan ini tampaknya bertujuan mengendalikan aliansi Tahrir al-Sham, kelompok jihadis terbesar di Suriah selain ISIS. Kesepakatan itu juga bertujuan mengamankan wilayah perbatasan Turki.
“Rusia tidak akan terlibat sama sekali di wilayah yang kami kuasai. Peran Rusia hanya terbatas di wilayah yang dikuasai oleh pemerintah,” ujarnya.
Ankara, Moskow dan Tehran mengumumkan satu kesepakatan untuk membentuk dan menjaga zona “de-eskalasi di wilayah Idlib pada bulan lalu.
Menteri luar negeri Turki mengatakan bahwa pemerintahnya bertujuan mencegah pertempuran di Idlib.
“Para pengamat Rusia dan Iran akan ditempatkan di sejumlah wilayah di sini, dan pengamat kami akan berada di wilayah Idlib. Tentu saja mereka ada di tempat aman, jadi tidak ada risiko sama sekali,” kata Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu, Sabtu (7/10).
Aliansi Jihadis
Tahris al-Sham dimotori oleh mantan Front Nusra, yang hingga tahun lalu adalah cabang al-Qaida di Suriah. Front Nusra kemudian berganti nama dan memutus hubungan dengan gerakan global yang didirikan oleh Osama bin Laden itu.
Kelompok ini merupakan kekuatan militer yang kuat sejak perang di Suriah pecah. Mereka berganti taktik dari serangan bom di perkotaan menjadi perang gerilya dengan tentara Suriah bersama dengan sejumlah faksi lain.
Sejak awal tahun ini, kelompok itu bertempur dengan kelompok-kelompok pemberontak lain di Idlib dan wilayah lain Suriah, sementara pemerintah memusatkan perhatian pada upaya menghancurkan ISIS di wilayah timur.
Pada Juli Tahrir al-Sham merebut wilayah di sekitar pintu perbatasan antara Suriah dan Turki bernama Bab al-Hawa. Langkah ini membuat wilayah garis depan di suriah sebagian besar dikuasainya.
Turki merupakan salah satu pendukung kuat perjuangan para pembrontak yang memerangi Presiden Assad dalam konflik yang sudah berjalan selama lebih dari enam tahun ini.
Namun, pusat perhatian Turki kemudian berubah dari upaya menjatuhkan Assad menjadi taktik melindungi wilayah perbatasannya.
Setahun lalu, Turki mendukung pemberontak Suria di Idlib Timur dalam operasi penyusupan yang dikenal dengan nama “Perlindungan Efrat” yang bertujuan mengusir ISIS dan kelompok Kurdi dari wilayah perbatasan. (yns)