28.2 C
Jakarta

TNI Harus Tetap Tunduk UU Pemberantasan Terorisme

Artikel Trending

AkhbarNasionalTNI Harus Tetap Tunduk UU Pemberantasan Terorisme
Dengarkan artikel ini
image_pdfDownload PDF

Harakatuna.com. Jakarta-Anggota Komisi III DPR, Wayan Sudirta mengaku memahami kekhawatiran sebagian kalangan dengan pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme sebagaimana diwacanakan dalam Rancangan Perpres tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme. Namun, Sudirta meminta masyarakat tak perlu khawatir sepanjang pelibatan TNI dalam memberantas terorisme sesuai dengan amanat dari ketentuan Pasal 43I UU 5/2018 tentang Pemberantasan Tindak Terorisme. Apalagi, Sudirta mengingatkan, terorisme telah menjadi ancaman serius bagi kedaulatan Indonesia.

“Bagaimanapun juga, nyata di Indonesia bahwa terorisme sudah menjadi ancaman serius bagi kedaulatan bangsa dan negara,” kata Sudirta dalam keterangan pers yang diterima di Jakarta, Senin (18/5/2020).

Soal kekhawatiran adanya tumpang tindih kewenangan dengan Polri dan BNPT dalam penanganan terorisme, Sudirta menegaskan, pelibatan TNI tentunya harus sesuai dengan ketentuan Pasal 7 Ayat 2 huruf b angka 3 UU 34/2004 tentang TNI. Beleid itu mengatur mengenai 14 Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang menjadi tugas pokok dan fungsi (tupoksi) TNI.

“Dalam angka 3 ketentuan tentang OMSP disebutkan bahwa tugas pokok selain perang bagi TNI adalah mengatasi aksi terorisme. Untuk itu, agar tidak menimbulkan kekhawatiran dan polemik, maka harus diperjelas dalam perpres yang akan diterbitkan,” kata Sudirta.

Sudirta membeberkan sejumlah hal yang harus diperjelas dalam perpres tersebut. Pertama, pelibatan militer dalam penanggulangan terorisme merupakan pilihan terakhir setelah instansi keamanan yang ada tidak cukup mampu untuk mengatasi terorisme atau terkait misi keamanan warga negara Indonesia yang disandera teroris di luar negeri. Seperti yang dilakukan pada pembebasan Pesawat Garuda di Bangkok pada tahun 1980-an, atau pembebasan sandera oleh teroris Abu Sayaf.

“Yang terpenting adalah mengatur jika eskalasi ancaman keamanan meningkat dan mengganggu kedaulatan negara, kemudian Presiden menetapkan status keadaan darurat militer,’’ papar Sudirta.

BACA JUGA  Kepala BNPT Tegaskan Fungsi Edukasi untuk Berantas Sel Jaringan Terorisme

Kedua, Sudirta menyatakan, prinsip utama yang diatur dalam perpres menekankan pengerahan kekuatan militer dalam OMSP untuk mengatasi terorisme hanya bisa dilakukan jika ada keputusan politik Presiden.

Dengan demikian, Presiden sangat menentukan peran TNI dalam mengatasi terorisme, sehingga secara prinsip ini akan terkait dengan hak darurat (staatnoodsrect) yang dapat diambil Presiden.

Dipaparkan, konstitusi Indonesia mengatur staatnoodsrect dapat dilihat dalam dua aspek, yakni aspek obyektif dan aspek subyektif. Secara obyektif tertuang dalam pasal 12 UUD 1945 yang menyatakan bahwa Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang.

Secara subyektif, diatur dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan dalam hal ihwal kegentingan memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti UU.

“Dalam konteks ini, kondisi bahaya yang diatur adalah merupakan staatnoodsrect dalam sisi subyektif, dimana TNI dapat terlibat dalam penanganan terorisme,’’ jelas Sudirta.

Ketiga, pelibatan TNI pada intinya bersifat sementara dalam menangani terorisme. Selain itu, akuntabilitas hukum dalam menangani terorisme sama seperti polisi.

“Di mana TNI harus tunduk pada mekanisme peradilan umum perihal pertanggungjawaban hukumnya, jika terjadi pelanggaran atau kesalahan,” jelas Sudirta.

Sudirta mengingatkan, pembentukan perpres merupakan kewenangan Presiden secara administratif (implied power). Perpres adalah kewenangan untuk mengkonstruksikan sebuah kebijakan yang lebih detail oleh Presiden. Apalagi, UU 5/2018 memberi waktu setahun untuk melahirkan Peraturan Pelaksanaan.

Dalam kerangka itu, Sudirta meyakini Presiden akan menggunakan berbagai metode terutama metode yang bersifat demokratis dan partisipatif dengan mengajak semua pemangku kepentingan yang terlibat untuk ikut serta di dalam pembahasan.

“Sudah seharusnya ada upaya untuk membuat suatu regulasi untuk melengkapi UU 5/2018 tersebut. Dan upaya menyiapkan Rancangan Perpres merupakan bentuk tanggung jawab Pemerintah untuk mengantisipasi penanggulangan terorisme,” katanya.

Harakatuna
Harakatuna
Harakatuna.com merupakan media dakwah berbasis keislaman dan kebangsaan yang fokus pada penguatan pilar-pilar kebangsaan dan keislaman dengan ciri khas keindonesiaan. Transfer Donasi ke Rekening : BRI 033901002158309 a.n PT Harakatuna Bhakti Ummat

Mengenal Harakatuna

Artikel Terkait

Artikel Terbaru