31.9 C
Jakarta

Pilihlah Presiden yang Berilmu dan Beretika, Siapa Dia?

Artikel Trending

Islam dan Timur TengahIslam dan KebangsaanPilihlah Presiden yang Berilmu dan Beretika, Siapa Dia?
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Indonesia akhir-akhir ini dihadapkan dengan pemilihan umum pada 14 Februari 2024. Dari kemarin bahkan sampai sekarang masing-masing pasangan calon presiden berkunjung ke beberapa wilayah yang ada di Indonesia untuk berkampanye. Dan tentunya mereka memiliki pendukung yang bakal memilih mereka sebagai presiden di negara ini.

Meskipun mereka memiliki pendukung masing-masing, presiden tetaplah satu orang sehingga di antara calon yang tidak terpilih secara tidak langsung bukanlah sebagai pemimpin di negeri ini. Satu hal yang penting diperhatikan bagi semua pendukung adalah hendaknya tetap sportif dalam menjalani Pemilu kali ini. Tidak boleh mereka berselisih satu sama lain, bermusuhan, dan melakukan hal-hal yang tidak baik.

Pemilu ini hendaknya dibarengi dengan etika yaitu sikap yang baik dalam mengawal kesuksesan suatu hal dan tentunya dalam konteks Pemilu, etika berfungsi untuk mengantarkan Pemilu sesuai dengan hati nurani rakyat bukan atas dasar paksaan. Bahkan tidak beretika jika Pemilu juga dilakukan dengan money politic.

Pentingnya menghadirkan etika dalam politik mengingatkan saya akan sebuah pernyataan yang menyebutkan bahwa etika itu berada di atas ilmu. Politik itu merupakan bagian dari ilmu itu sendiri maka tidak heran jika ada jurusan yang fokus dalam mempelajari politik dan karena itu sebagai ilmu tidak dapat dibenarkan jika tidak dibarengi dengan etika.

Pentingnya menghadirkan etika dalam politik juga disinggung oleh satu pasangan calon Anies Rasyid Baswedan yang menekankan bahwa Pemilu itu harus tidak dilakukan dengan pelanggaran sehingga merugikan pasangan calon yang lain dan lebih daripada itu mengecewakan seluruh masyarakat di Indonesia.

BACA JUGA  Sudahkah Kelompok Radikal Memerangi Hawa Nafsunya sebelum Memerangi Sesamanya?

Politik yang beretika bukan dipahami sebagai politik yang tidak membolehkan kritik sehingga ketika ada kritik yang disampaikan kepada pasangan calon dianggap sebagai bentuk yang merendahkan. Padahal kritik itu merupakan cara untuk memperbaiki yang tidak baik dan mengembangkan yang sudah baik. Jadi pasangan calon itu harus terbuka terhadap kritik.

Jika ada pasangan calon presiden yang tertutup terhadap kritik maka ia dipertanyakan dan calon pemimpin yang seperti itu tidak pantas untuk memimpin suatu negara yang besar ini. Karena pemimpin yang anti kritik akan membawa politik kepada ranah otoriter sehingga segala kebijakan berdasarkan keputusan pribadi bukan keputusan mufakat.

Pemimpin yang anti-kritik tentu bukanlah sikap yang dibenarkan dalam Islam. Nabi Muhammad Saw. sangat terbuka terhadap kritik. Buktinya Nabi melakukan musyawarah dalam mengambil suatu keputusan. Ini membuktikan bahwa kebenaran itu bukan hanya bermuara dari Nabi seorang melainkan juga sangat terbuka dari beberapa sahabat yang menemani beliau.

Kehadiran pemimpin yang terbuka terhadap kritik akan sangat mungkin membawa negara ke ranah keberhasilan. Negara ini akan mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Dan negara ini akan dijadikan teladan oleh negara-negara yang lain.

Maka rakyat hendaknya membuka akal sehatnya dalam menentukan pemimpin pada tahun ini dan jangan sampai akal sehat itu tertutup oleh politik uang yang hanya memberikan kesenangan sesaat dan menyengsarakan selamanya. Pemimpin yang pantas untuk memimpin negeri ini adalah yang berilmu dan beretika.[] Sallallahu ala Muhammad.

Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Dr. (c) Khalilullah, S.Ag., M.Ag.
Penulis kadang menjadi pengarang buku-buku keislaman, kadang menjadi pembicara di beberapa seminar nasional

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru