27.2 C
Jakarta

Pengentasan Radikalisme Melalui Pendidikan Islam

Artikel Trending

Milenial IslamPengentasan Radikalisme Melalui Pendidikan Islam
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com – Pendidikan adalah mengolah potensi manusia menjadi manusia sejati. Tujuan utama pendidikan untuk memanusiakan manusia. Manusia memiliki daya dan kehidupan yang penuh makna. Karenanya pendidikan selayaknya mengembangkan potensi yang ada dan membuat hidup tak tertekan, tetapi bahagia.

Setiap proses pendidikan harus mampu melihat kekosongan. Menggarapnya sebagai sesuatu yang berpotensi dari aspek kemanusiaan. Kendati, di situ ia harus mengejewantahkan suatu perspektif holistik, menyeluruh, dan interagtif. Sehingga, puncaknya, kamampuan personal-eksistensial dan spritual anak didik, dapat masuk dan menentukan sikap-sikap sosial-emosional yang positif bagi mereka. Bukan sikap-sikap radikal yang membunuh keperibadian dirinya dan segenap umat manusia.

Di Atas Pendidikan

Bagaimana seharusnya Pendidikan agar bisa mengubah pola hidup manusia? Atau sejauh mana proses Pendidikan harus ditukangi sehingga dapat menyejahterakan hidup manusia? Segenap proses pendidikan kita, sesungguhnya telah menetapkan bahwa proses pendidikan harus bertujuan ke arah penjernihan batin.

Ini dilakukan untuk mengembangkan keseluruhan potensi manusia demi tercipta hidup sejahtera, baik fisik, mental, dan spiritual. Pendidikan bukan hanya melahirkan atau mencipta anak yang sekadar mental pekerja atau bermental angka-angka.

Menurut Sindhunata dalam Basis (2015) pengangkaan dalam pendidikan sungguhlah sangat berbahaya. Pengangkaan bisa membuat anak kehilangan kegembiraan dalam proses belajar. Jika kegembiraan hilang, yang ada hanyalah kedongkolan dan indoktrinasi.

Di negara Barat, seperti Jerman melakukan peloporan penghapusan terhadap sistem pengangkaan. Bagi Menteri Pendidikan negara bagian Schleswig Holstein, Waltraud Wende, terang-terangan mengatakan, tugas sekolah adalah menyampaikan bukan hanya ilmu tapi juga kegembiraan dalam belajar. Ia bisa dimulai dengan mengembangkan potensi siswa, baik fisik, seni atau budaya.

Bukan Sekadar Kurikulum

Kendati demikian, bagi Bagir yang perlu diperhatikan dengan serius adalah tentang kurikulum sekolah. Pendidikan harus mengembangkan kurikulum dan memberi tekanan pada pengembangan daya berpikir dan ruahaniah.

BACA JUGA  Kelucuan Pengedar Khilafah dalam Menanggapi Perbedaan Awal Bulan Puasa

Karenanya, pendidik harus memilih antara mendorong anak untuk pintar dan mendorong anak untuk memiliki karakter-karakter yang dapat menentukan kebahagian hidup mereka, baik dunia nyata, maya, maupun akhirat.

Dalam konteks ini, Haidar Baqir ingin kurikulum pendidikan kita tak terlepas pada pembinaan hubungan vertikal Sang Kawan Agung, kegiatan tafakur dan tadabur—yakni, kegiatan observasional-saintifik, refleksi intelektual-filosofis dan estetis; penanaman dan pengembangan budi pekerti luhur; pengembangan akhlak sosial, khususnya sikap empati, penuh cinta kasih, pemaaf, dan bebas dari rasa benci; pengembangan dan pelatihan etos kerja keras, kedisiplinan, ketelatenan, keuletan, kesiapan untuk dapat mendapatkan deleyed gratification, sikap tidak pantang menyerah, dan akal budi.

Relevansi Pendidikan Islam Hari Ini

Kurikulum dan pembelajaran harus relevan dengan situasi sehari-hari yang anak didik alami. Pendidikan diselenggarakan yang memungkinkan bisa toleran terhadap perbedaan pandangan dan hidup demokratis. Selain itu tak kalah penting adalah daya imajinatif siswa perlu diasah. Dan bagaimana bisa mengentaskan kemiskinan.

Hendaknya pengajaran keruhanian dan akhlak mestilah tak berhenti pada sekadar rutinitas pendidikan-peribadahan dan pengajaran yang bersifat kognitif belaka. Pendidikan harus menciptakan manusia yang kreatif, inovatif, arif, dan bisa mengentaskan baik dari kebodohan, kemiskinan, dan perilaku radikalisme.

Sudah saatnya kita meluruskan kembali falsafah pendidikan kita, di atas kerancauan tujuan pendidikan, kesalahpamahaman subjek pendidikan, kekaburan hakikat pendidikan, kemiskinan metode ajaran pendidikan, dan kurikulum “tersembunyi”. Sehingga, bisa menumbuhkan dan menyejahterakan bukan hanya ilmu dan budaya, tetapi juga ekonomi dari ragam perspektif Islam moderat.

Agus Wedi
Agus Wedi
Peminat Kajian Sosial dan Keislaman

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru