28.3 C
Jakarta

Standar Seseorang Dikatakan Istithaah atau Mampu Pergi Haji

Artikel Trending

Asas-asas IslamFikih IslamStandar Seseorang Dikatakan Istithaah atau Mampu Pergi Haji
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – salah satu dari rukun Islam yang wajib ditunaikan oleh seorang muslim adalah pergi haji. Namun demikian, Islam memberikan ketentuan bahwa kewajiban melaksanakan ibadah haji ini apabila dikatakan mampu atau istithaah. Seseorang yang tidak istithaah tidak diwajibkan untuk pergi haji. Dan berikut standar seseorang dikatakan istithaah atau mampu pergi haji.

Syarat pergi haji yaitu istithaah atau mampu ini dijelaskan secara rinci dalam Al-Quran.

وَلِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا

Artinya: “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah,” (QS Ali Imran 97).

Nabi Muhammad sendiri dalam Al-Quran menjelaskan arti kata istithaah dalam ayat ini.

عن أنس بن مالك رضي الله عنه قال قيل يا رسول الله ما السبيل؟ أي في هذه الآية ؟ قال صلى الله عليه وسلم  الزاد والراحلة. رواه الحاكم.

Artinya: “Diriwayatkan dari Anas bin Malik R.A beliau berkata : “Ditanyakan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, wahai Rasulullah apa makna Al-Sabil dalam ayat ini ?. Beliau menjawab: bekal dan kendaraan. [Al-Hakim]

Dengan demikian seseorang yang akan pergi haji diwajibkan untuk setidaknya memiliki dua hal yaitu mampu dalam berbekalan dan mampu menyediakan atau membayar jasa kendaraan yang mengantarkan pergi dan pulang lagi. Lebih jauh para ulama menjelaskan maksud bekal dan kendaraan sebagaimana yang dimaksud dalam hadis di atas

BACA JUGA  Hukum Mengucapkan Selamat Hari Raya Nyepi

اَلْاِسْتِطَاعَةُ هِيَ الْقُدْرَةُ عَلىَ الزَّادِ وَالرَّاحِلَةِ، بِشَرْطٍ أَنْ يَكُوْنَا زَائِدَيْنِ عَلىَ الْحَاجَةِ الْأَصْلِيَّةِ، وَأَنْ يَكُوْنَ زَائِدَيْنِ عَلَى نَفقَةِ عِيَالِهِ مُدَّةَ غِيَابِهِ اِلىَ أَنْ يَعُوْدَ

Artinya, “Mampu (istithaah) adalah memiliki bekal dan kendaraan, dengan syarat kedua ini harus lebih dari kebutuhan pokoknya (sandang pangan dan papan). dan juga harus lebih dari nafkah keluarganya, terhitung sejak berangkat hingga kembalinya.” (Syekh Abdurrahman, Taisirul Fiqh Asy-Syafi’i lit Thalib was Sa’i, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: tt], halaman 132).

Itu artinya yang dikatakan mampu atau istithaah untuk pergi haji adalah satu mempunyai bekal untuk berangkat haji. Kedua mampu membayar kendaraan untuk berangkat dan pulang haji. Ketiga mempunyai kelebihan harta (selain untuk bekal dan kendaraan) yang digunakan untuk mencukupi nafkah keluarga yang ditinggal haji. Dan apabila masih hanya mampu untuk menyediakan harta untuk bekal dan kendaraan tetapi belum ada harta untuk keluarga yang harus dinafkahi berarti belum dikatakan istithaah. Wallahu A’lam Bishowab

Ahmad Khalwani, M.Hum
Ahmad Khalwani, M.Hum
Penikmat Kajian Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru