25 C
Jakarta

Sisi Lain Dakwah Kelompok Radikalisme Islam

Artikel Trending

KhazanahResensi BukuSisi Lain Dakwah Kelompok Radikalisme Islam
image_pdfDownload PDF

Judul Buku: Membendung Paham Radikalisme Keagamaan: Respons dan Metode Dakwah Anregurutta se-Ajatappareng Sulawesi Selatan, Penulis: Hannani, dkk, Penerbit: Orbit Publishing, Kota: Jakarta, Tahun Terbit: 2019, Cetakan: I, Tebal: VII + 125 Halaman, ISBN: 978-602-9469-60-8.

Kontak tembak pasukan TNI-Polri dengan kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) Poso di bawah komando Ali Kalora terus memanas di wilayah pegunungan Andole, Desa Tambarana, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Kompas, 1/3). Aksi terorisme tersebut lahir karena pemahamannya yang radikal.

Kalau radikalisme yang berujung terorisme belakang ini marak di Sulawesi Tengah. Sedangkan kini terpusat pada tindakan dakwah berbasis radikal alias paham radikalisme di Anregurutta se-Ajatappareng Sulawesi Selatan. Data kelompok Islam radikal ini teridentifikasi melalui tahapan penelitian yang Hannani dengan rekan-rekannya lakukan pada tahun 2019.

Buku Hannani dkk ini mengungkap fakta-fakta di balik merebaknya paham radikalisme ternyata ada upaya radikalisasi agama dalam gerakan dakwah. Sehingga pemahaman masyarakat di sana mulai eksklusif.

Terorisme adalah produk yang lahir dari radikalisme. Sedangkan radikalisme merupakan paham transnasional yang tidak pernah sedikit pun terbuka bagi kelompok lain yang berbeda pendapat terutama soal dakwah, dan agama. Mereka sebenarnya kelompok-kelompok Islam radikal yang selalu memakai jihad sebagai argumen ilegal pembenaran dalam bertindak kekerasan.

Menurut Hannani, dkk, kelompok yang mengajarkan isme-isme anti Pancasila, dan NKRI berkembang. Itu terpolarisasi menjadi tiga model. Pertama, kelompok yang menerima Pancasila dengan penegakan syariat Islam. Kedua, kelompok yang ingin menjadikan negara Indonesia sebagai negara Islam, mengganti Pancasila dengan khilafah. Ketiga, kelompok keagamaan yang menghujat praktik keagamaan umat Islam mainstream [hlm. 2-3].

Tiga model ini menjadikannya sebagai desain dakwah yang terkemas dengan konsep dakwah modern, agar dapat menarik simpati masyarakat. Sehingga para muballignya mulai diundang pada acara-acara arisan, pengajian keluarga, takziyah, nasihat perkawinan. Kesempatan-kesempatan itu memudahkan mereka untuk menyusupkan materi-materi provokatif.

Kelompok-kelompok Islam radikal memakai siasat baru yang gerakannya berbasis kultural. Momentum ini serasi dengan misi mereka yang berdakwah di Sulawesi Selatan sebagai daerah yang terkenal kental dengan tradisi atau kultur-kultur keagamaan yang kuat. Hal ini justru akan memberikan pintu masuk bagi mereka yang ingin menyebarkan paham radikalisme.

Siasat Halus Kelompok Radikal

Buku Hannani, dkk mengungkap siasat baru tentang dakwah kelompok Islam radikal dalam penyebaran radikalisme di Sulawesi Selatan. Ia mencontohkan keberhasilan para muballig yang sukses menyebarkan Islam ke bumi nusantara melalui Pantai Aceh, Islam dibawa oleh para perantau  berasal dari Gujarat, Arab, Benggali Bangladesh, Cina, dan Persia, melalui jalur perdagangan, perkawinan, pendidikan, kesenian, tasawuf, dan politik [hlm. 7].

Dulu kala para muballig dalam menyiarkan Islam menggunakan kemasan yang atraktif, yaitu menekankan kesesuaian Islam dengan tradisi lama (culture) atau kontinuitas, ketimbang perubahan drastis (radikal ekstrem) dalam kepercayaan, dan praktik keagamaan lokal (kejawen, agama lokal, Hindu dan Budha).

Menurut hasil Penelitian Badan Litbang Kemenag RI tentang perkembangan paham keagamaan transnasional (radikalisme) di Indonesia Tahun 2010. Di antaranya, Salafi, Syi’ah, Jama’ah Tabligh (JT), Ikhwanul Muslimin (IM), Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jamaah Islamiyah (JI), Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI), dan Front Pembela Islam (FPI),

BACA JUGA  Resolusi Jihad: Sejarah yang Sempat Terabaikan

Dalam konteks Indonesia, radikalisme muncul dalam bentuk aksi kolektif yang beragam, mulai dari penggunaan kekerasaan, dan serangan mematikan hingga pawai massa dan protes damai. Tindak kekerasan misalnya ditunjukkan melalui serangkaian peristiwa pemboman, dan peledakan, sweeping, serta dakwah-dakwah kultural yang sifanya radikal ekstrem [hlm. 8-9].

Selama ini siasat halus kelompok Islam radikal selalu gagal mempengaruhi paham keagamaan masyarakat terutama kelompok NU, dan Muhammadiyah. Namun, sekarang siasat halus mereka terbongkar habis di Sulawesi Selatan ketika menerapkan dakwah kultural sekali pun tujuannya adalah membawa materi-materi agama dengan pesan intoleran, dan provokatif.

Oleh sebab itu, meskipun tujuannya adalah dakwah masyarakat di Sulawesi Selatan harus hati-hati karena radikalisme adalah pemahaman yang sangat bahaya daripada terorisme. Justru itu lah terorisme merupakan produk radikalisme yang dalam setiap kegiatan dakwahnya selalu menjadikan agama sebagai alat efektif mereka dalam memajukan radikalisme.

Strategi Pemberantasan Radikalisme

Hannani, dkk melalui buku ini menciptakan ide strategis dalam pemberantasan radikalisme khususnya di Sulawesi Selatan yang dakwahnya kelompok Islam radikal mengikuti kultur keagamaan lokal yang ada.

Ia menawarkan basis strategi pencegahan radikalisme melalui beragam pendekatan. Pertama, pendekatan keamanan (security approach). Kedua, pendekatan hukum (hard approach). Ketiga, pendekatan deradikalisasi. Keempat, dialog dengan tokoh agama. Kelima, peningkatan pengawasan dan pengamanan atas senjata api.

Keenam, pengawasan terhadap aktivitas-aktivitas masyarakat yang terindikasi. Ketujuh, moderasi ajaran-ajaran agama (dan ideologi). Kedelapan, pelibatan organisasi masyarakat. Kesembilan, penyesuaian kebijakan politik. Kesepuluh, kontra narasi anti radikalisme di media massa [hlm. 20].

Sejumlah opsi pendekatan pemberantasan dakwah radikal kultural tersebut harus mampu mempersempit ruang para muballig, agar benih-benih radikalisme tidak akut di daerah Sulawesi Selatan. Karena radikalisme sebagai mana termaktub dalam buku Hannani, dkk. Bahwa radikalisme dapat meresahkan tatanan kehidupan sosial, dan paradigma bernegara.

Dalam BAB IV terkait hasil penelitiannya, Hannani mengatakan, tanpa Anregurutta, upaya konsentrasi perlawanan terhadap radikalisme akan menuai kegagalan. Hal ini karena, nasehat dan pandangan yang paling diterima adalah nasehat dan pandangan keagamaan para Anregurutta [hlm. 74].

Perlawanan kepada aksi-aksi radikalisme akan sukses jika melibatkan partisipasi Anregurutta. Alias kerajaan-kerajaan lokal yang memiliki sikap pandangan keagamaan yang ramah dan santun. Oleh karenanya, peran kerajaan sangat penting dalam mencegah paham radikal, dan kelompoknya yang belakangan ini mengalami perkembangan di Sulawesi Selatan.

Buku hasil penelitian ini mengungkap fakta baru di balik dakwah kelompok Islam radikal. Ternyata ada misi ekstrem terselubung yang tidak banyak kalangan ketahui. Dengan demikian, kerjasama kerajaan lokal di setiap kabupaten/kota daerah Sulawesi Selatan sangat membantu pencegahan radikalisme produk para muballig radikal.

M. Aldi Fayed S. Arief
M. Aldi Fayed S. Arief
Mukim di Bintaro, Jakarta Selatan, Pegiat Kajian Keislaman di Lingkar Pena Mahasiswa (LPM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Alumni Pondok Pesantren at-Taqwa Pusat Putra, Bekasi.

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru