31.2 C
Jakarta

Ramadhan dan Nilai-Nilai Kemanusiaan

Artikel Trending

KhazanahRamadhan dan Nilai-Nilai Kemanusiaan
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Melihat perubahan yang terjadi dalam masyarakat kita pasca era reformasi, setidaknya terjadi 2 (dua) gejala sosial politik yang terbentuk di tengah-tengah masyarakat. Pertama, yakni gejala pola tingkat laku politik yang cenderung bebas. Kedua, pola kekerasan dalam perjalanan sosial politik bangsa indonesia. Dua hal ini pernah disampaikan oleh seorang sosiolog Ignas Kleden dalam tulisannya. Bahkan masalah kemanusiaan yang terjadi di bulan ramadhan. Penulis melihat pola ini tidak lain terbentuk karena pada zaman orde baru, masyarakat merasa terkukung dalam sebuah sistem otoritarian. Yang memaksa ide-ide atau imajinasi dari masyarakat menjadi terkekang.

Pasca runtuhnya orde baru, masyarakat yang selama ini terkekang ingin mengekspresikan ide dan eksistensi mereka yang selama ini ingin di muntahkan kepada khalayak ramai. Namun, kebebasan yang diberikan pasa era reformasi saat ini, justru memberikan efek kebebasan yang tidak terkontrol. Misalnya, bagaimana warga negara yang memberikan kritikan tanpa ada batasnya, sehingga menyinggung hal-hal yang berupa ras, suku. Bahkan isu agama. Efek domino dari kebebasan tersebut, memercikkan gesekan-gesekan antar suku, agama yang berujung pada konflik didalam masyarkat.

Apabila konflik ini tidak segera diatasi, tentu akan menimbulkan permasalahan yang lebih luas, yang bisa mengancam integrasi bangsa dan negara. Untuk itu diperlukan semangat cinta tanah air dan rasa nasionalisme dalam menghadapai tantangan bangsa yang sangat plural ini. Kita sering mendengar kata-kata intoleransi akhir-akhir ini. Apalagi menjelang dan dalam pelaksanaan bulan ramadhan. Kata intoleransi ini bisa kita temui dalam bentuk persekusi yang dilakukan oleh oknum-oknum ormas keagamaan yang melabelkan diri mereka sebagai penegak syariat agama. Ormas ini melakukan swiping terhadap tempat-tempat hiburan yang di anggap akan merusak atau akan menggangu kekusyukuan umat muslim dalam menjalankan ibadah selamat bulan suci ramadhan.

Amal Kemanusiaan di Bulan Ramadhan

Harusnya kita sebagai umat muslim harus bijak dalam menyelesaikan persoalaan sosial seperti ini. Jangan sampai niat sebagai muslim yang menjalankan ibadah puasa, menjadi ternoda karena kontrol nafsu yang salah dalam menyikapi kehidupan masyarakat yang plural ini. Jika kita mengisi bulan ramadhan dengan tindakan-tindakan intoleran, seperti swiping dengan cara-cara represif, maka bukan pahala yang didapat, justru sebuah kerugian yang akan dialami.

Karena ibadah bulan ramadhan bukan hanya pembelajaran tentang haus dan lapar saja, bulan ramadhan lebih menganjarkan kita pada nilai-nilai kemanusiaan yang sangat beradab, menjaga hawa nafsu, menjaga perkataan, menjaga sikap, dan masih banyak nilai-nilai yang di ajarkan sehingga kita bisa mecapai kemenangan dengan menjadi manusia yang fitrah. Puasa adalah bentuk aktivitas yang mampu membangkitkan empati, melejitkan kepedulian, dan mengaktifkan kesadaran toleransi.

Dalam konteks intoleransi, inti dari puasa itu upaya mentransformasikan diri dari pemahaman yang radikal menjadi santun, toleran, dan menghormati orang lain. Bulan ramadhan sepenuhnya adalah upaya untuk perenungan (merenungkan) kembali keberadaan mengenai kita sebagai manusia. Dalam konteks melawan tindakan-tindakan intoleransi, tentu harus dilawan dengan tindakan toleransi. Karena toleransi merupakan dasar dalam terciptanya sebuah kedamaian.

BACA JUGA  Bimtek PPIH 2024: Upaya Kementerian Agama Melahirkan Uwais Al-Qarni di Zaman Modern

Dalam bulan ramadhan ini, kita dituntut untuk saling menghormati antar sesama. Bentuk dari toleransi tersebut bisa kita wujudkan antar umat beragama, dimana setiap umat beragama tidak mengganggu umat beragama lainnya dalam melaksanakan ibadah. Pada bulan ramadhan ini misalnya, umat diluar agama Islam, bisa membatasi aktvitas dagang yang berbentuk makanan, karena akan menggangu kekhusyukan umat muslim dalam melaksnakan puasa. Begitu juga kita sebagai muslim, melakukan cara-cara yang baik dan sopan apabila ada aktivitas masyarakat yang akan mengganggu ibadah puasa, bukan cara-cara kekerasan atau ujaran kebencian yang justru menimbulkan konflik baru.

Spirit Bertoleransi

Dalam konteks kajian akademis, sikap intoleransi ini setidaknya disebabkan oleh 3 (tiga) hal, yaitu. Pertama, sikap intoleransi bersumber dari pemahaman eksklusif terhadap agama, aliran atau denominasinya sendiri. Kedua, pemahaman intoleransi keagamaan hanya bersumber dari pemahaman literal ayat-ayat yang ada dalam kitab suci, tanpa memperhatikan konteks dan masa kehidupan saat ayat tersebut diturunkan. Ketiga, sikap terhadap tidak adilnya dalam memperlakukan komunitas agama lainnya. Dalam kenyataannya terdapat standar ganda dalam memperlakukan suatu umat beragama, terkadang suatu kelompok tidak sadar bahwa mereka telah menghegemoni ajaran atau aliran mereka di tengah-tengah umat beragama lainnya.

Bulan ramadhan memiliki signifikansi yang kuat, untuk memperkuat toleransi dan mendorong terciptanya perdamaian. Karena bulan ramadhan sebagai momentum untuk melakukan instropeksi diri untuk terciptanya sikap toleransi antar sesama. Apabila kita mampu menjaga nilai-nilai toleransi, maka dengan sendirinya rasa persaudaraan dan kedamaian akan tercipta. Kita harus ingat bahwa agama Islam merupakan agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai perdamaian, bukan agama yang memunculkan perselisihan bahkan perperangan. Dengan terciptanya perdamaian antar sesama, maka bangsa ini akan menjadi bangsa yang kuat dan besar.

Hikmah puasa mengajarkan silaturahim antar sesama anak bangsa patut dimanifestasikan menjadi perekat persatuan dan integrasi bangsa Indonesia. Wujudkanlah toleransi agar riak-riak kecil intoleransi tak punya daya dalam mengusik integrasi bangsa Indonesia yang multi etnik ini. Kita bangsa Indonesia merupakan bangsa yang sangat majemuk, bangsa yang memiliki kearifan lokal warisan dari nenek moyang kita. Nilai-nilai tersebut kita integrasikan dalam 5 (lima) sila pancasila, nilai yang mampu menumbuhkan rasa nasionalisme kita terhadap bangsa dan negara Indonesia.

Oleh: Heru Permana Putra

Dosen Ilmu Politik IAIN Bukittinggi, Peneliti Revolt Institute.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru