27.5 C
Jakarta

Terkepung Ajaran Teroris di Media Digital

Artikel Trending

Milenial IslamTerkepung Ajaran Teroris di Media Digital
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Dr. Dedik Novi Rahmanto, Pengajar Kajian Terorisme Sekolah Kajian Strategic Global UI dan Satgas Densus 88, menyebut bahwa paham terorisme merangsak masuk ke dalam ruang digital. Dunia digital dijadikan propaganda dan indoktrinasi paham khilafah di satu sisi, dan pengkambinghitaman sebuah negara di sisi lain.

Teroris di Media Digital

Hal demikian, selaras dengan temuan BNPT yakni, kelompok teroris banyak mengisi ruang digital. Para teroris ini tidak perlu saling bertemu dan mengenal bila dirasa satu pemikiran.

Proganda dan indoktrinasi menjadi niscaya di sana. Generasi milenial diwajibkan harus beraksi karena ketidakadilan, dan musuh Islam makin menjadi-jadi, dan karena itu, kakerasan adalah jalan keluar dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Tak disadari, generasi milenial tengah menjadi sasaran empuk ideologi terorisme di media digital. Kemelekan pada teknologi dan keinginan yang siap saji menjadi mikro-sosiologis yang mendekatkan mereka pada penerimaan terhadap gagasan baru agama yang lebih radikal.

Egoisme dan krisis identitas yang melanda pada generasi milenial memungkinkan mereka rentan terhadap pengaruh dari sebaran ideologi teroris yang, memang sudah dan sedang dijajakan di ruang digital seperti yang telah terjadi selama ini.

Apabila generasi milenial tidak mampu dan tidak memiliki kemampuan untuk membaca informasi secara utuh dan jeli, maka tibalah mereka pada penerimaan terhadap ajaran apa saja dari para teroris. Misalnya, mengangkat pedang, menjadi martir bahkan membunuh manusia tidak berdosa jadi pilihan. Contohnya kita melihat pada kejadian bom pasutri di Makassar dan Mabes Polri, Jakarta lalu.

Tambah Drastis

Di Indonesia, dengan bertambahnya pengguna internet, ajakan dan penyebaran paham terorisme sudah pasti bertambah drastis dan ngeri. Terpaan internet semakin memudahkan individu untuk bersentuhan dan mendalami konten-konten radikal di dunia maya. Begitu juga jajakan atau sebaran cyber dari pihak teroris.

Pada tahun 2021 ini saja, pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta jiwa dan meningkat 15,5 persen atau 27 juta jiwa dibandingkan pada tahun 2020 lalu. Dengan total penduduk yang mencapai 274,9 juta jiwa, penetrasi internet di Indonesia mencapai 73,7 persen (Merdeka.com 7/4/2021).

BACA JUGA  Kapitalisme: Jurus Aktivis Khilafah untuk Mendegradasi NKRI

Catatan BNPT, per 12 Maret 2021, terdapat 321 grup maupun kanal media sosial yang terindikasi menyebarkan propaganda radikal terorisme di mana 145 grup atau kanal di antaranya berasal dari platform Telegram.

Sedangkan sepanjang tahun 2020, terdapat 341 konten siber yang terpantau menyebarkan propaganda radikal terorisme di mana sebagian besar merupakan akun underbow organisasi yang telah resmi dilarang seperti HTI, FPI dan lainnya.

Dalam hal ini, kita, pemerintah, khususnya BNPT diperlukan sebuah keseriusan lagi menggencarkan mekanisme pencegahan untuk memastikan pemanfaatan internet agar tidak mengarah pada tindakan radikal terorisme.

Saya kira, pemerintah butuh pemantauan secara terus menerus media sosial dan secara massif utamanya terhadap berbagai platform, yaitu, Telegram, Whatsapp, Facebook, dan Tamtam (Harakatuna.com 8/4/2021).

Dilakukan Sistematis

Kendati, kita semua, perlu melakukan upaya kontra radikalisasi dan kontra narasi-wacana melalui penyebaran narasi-narasi perdamaian dan toleransi di media sosial dengan melibatkan kelompok pemuda sebagai garda utama.

Para pengajar seperti dosen, tokoh agama serta organisasi keagamaan jugta harus melakukan kontra narasi sekaligus menyebarkan pesan damai di dunia maya.

Kita tahu internet adalah ruang yang bebas. Ia dapat dijadikan jaringan dan wadah indoktrinasi ajaran teror untuk terus menggemakan propaganda yang mereka miliki sehingga paparan terus-menerus menjadikan seseorang terpapar paham radikalisasi dengan frekuensi yang lebih tinggi.

Tetapi sebaliknya, internet juga bisa membasmi paham radikalisme dan terorisme apabila internet diproyeksikan menjadi ruang sebaran paham moderat dan alat penangkal dari paham yang membahayakan.

Akhirnya, saya mengajak mari kita perangi teroris ini secara bersama-sama dan sistematis. Terpadu dan kesinambungan. Kolaborasi antarpihak perlu dilakukan. Mari bersatu melawan paham radikalisme dan terorisme sesuai tupoksi dan kekuatan masing-masing.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru